-4- Still The Same

2.8K 283 54
                                    

Still The Same

Setelah seharian kemarin Merry mengatur jadwal mereka selama sebulan ke depan di ruang kantornya, Sabtu pagi itu, Merry mengajak Dino langsung bertemu di taman untuk acara jalan-jalan mereka. Dino mengecek jam, berpikir apa ia datang terlalu awal? Sudah tiga puluh menit ia menunggu.

Dino hendak menaikkan kacamatanya, tapi ketika tangannya terangkat, ia tersadar ia tidak mengenakan kacamata. Sesuai permintaan Merry. Entah kenapa gadis itu meminta Dino tidak memakai kacamatanya hari ini.

Sembari menunggu Merry, Dino mengamati sekitar taman dari pintu masuk. Ada pohon-pohon beringin besar di taman itu. Ada juga gedung kesenian di dalam sana. Sementara di ujung lain taman, Dino bisa melihat danau. Merry bilang, tempat ini bagus untuk berfoto.

Dino mengangkat ponselnya untuk mengambil gambar, tapi tiba-tiba wajah Merry muncul di layar ponselnya. Merry tersenyum lebar sembari menyentuh gagang kacamatanya.

"Hi, No. Aku nggak telat, kan?"

Dino mengambil gambar Merry dengan cepat sebelum menurunkan ponselnya. "Nggak, kok. Aku juga baru sampai." Setengah jam yang lalu, tambah Dino dalam hati.

Merry tersenyum semakin lebar. "Ya udah. Jalan, yuk, Calon Suami!"

Dino agak terkejut mendengar cara Merry memanggilnya. "Ngapain sih, manggil kayak gitu?" protesnya. Bikin deg-degan aja, batinnya.

Namun, Merry hanya nyengir dan menggandeng tangan Dino dengan santainya. Ketika mereka memasuki taman, Merry bukannya menatap sekelilingnya malah menatap Dino lekat.

"Kenapa, sih?" Dino risih juga. Grogi, sebenarnya.

Merry tersenyum. "Tuh kan, No, kamu makin ganteng kalau nggak pakai kacamata."

Wajah Dino terasa panas. "Aku udah nurutin maumu nih, nggak pakai kacamata. Jadi, nggak usah ngomong aneh-aneh lagi, deh."

Merry mencibir, "Iya, iya, Calon Suami .... Sensi, nih. Kayak merk masker."

"Ish ..."desis Dino kesal. Untung. Sayang, batinnya.

Merry kemudian menarik-narik lengan Dino, membuat Dino menoleh padanya.

"Apa?"

Merry menunjuk sebuah gedung di sisi taman. Gedung kesenian. "Itu gedungnya berhantu. Katanya, gamelan di sana suka bunyi sendiri." Merry memasang wajah horor.

Dino manggut-manggut. "Ya udah, kita ke sana, yuk? Aku pengen lihat hantunya."

Merry seketika melotot ngeri. Ketika Dino hendak berjalan ke arah gedung, Merry memegangi lengannya erat-erat. Gadis itu menggeleng keras.

"Ngapain kamu mau lihat hantu?" panik Merry.

"Ya, aku penasaran aja," sahut Dino santai.

"Are you crazy?" kesal Merry. Ia memegangi lengan Dino dan menariknya pergi. "Ayo pergi, No ..." rengek Merry.

Dino tersenyum geli dan mengalah. Merry lalu menunjuk ke arah danau.

"No, ayo foto di sana!" seru Merry riang.

Dino belum sempat menjawab ketika Merry melepaskan gandengannya dan pergi lebih dulu ke arah danau. Merry berdiri di tepi danau dan melambaikan tangan ke arah Dino. Dino menghampiri Merry dan berhenti di depannya. Merry menggeleng, lalu menarik Dino ke sebelahnya dan mengambil foto mereka berdua. Setelahnya, Merry menunjukkan hasil fotonya pada Dino.

Dino tersenyum menatap foto itu. Seketika mengingatkannya akan kebersamaannya dengan Merry di masa SMA.

"Kayaknya kok ada yang kurang, ya?" gumam Merry.

My Bestfriend, My Husband (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang