Elang menaiki montornya yang terparkir di parkiran sekolah. Di parkiran Elang menciutkan keningnya sebab ia melihat Alvin sedang mencoba melompat keluar dari dinding SMK. Alvin tidak satu sekolah dengannya itulah kenapa Elang sontak menamati tingkah Alvin. Elang mencopot helmnya kembali dan pergi meninggalkan tempat parkiran untuk dapat melihat kondisi Tasya. Yang terpenting bagi Elang untuk saat ini hanya satu ia tak ingin melihat Tasya menangis karena ulah Alvin.
"Elang bantuin tenangkan Tasya, gua kasihan sama dia"
Ujar Winda yang sudah menunggu Elang di depan pintu kelas. Dugaan Elang benar gadis itu sedang menangis di pojokan ruang kelasnya. Bahkan teman - temannya yang berusaha menenangkanpun ikut menangis melihat keadaan Tasya yang seperti ini.
"Sya.. "
Teriak Elang dari ambang pintu. Semua teman - temannya menatap Elang.
"Syukur deh lo datang tepat waktu"
Ujar Fina yang masih mencoba menenangkan Tasya. Lagi - lagi Elang langsung mendekap tubuh Tasya meskipun satu kelas Tasya melihat kejadian ini. Banyak yang beranggapan bahwa mereka telah berpacaran, namun anggapan itu selalu di elak oleh Fina.
"Dia ngapain lo lagi? Neror lo? Nyakitin lo? "
"Sebaiknya lo tenangin dulu Tasya sebelum lo interogasi dia"
Sahut Winda.
"Fin, tolong belikan teh hangat buat Tasya ya.. "
Ucap Elang. Tangis dari gadis itu sudah mulai mereda namun sesekali ia sesegukan. Kepalanyapun masih dimantapkan kebawah sambil duduk dan menekuk kakinya.
"Lo ngga boleh terlihat lemah sama mereka!"
Ucap Elang. Tasya langsung memeluk kembali tubuh Elang dengan sangat kuat."Lo kenapa baru dateng? Lo jahat banget sama gua"
Lirih Tasya dalam pelukkanya.
"Gua ngga tau kalau mereka bisa senekat itu"
"Tapi lo taukan kalau mereka habis kesini? "
"Tadi waktu gua mau pulang, gua lihat mereka loncat dari dinding parkiran. Gua langsung kepikiran lo Sya"
Winda dan Fina datang membawakan segelas teh hangat untung saja warung bu dhe belum tutup dan bu dhe memberikan teh hangat itu secara cuma - cuma kepada Tasya yang sudah dianggap sebagai anaknya sendiri.
"Lo minum dulu Sya"
Ucap Winda.
"Sya, minum dulu ya.. "
Ujar Elamg melepaskan dekapannya. Elamg mengambil teh hangat itu dari tangan Winda dan memberikannya ke Tasya. Mata gadis itu terlihat sangat merah dan lebam.
"Ayo pulang.. "
Decak Tasya. Seketika senyuman geli terlihat di wajah Elang seketika.
"Pulang sendiri aja ya"
Ejek Elang. Winda dan Fina tertawa baper melihat keadaan ini.
"Ihh Elang.. "
Decak Tasya kembali. Elang berjalan menuju bangku Tasya mengambil tas dan jaket yang tertata di kursi bangku Tasya.
"Nih, untung lo pake jaket. Coba kalau ngga jaket gua udah habis lo bawa pulang!"
"Tuh air mata lo dihapus ntar dikira gua mau nyulik lo"
Lagi - lagi Elang mengejek Tasya dengan tingkah lucunya.
"Kalau ngga niat minjemi ya ngga usah pinjemi.. Besok lo ambil sendiri di rumah gua! "
Sahut Tasya. Winda dan Finapun ikut mengambil tasnya mereka.
"Jadi pulang ngga nih? "
"Jadi..!"
Winda dan Fina saling menatap. Mereka seakan kalah dengan pacar mereka masing - masing. Bahkan Fina menggerutu kesal karena tidak pernah diperlakukan seperti itu dengan sang pacar.
"Fina, Winda makasih ya.. Besok - besok lagi kalau Tasya dalam bahaya langsung hubungi gua! "
"Siap..! "
Elang menggandeng tangan Tasya. Baru beberapa menit Tasya menangis histeris sekarang dia sudah mulai tersenyum dan tertawa.
"Elang, lo tau ngga sih oppa? "
Ujar Tasya dalam langkahnya.
"Oppa siapa sih sya? "
Ucap Elang mengkerutkan keningnya. Elang seakan menjadi bodoh saat ia berada di dekat Tasya.
"Lo ngga tau apa sok lupa? "Ujar Tasya menatap wajah Elang dengan mendangakkan kepalanya sebab tubuh Elang jauh lebih tinggi daripada tubuh Tasya.
"Ngga tau Sya! "
Ujar Elang sambil mencubit hidung Tasya.
"Apasih Elang ngga seru ah"
Ucap Tasya menggerutu. Tasya mempercepat langkahnya seakan ia sedang marah dengan Elang karena leluconnya tak berhasil. Elang melihat Tasya yang sedang marah maah tak merasa bersalah sama sekali. Elang membiarkan Tasya untuk berjalan duluan toh nanti kalau diparkiran dia bakal ketemu. Tasya yang sedang duduk di montor Elang sambil memainkan ponselnya membuat Elang semakin tertarik dan suka dengan Tasya.
"Masih marah?"
Ujar Elang mendekati Tasya.
"Sya?"
Tanya kembali Elang karena Tasya tak menggubrisnya. Elang menarik nafasnya dalam - dalam.
"Sya, sampai kapan marahannya? "
Elang sudah mulai kehabisan kata - kata. Elang memakai helmnya.
"Lo masih mau disini? "
Ujar Elamg karena Tasya duduk dengan posisi miring. Tak banyak bicara Tasya langsung berdiri dan naik di montor Elang.
Bukan hanya jatuh soal rasa tapi juga bangun sebuah rasa. Ini tak semudah membalikkan telapak tangan. Tentang seseorang yang sedang berjuang demi menyatukan sebuah rasa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Metamorfosa
Roman pour Adolescents"Kamu cepat sekali berubah.. Sepertinya kamu sedang bermetamorfosa untuk mencari jati diri kamu" "Jangan terlalu dingin nanti tambah sayang" "Saya tidak takut kamu membenci saya, karena selama ini kamu selalu ada buat saya"