-24- Hati yang Patah

1.9K 177 95
                                    

Hati yang Patah

Senin itu, tiga puluh menit menjelang jam makan siang, Dino mengecek jam. Ia berencana menghubungi Merry saat jam makan siang nanti. Dino bergegas melanjutkan pekerjaannya membaca dan memberi catatan revisi di berkas yang harus dia tandatangani. Begitu ia selesai mengoreksi berkas itu, ia memanggil sekretarisnya dari interkom untuk mengambil berkasnya.

Setelahnya, Dino hendak menghubungi Merry, tapi tiba-tiba ada pesan masuk dari Wanda. Dino membuka pesan itu dan ia mengernyit melihat foto yang dikirimkan Wanda. Foto yang ia harap tak dilihatnya. Foto Merry bersama Raihan yang memasuki restoran Raihan. Senyum bahagia Merry di foto itu membuat Dino dilema. Antara bahagia, tapi juga patah hati.

Dino senang melihat Merry tersenyum bahagia, tapi sayangnya, senyum bahagia itu bukan karena dirinya. Mungkin ... Merry akan lebih bahagia jika Dino melepasnya. Mungkin ...

Dino dengan lesu hanya menatap foto di ponselnya itu. Entah berapa lama ia hanya duduk di sana seperti itu. Hingga ia mendengar suara orang di sebelahnya,

"Siapa yang ngirim foto itu?"

Dino tersentak dan menoleh ke samping. Ia langsung membalik ponselnya melihat Syvia di sana.

"Kamu sejak kapan di situ?" tanya Dino.

"Dari tadi. Kamu dipanggil-panggil sekretarismu nggak dengar jadi aku langsung masuk aja," balas Syvia. "Foto tadi, kamu dapat dari siapa? Kamu bayar orang buat ngikutin Merry?"

Dino berdehem. "Iya, tapi foto itu bukan dari dia. Aku minta orang ngikutin Merry cuma buat jagain dia."

"Dan kamu masih bisa kecolongan kayak gini?" Syvia menyambar ponsel Dino dan memampangkan foto Merry dengan Raihan di depan wajah Dino.

Dino balik menyambar ponselnya. "Aku udah tahu tentang mereka. Aku udah pernah ketemu sama cowok itu. Dia yang ngajarin Merry masak dan ..."

"Are you stupid?" desis Syvia kesal. "She's your wife! Bisa-bisanya kamu diam aja lihat dia pergi sama cowok lain."

"Then, what do you expect me to do? Aku cuma pengen dia bahagia ..."

"Bullshit!" sembur Syvia sinis. "Kalau kamu kayak gini, aku nggak bisa bantuin kamu."

"Udahlah, Vi, jangan bikin ini makin rumit," pinta Dino.

"Bikin rumit?" Syvia tampak geram. "Kamu yang rumit, No. Apa susahnya sih, ngaku ke Merry tentang perasaanmu?"

"Kamu mau dia kabur lagi dari aku kayak dulu?" sinis Dino. "Karena kami dijodohin aja, dia sampai bereaksi kayak gitu."

"Bukan Merry yang kabur, tapi kamu!" tuding Syvia.

"Karena aku tahu, kalau aku egois dan tetap di sampingnya, dia nggak nyaman dengan itu. Aku pergi buat dia. Aku ..."

"Itu masalahmu!" bentak Syvia. "Kamu pikir semua yang kamu lakuin selama ini buat dia. Tapi sebenarnya, kamu yang terlalu pengecut buat ngehadapi perasaanmu sendiri. Kamu takut dia nolak kamu? Kamu takut dia pergi dari kamu? Hadapi ketakutanmu! Kalau dia nolak kamu, usaha lagi sampai dia bisa nerima kamu. Kalau dia pergi, kejar dia!"

Dino mengernyit. "Merry bukan orang yang bisa aku kejar semudah itu, Vi. Kamu tahu sendiri dia gimana. Sekeras apa pun aku ngejar dia ... aku nggak pernah bisa berdiri di depannya."

Syvia mengumpat frustrasi. "Oke! Terserah kamu! Terserah kalian! Nggak kamu, nggak Merry, sama aja keras kepala! Aku nggak akan peduli lagi sama kalian."

"Ya udah!" Sambaran kesal itu datang dari pintu ruangan Dino.

Dino langsung berdiri saking kagetnya melihat kehadiran Merry di sana. "Mer, kamu sejak kapan di situ?" tanyanya khawatir.

My Bestfriend, My Husband (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang