Without Him
"Mer," panggil Raihan diikuti guncangan pelan di lengan Merry.
Merry yang tadinya sedang menatap ke luar restoran seketika tersadar. "Eh, apa, Rai?" tanya Merry.
"Kamu kenapa malah ngelamun dan bukannya makan?" Raihan balas bertanya.
"Oh ..." Merry menatap makan malamnya, daging lada hitam kesukaannya yang baru berkurang beberapa sendok. "Aku kepikiran Dino aja. Udah lima hari aku nggak ketemu dia. Dia udah makan malam belum, ya?" Merry menghela napas.
"Kenapa kamu nggak hubungin dia aja?" usul Raihan.
Merry menggeleng. "Kebetulan aku kenal sama rekan bisnis Dino ini dan dia bilang, Dino sibuk banget, jadi kalau bisa jangan hubungin Dino dulu," beritahunya.
Raihan mengangguk-angguk.
"Sejujurnya, aku benci kalau jauh dari Dino gini," aku Merry. "Sebenarnya, dulu Dino pernah ninggalin aku buat kuliah di luar negeri gitu. Aku jadi rada trauma kalau dia pergi kayak gini." Merry meringis.
"Oh," gumam Raihan seraya menunduk. "Tapi, selama kamu sahabatan sama Dino, apa kamu nggak pernah sedikit pun ngerasa ... suka atau cinta sama dia?"
"Nggak mungkin, lah!" sembur Merry sembari tergelak. "Aku sama dia itu nggak mungkin jatuh cinta."
"Kamu yakin?" sangsi Raihan.
Merry mengangguk mantap. "Kami terlalu mengenal satu sama lain. Hal terburukku pun dia tahu. Dino pasti udah gila kalau sampai dia jatuh cinta sama aku," tandas Merry.
"Kamu nggak pernah tanya ke dia tentang perasaannya?" tanya Raihan.
"Dia itu bucin sama cinta pertamanya. Si Remmy itu. Waktu di bioskop dulu sebenarnya dia datang, tapi kalian belum sempat ketemu kan, ya? Dino waktu itu kayaknya lagi berantem sama Remmy makanya dia ngajak aku pulang tiba-tiba," urai Merry. "Maaf karena waktu itu aku nggak jujur ngejelasin semuanya ke kamu," tambah Merry.
Raihan menatap Merry selama beberapa saat, lalu mengangguk kecil.
"Tapi, menurutku Dino itu bodoh banget. Sebucin itu dia sama Remmy. Udah disakitin gitu, masih aja suka. Dulu, dia pernah ditolak. Si Remmy itu bilang katanya dia nggak berminat jatuh cinta sama Dino. Sombong banget! Kalau dilihat-lihat, Dino itu terlalu baik buat Remmy. Kurangnya Dino apa coba? Pinter, cakep, baik. Well, kadang emang dia nggak bisa bersikap manis, sih. Maklum, nggak pernah punya cewek. Tahunya belajar doang waktu sekolah dulu," cengir Merry
"Waktu dulu kita di SMA, kita gila-gilaan belajarnya. Aku nggak tahu, kok Dino sempat-sempatnya jatuh cinta sama Remmy. Aku bahkan nggak pernah ketemu Remmy di sekolah dulu. Padahal, dulu ke mana-mana Dino selalu sama aku. Kok aku bisa nggak tahu, ya?" Merry merengut.
"Tapi, nggak pa-pa, lah. Sekarang sih, aku cuma berharap Dino baikan sama Remmy atau ketemu cewek yang lebih baik. Dia selalu bilang kalau dia pengen aku bahagia. Padahal, aku juga pengen dia bahagia. Tapi, kenapa rasanya cuma aku yang bahagia, ya?" curhat Merry.
Merry menghela napas. "Ngomongin Dino gini, aku jadi kangen sama dia." Merry menatap ponselnya di meja. "Kenapa dia juga nggak ngehubungin aku sama sekali, ya? Apa dia beneran sesibuk itu?"
Sejujurnya, Merry merasa kesepian juga di rumah tanpa Dino.
***
Dino menatap ponselnya dengan muram. Ia ingin menghubungi Merry, tapi ia takut akan mengganggu Merry dengan Raihan. Sehari setelah Dino pergi, orangnya memberitahu jika Merry setiap hari pergi ke restoran Raihan. Berita itu sudah cukup membuat hatinya patah. Namun, ia lebih patah hati lagi karena Merry sama sekali tak menghubunginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bestfriend, My Husband (End)
RomanceFrom bestfriend to husband. Begitulah hubungan Merry dan Dino. Berawal dari perjodohan mereka, persahabatan mereka sejak TK merenggang. Namun, pada akhirnya mereka berakhir menjadi pasangan suami-istri. Merry berusaha memperbaiki persahabatannya de...