Di serang

12 4 0
                                    

Tasya begitu menghibur anak anak di panti asuhan. Elang yang sedari tadi memperhatikan Tasyapun langsung terketuk hatinya untuk ikut menghibur anak anak panti tersebut.

"Makaaih ya adek adek, besok lagi ceritanya"

"Kok cepat banget Sya? "

Ucap Bu Jamil sambil membawakan mampan yang berisikan dua gelas teh hangat untuk mereka berdua.

"Iya bu soalnya masih banyak yang harus di bagiin"

"Lain kali Elang boleh mampir kesini kan bu? "

"Iya tentu nak Elang bisa sesuka hati main kesini. Tasya Elang makasih ya udah membuat anak anak terhibur, makasih juga bantuannya"

"Iya bu sama sama, Tasya seneng banget bisa lihat tawa di wajah mereka"

"Diminum dulu tehnya"

Mereka meraih gelas tersebut dan meminumnya meskipun hanya sedikit, karena menghargai pemberian orang lain itu penting. Tasya dan Elang pergi meninggalkan panti asuhan. Elang masih tidak menyangka bahwa perempuan seperti Tasya hatinya bisa mulia juga.
"Sya kita kemana lagi? "

"Lo turuni gua di perempatan depan, Ratna sama Laras udah nungguin gua. Lo lurus aja ketemu sama Dinda dan anak anak lainnya buat ngebagiin sembako"

"Lo bener disini cuman bertiga? "

"Iya, kan Dinda yang lebih butuhin lo.
Kan kita harus bagi tugas juga"

"Tapi Sya, ini udah sore"

"Ngga papa Lang, kan gua sama anak anak cuman jaga di bawah pohon terus ngajakin anak anak jalanan buat belajar"

"Hmmm.. "

Saat sampai pas di perempatan Elang memarkirkan mobilnya sejenak. Tasya beranjak keluar dari mobil Elang, namun Elang langsung menggeret tangan Tasya dan membuat ia berbalik badan.

"Kenapa? "

Tanya Tasya terkejut

"Hati - hati! "

Jawab Elang yang sedikit cemas.

"Oke"

"Kalau ada apa apa hubungin gua! "

"Siap! "

Tasya keluar dari mobil Elang. Ia menghampiri teman temannya yang sedari tadi telah menunggu ke datangannya. Anak anak telah berkumpul menjadi satu dan sedang asik membaca. Tasya melepaskan jaketnya dan tasnya di meja begitu saja. Ia menatap wajah wajah anak kecil tanpa dosa yang terlihat lusuh itu dengan iba. Tasya faham pasti kehidupan mereka tak seenak kehidupannya, meskipun Tasya sudah tak memiliki ibu. Tampak sang surya sudah mulai redup dan cahaya senja perlahan menjadi gelap. Anak - anak yang masih asik membaca itupun membuat suasana hening menjadi sedikit ramai dan malam tak menyulutkan niat mereka untuk membaca.

"Sya sampai jam berapa? "

Seru Ratna yang sudah merasa suntuk dengan hal ini.

"Tunggu sampai mereka pulang"

Jawab Tasya yang masih sibuk mengajari anak anak jalanan tersebut membaca.

"Sya, gua ke kamar mandi dulu ya.. Udah kebelet nih"

Laras tiba tiba menyelak pembicaraan dan langsung pergi begitu saja. Kini hanya tersisa Tasya dan juga Ratna malam pekat menyelimuti tempat ini.

"Monitor Sya? "

Tanya Elang yang terdengar dalam HT membuat Tasya langsung berinteruksi.

"Ini sebagian anak anak udah gua suruh pulang"

"Ooh.. Ya udah ngga papa, salam terimakasih ya buat mereka"

"Iya Sya ntar gua salamin, lo masih di sana? "

"Masih, anak anak masih asik baca gua ngga tega usir mereka"

"Ya udah gua sama kak Langit langsung kesana sekarang ya"

Suara gaduh terdengar jelas dari HT yang di pegang oleh Tasya. Seketika Tasya langsung terkejut menatap segerombolan orang yang berbadan kekar menghampiri tempatnya tampa pikir panjang. Ratna langsung merasa ketakutan dan bersembunyi di balik tubuh Tasya. Anak - anak itu langsung berhamburan lari tak karuan untuk menghindari sekumpulan orang orang yang tampak sangat garang.

"Pergi kalian! "

Bentak salah satu dari segerombolan itu dengan nada yang sangat tinggi. Elang dan Langit yang mendengarkan suara itu sontak langsung berfikir negatif, batin mereka berkata bahwa Tasya sedang dalam masalah besar.

"Kalian siapa? "

Sahut Tasya dengan nyalin yang cukup tinggi.

"Ehh ada perempuan cantik"

Seru kembali gerombolan itu

"Kalian ngapain kesini?! "

Tanya Tasya kembali dengan nada yang cukup tinggi juga, membuat gerombolan itu mulai panas dengan keadaan ini.

"Tidak usah takut cantik, kita cuman ingin bawa kalian berdua untuk bersenang senang saja!"

Jawab mereka sambil tersenyum miring. Ratna yang notabennya gadis pendiam itupun semakin ketakutan ia meremas tangan Tasya kuat kuat, Tasya melihat kejadian ini tidak menjadi tidak karuan. Buku buku yang tertata rapi di obrak abrik tanpa pandang bulu. Tasya masih terdiam kaku, berusaha melindungi Ratna agar tidak terjadi apa - apa dengannya. Ponsel Tasya terus terusan berbunyi, Elang yang merasa khawatir itupun masih terus mencoba menghubungi Tasya sampai panggilan tersebut di jawab olehnya.
"Sya gua takut"

Rengek Ratna membuat Tasya bersalah dengan kondisi ini.

"Udah lo ngga papa ada gua"

"Tapi lo bisa melawan mereka yang banyak? Sya lo cuman satu orang, jangan konyol"

bisik Ratna membuat nyala Tasya berkurang. Iya memang benar apa yang dikatakan oleh Ratna. Ilmu karate yang dimiliki Tasya tidak sebanding dengan segerombolan orang ini, apalagi tubuh Tasya dan tubuh mereka yang terpaut jauh.

"Sini cantik ikut kita"

"Gua mau yang di belakang aja, kayaknya menarik"

"Ahh.. Lo bangsat! Cantik yang di depan"
"Ayokk cantik ikut kami"

Haruskah aku menyerah dan membiarkan bagaimana mereka dengan sesuka hatinya mempermainkan aku?

MetamorfosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang