I Hate Her Tears
Di tengah acara makan malam Dino dengan Erlan, tiba-tiba Syvia menelepon mengabarkan jika Merry ada di rumahnya dan sedang menangis. Hanya dengan informasi itu, Dino memutuskan untuk pulang dengan penerbangan tercepat malam itu.
Dengan bantuan Erlan yang sepupunya adalah CEO salah satu maskapai penerbangan, Dino mendapat tiket malam itu. Dino bergegas mengemasi barangnya, melemparkan barang-barangnya sembarangan ke koper dan pergi ke bandara diantar Erlan.
Penerbangan satu jam terasa begitu panjang bagi Dino. Ia tak bisa tenang karena terus khawatir tentang Merry. Apa yang terjadi padanya? Apa karena Raihan?
Pikiran Dino begitu kalut dalam perjalanan dari bandara ke rumah Syvia. Begitu ia tiba di depan rumah Syvia, ia langsung masuk ke rumah, meninggalkan koper dan barang-barang lainnya di halaman depan rumah.
Syvia sendiri yang membukakan pintu untuk Dino. Hal pertama yang diucapkan Dino adalah, "Merry?"
Syvia mengedik ke kamar tamu di lantai itu. "Dia bahkan nggak cerita apa pun ke aku. Makanya, aku hubungin kamu. Dari tadi dia masih nangis aja di kamar."
Dino mengernyit terluka mendengarnya. Hatinya terasa begitu sakit mendengar itu. Dino mengangguk kecil pada Syvia dan berjalan ke arah kamar yang ditempati Merry. Bahkan dari sini, Dino bisa mendengar suara tangisan Merry. Dadanya terasa begitu sesak dengan menyakitkan. Dino mengetuk pintu itu pelan.
"Mer, ini aku," ucap Dino. "Merry!" Dino memanggil lebih keras.
Lalu, pintu kamar itu terbuka. Tak ada yang lebih menghancurkan hati Dino daripada melihat air mata dan kesedihan di mata Merry.
"Mer, kamu kena–?"
Tamparan keras Merry di pipinya memotong kalimat Dino. Dino mengernyit. Merrynya, gadisnya, sahabatnya, cinta pertamanya, selama ini, semarah apa pun Merry padanya, tak pernah Merry memukulnya. Dino tak bisa membayangkan, seberapa besar kemarahan, kekecewaan, juga kesedihan yang dirasakan Merry karena dirinya.
"Aku benci sama kamu, No!" ucap Merry penuh kebencian sebelum menutup pintu kamar itu.
Dino menarik napas, tapi dadanya terasa sesak. Dino mencengkeram dadanya yang kemudian terasa begitu sakit. Dino menunduk ketika air matanya jatuh satu-persatu.
Dino merasakan tepukan penghiburan di bahunya. Ia tahu itu Syvia, tapi sahabatnya itu juga tak mengatakan apa pun, sebelum dia pergi. Memberi Dino kesempatan untuk menghadapi kesedihannya. Karena Syvia pasti tahu, saat ini, tak ada yang bisa menghibur Dino.
Hingga kemudian, ponsel Dino berbunyi. Ada nomor masuk yang belum tersimpan di ponselnya. Namun, Dino mengingat nomor itu. Nomor yang sempat dilihatnya ketika ia mencari informasi tentang Raihan.
Dino mengangkat teleponnya. "Halo?"
"Ini aku, Raihan," jawab Raihan.
"Aku tahu," sahut Dino dingin.
"Merry bilang, kamu lagi di luar kota, tapi aku rasa kamu perlu tahu. Sesuatu terjadi dan ..."
"Apa kamu yang bikin Merry nangis?" tuntut Dino.
"Itu ... sebenarnya, tadi Merry ke restoranku dan lihat aku sama Wanda. Aku belum sempat ngejelasin ke dia dan dia udah pergi sampai ninggalin mobilnya di sini. Kuncinya juga masih di mobilnya. Kalau kamu kasih tahu alamat rumahmu, aku bisa ..."
"Nggak perlu," potong Dino. "Aku ke restoranmu sekarang."
Dino mematikan sambungan telepon dan bergegas pergi ke restoran Raihan dengan taksi. Dino menghela napas memikirkan kata-kata Raihan tadi. Jadi, Merry sudah tahu tentang Raihan dan Wanda. Ia juga pasti sudah tahu jika Dino tahu dan menyembunyikan kebenaran itu darinya. Pada akhirnya, Dinolah yang menyakiti Merry.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bestfriend, My Husband (End)
RomanceFrom bestfriend to husband. Begitulah hubungan Merry dan Dino. Berawal dari perjodohan mereka, persahabatan mereka sejak TK merenggang. Namun, pada akhirnya mereka berakhir menjadi pasangan suami-istri. Merry berusaha memperbaiki persahabatannya de...