-5- Marrying Your Bestfriend

3K 290 50
                                    

Marrying Your Bestfriend

Setelah insiden Merry mendorong Dino hingga tercebur di danau dua minggu lalu, Dino selalu menghindari tempat kencan yang berbahaya. Jika Merry mengajak Dino ke suatu tempat, Dino akan mengecek tempatnya lebih dulu, memastikannya aman, tidak ada danau atau jurang, baru Dino menyetujuinya. Seperti minggu ini. Untungnya, kencan kali ini Merry hanya mengajak Dino berbelanja di pusat perbelanjaan untuk membeli furniture rumah baru mereka.

Namun, meski tujuan kencan mereka adalah untuk mempelajari konsep sebagai pasangan, tapi tidak ada yang berbeda dengan kencan mereka dua minggu yang lalu. Interaksi mereka sebagai pasangan yang paling jauh hanya sebatas Dino merangkul Merry ketika berfoto. Sisanya, mereka melakukan hal yang biasa. Seperti dulu, ketika mereka adalah sahabat sekolah.

Ketika mobil Dino tiba di halaman rumah Merry Minggu pagi itu, bahkan sebelum ia turun dari mobil, Merry sudah berlari keluar dari rumahnya. Gadis itu mengenakan rok pendek dan pakaian berwarna cerah dengan bahu terbuka. Kepala pelayan yang membukakan pintu untuknya berseru mengingatkan Merry untuk tidak berlari. Ini bukan pemandangan baru bagi Dino. Dino sudah terbiasa melihat itu sejak masih TK. Tak jarang Dino melihat Merry tersandung dan jatuh di halaman rumahnya. Seperti saat ini.

Dino bergegas melepas seat belt dan turun ketika Merry terjerembab di depan mobilnya tanpa mematikan mesin mobil. Dino menghampiri Merry, sementara beberapa pelayan sudah keluar rumah karena khawatir. Merry membenahi kacamata yang melorot dan berpegangan pada Dino ketika berdiri. Ia kemudian berteriak ke arah rumah,

"Aku nggak pa-pa, kok. Nanti aku pulang malam dan makan malam di luar, jadi nggak perlu siapin makan malam buat aku."

Merry bahkan sempat melambai riang pada para pelayan rumahnya sebelum masuk ke mobil Dino. Begitu Merry duduk di kursi depan, dia menunduk dan menatap lututnya.

"Sakit, No," aku Merry pelan.

"Siapa suruh lari-lari? Kebiasaan, nih ..." omel Dino sembari berlutut dan meniup lutut Merry sambil menepuknya pelan, membersihkannya dari rumput dan debu.

"Eh, kamu kok pakai kacamata lagi?" Merry baru menyadari itu.

"Kebiasaan," balas Dino pendek sembari berdiri. "Pasang seat belt-mu," katanya sebelum menutup pintu mobil.

Dino memutari mobilnya dan duduk di kursi kemudi. Ia memastikan Merry sudah memakai seat belt sebelum ia juga memasang seat belt dan mengendarai mobilnya meninggalkan halaman rumah Merry.

"Kakimu nggak pa-pa?" tanya Dino sembari melirik Merry. "Mau ke rumah sakit?"

"Nggak perlu, No. Udah nggak pa-pa, kok. Lagian, kita kan mau belanja furniture," jawab Merry.

Dino menghela napas, mengalah. Hingga akhirnya mereka tiba di pusat perbelanjaan. Merry sudah akan turun, tapi Dino menahan tangannya. Merry menoleh padanya.

"Apa?" tanya Merry bingung.

Dino tak menjawab, tapi ia meraih ke belakang, mengambil stok kemeja yang selalu ia gantung di belakang, lalu memberikannya pada Merry.

"Pakai ini. Nanti kamu masuk angin," kata Dino.

Merry tertawa. "Nggak akan, No."

"Pakai," Dino menekankan.

"Ah, why?" protes Merry.

"Lain kali, pakai baju yang benar," tegur Dino.

Merry merengut. "Emangnya ini kenapa?"

"Bajunya kebuka gitu. Kamu bisa masuk angin kalau pakai baju kayak gitu," omel Dino.

Merry memutar mata. "Ini off shoulder. It's fashion!" geram Merry.

My Bestfriend, My Husband (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang