-20- Teman Baru

1.6K 156 38
                                    

-20-

Teman Baru

Remmy. Syvia benar-benar cerdas. Sayangnya, Merry tidak peka.

Dino lagi-lagi tersenyum geli teringat bagaimana Merry menyebutkan nama Remmy tadi.

"Bukan ini yang aku harapkan," ucap Wanda yang tadi ikut ke kantor Dino usai makan siang bersama Merry.

Dino menghela napas. "Aku udah ngasih jawabanku dan itu nggak berubah. Aku nggak tertarik lagi tentang CTF. Ya, itu impianku. Tapi, buat aku yang terpenting adalah kebahagiaan Merry. Jadi, aku minta kamu pergi dan jangan pernah lagi muncul di depanku atau di depan Merry."

"Kamu nggak takut aku akan ngebocorin rahasiamu ke istrimu?" ancam Wanda.

"Kalau kamu ngelakuin itu, aku juga akan ngelaporin kamu yang berusaha ngebobol data perusahaanku," Dino balik mengancam.

Wanda tampak geram. "Oke," dia mengalah. "Tapi, aku mau minta satu hal ke kamu untuk terakhir kalinya."

Dino menunggu.

"Tolong temani aku seharian besok. Setelah itu, aku akan pergi," ucap Wanda.

Dino berpikir sebentar, sebelum memutuskan untuk mengangguk. Hanya sehari, setelah itu Wanda akan pergi. Selama itu bisa memastikan Merry aman, Dino akan melakukan apa pun.

***

Semalam, Merry gagal memasak makan malam untuk Dino karena pria itu lembur di kantor. Ketika Dino pulang pun, Merry sudah tidur. Pagi itu pun, Dino tampak buru-buru pergi di tengah sarapan setelah membaca pesan masuk di ponselnya. Merry bahkan belum sempat menanyakan apa pun tentang cinta pertama Dino itu.

Usai sarapan, Merry naik ke kamarnya untuk bersiap pergi. Ia harus menceritakan pada Syvia tentang Remmy yang baru ditemui Merry kemarin. Sejujurnya, Merry tidak terlalu suka gadis itu. Dino bilang, dia baik, polos. Namun, dia ketus sekali ketika berbicara dengan Merry. Sepertinya dia tidak menyukai Merry. Well, Merry juga tak menyukainya.

Merry sudah selesai bersiap dan akan pergi ketika ada pesan masuk di ponselnya. Sebuah foto. Foto Dino dan seorang perempuan memasuki restoran. Itu cinta pertama Dino.

Merry merengut kecewa. Apa Dino meninggalkan sarapan dengan Merry demi sarapan dengan cinta pertamanya? Merry memperbesar foto itu untuk melihat nama restorannya, lalu memutuskan untuk pergi ke sana saja.

Dalam perjalanan, Merry terus memikirkan foto Dino dan si Remmy itu. Selama ini, Merry terbiasa menjadi yang nomor satu di hidup Dino. Agak sedih juga ketika tahu kini posisinya tergeser karena cinta pertama Dino. Yah, setidaknya sekarang Dino bisa bahagia.

Begitu tiba di pelataran parkir restoran, Merry turun dengan hati-hati, agak menunduk, khawatir Dino akan melihatnya. Merry melihat ke arah restoran berdinding kaca itu dan mencari Dino. Merry menemukan Dino duduk di salah satu meja di tengah restoran.

Merry mengendap-endap berjalan hingga di samping restoran. Merry langsung berjongkok ketika Dino menoleh ke arahnya. Merry menghitung sampai sepuluh sebelum perlahan mengintip. Masih dalam keadaan berjongkok, Merry bergerak mundur sambil terus mengintip.

Hingga tiba-tiba, tabrakan kuat dari belakang membuat Merry terdorong ke depan dan jatuh hingga lututnya mendarat di lantai teras restoran. Merry belum sempat melihat pelakunya ketika seorang pria tiba-tiba berlutut di depannya, tampak begitu cemas.

"Maaf, kamu nggak pa-pa?" tanya pria itu.

Merry tak langsung menjawab. Ia membenahi kacamatanya yang melorot dan menatap pria itu lekat, merasa familiar dengan wajah itu.

"Annyeong haseyo (Halo) ..." sapa Merry pada pria asing itu.

Pria asing itu mengerutkan kening bingung. "Kamu ngomong apa?"

Merry mengerjap dan tersadar. Pria ini mirip dengan salah satu aktor drakor yang pernah dia tonton.

"Kamu nggak pa-pa?" tanya pria itu lagi.

Merry menggeleng.

"Lututmu kayaknya lecet," ucap pria itu sembari menatap lutut Merry yang tak tertutup rok pendeknya. "Maaf ya, aku nggak merhatiin jalan dan nabrak kamu tadi," sesal pria itu.

Merry masih tak menanggapi. Lalu, pria di depannya itu melepas jaket yang dikenakannya dan ditutupkan di paha Merry.

"Kita ke dokter, ya? Kalau kamu nggak bisa jalan, aku bisa bantu gendong, atau gimana?" Pria itu tampak bingung.

Merry menatap jaket yang menutup pahanya dan tak dapat menahan keinginan untuk tersenyum. Pria ini ... manis sekali ....

"Kamu bisa jalan?" tanya pria itu lagi.

Merry melenyapkan senyumnya dan mendongak menatap pria itu. "Aku bisa jalan, kok. Cuma lecet ini," katanya.

Pria itu masih tampak merasa bersalah.

"Aku beneran nggak pa-pa, kok. Tapi ... kamu siapa?" tanya Merry pada pria itu.

"Oh, maaf, aku belum ngenalin diri." Pria itu mengambil sesuatu dari saku belakang celananya, sebuah dompet. Ia menarik selembar kartu nama dari sana dan memberikannya pada Merry.

Raihan Saputra. Rai's Kitchen. Itu kan ... nama restoran ini?

"Restoran ini ..."

"Iya, ini restoranku," ucap pria itu.

"Oh." Merry manggut-manggut.

Pria itu tersenyum. Manis. "Kamu mau masuk ke dalam? Kalau kamu nggak mau ke dokter, seenggaknya tolong izinin aku obatin lukamu," pinta pria itu dengan nada yang sama manisnya.

Merry akhirnya tersenyum dan mengangguk. Pria itu mengulurkan tangan, Merry tanpa ragu menyambutnya. Pria itu menariknya berdiri, tapi detik ketika Merry berdiri, Merry teringat sesuatu. Ia menoleh panik ke arah meja Dino sebelum kembali berjongkok, kali ini menarik tangan Raihan hingga dia ikut berjongkok juga.

"Kenapa? Kakimu sakit?" tanya Raihan khawatir. "Kamu nggak bisa berdiri?"

Merry menatap Raihan dan meringis, lalu menggeleng. "Kita ke dalamnya nanti dulu nggak pa-pa, kan?"

Raihan mengerutkan kening. "Kenapa?"

"Um ... aku masih pengen di sini aja," dusta Merry. "Kamu nggak perlu ikutan nunggu di sini, sih," ucap Merry, agak merasa bersalah.

Namun, Raihan kemudian tersenyum geli. Lalu, mengejutkan Merry, pria itu tiba-tiba duduk di teras sambil bersila menghadap ke arah jalan.

"Kamu ... kenapa malah duduk di situ?" tanya Merry bingung.

Raihan menoleh padanya. "Mana mungkin aku ninggalin cewek yang lagi terluka di sini sendirian. Apalagi, kamu terluka gara-gara aku."

Whoa whoa whoa! Batin Merry heboh. Pria ini manis sekali!

"Tapi, namamu siapa?" tanya Raihan.

Merry mengulurkan tangan. "Aku Merry," ucapnya.

Raihan menyambut uluran tangannya dan tersenyum. "Aku minta maaf karena pertemuan pertama kita kacau gini, tapi kalau kamu nggak keberatan, aku bersedia jadi temanmu sebagai permintaan maafku," ucap pria itu. "Dan sekadar informasi, biasanya aku nraktir temanku di restoranku sepuasnya."

Mata Merry berbinar bahagia ketika ia mengangguk. "Ya, aku mau! Sekadar informasi juga, aku suka daging lada hitam dan jus stroberi."

Raihan tertawa. "Aku akan bikinin itu spesial buat kamu."

"Kamu bisa masak?" takjub Merry.

Raihan mengangguk. "Kenapa? Kamu nggak bisa masak? Mau aku ajarin?"

Merry mengangguk antusias. "Mau banget!" Merry tersenyum lebar. "Wah, beruntung banget aku ketemu teman baru kayak kamu."

Raihan menatap Merry dan tersenyum. Senyum manis itu lagi. "Pertemuan kita kayak takdir, ya?" tanya pria itu.

Merry tertegun sesaat, kemudian tersadar. Perlahan, bibirnya melengkung tersenyum menyadari sesuatu. Ya, pertemuan ini bagai takdir. Seperti di drakor yang biasanya ia tonton. Dan mungkin ... pria pemilik senyum manis ini adalah cinta sejatinya.

***

My Bestfriend, My Husband (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang