-26- Should I Let You Go?

1.9K 190 110
                                    

Should I Let You Go?

Setelah semalam Dino tidur di ruang kerja karena Merry mengunci pintu kamar mereka, pagi itu Dino naik ke kamarnya untuk mengajak Merry sarapan. Namun, ia melihat setelan kantornya yang sudah tergantung rapi di gantungan baju, digantungkan di handle pintu kamarnya.

Dino menghela napas. Bahkan hal kecil dari Merry seperti ini saja membuat Dino merindukan gadis itu. Namun, melihat apa yang Merry lakukan, itu berarti gadis itu masih tak ingin melihat Dino. Setidaknya, dia masih sempat memikirkan pakaian kerja Dino.

Dino pun mengambil stelan kantornya dan turun ke bawah untuk bersiap ke kantor. Begitu Dino akan berangkat ke kantor, ia berpesan pada pelayan rumahnya untuk memanggil Merry sarapan dan memberitahukan Merry jika Dino sudah pergi. Meski begitu, ketika Dino masuk di mobilnya, ia menunggu selama beberapa saat sampai tirai kamarnya terbuka.

Dilihatnya seorang pelayan membuka tirai. Tak lama kemudian, dilihatnya Merry berhati-hati mendekat ke jendela kaca besar kamar mereka, mengintip. Tak ingin membuat Merry malu, Dino segera melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumah.

Meski hatinya terasa berat meninggalkan Merry ketika hubungan mereka seperti ini. Dino hanya ingin melihat Merry tersenyum dan bahagia. Terlalu banyakkah itu?

Dino menghela napas berat memikirkan Merry. Semalam ia mencari informasi tentang Wanda dan Raihan. Ternyata, Raihan adalah sepupu Wanda. Ini pasti ulah Wanda. Namun, bagaimana Dino akan mengatakannya pada Merry?

Bagaimana caranya Dino mengungkapkan kebenaran ini tanpa menyakiti atau membuat Merry patah hati? Apa sebaiknya Dino menyembunyikannya dari Merry? Namun, Dino juga tak mungkin membiarkan Raihan yang telah menipu Merry ada di samping gadis itu. Sialan pria itu!

Kali ini, Dino tak akan tinggal diam karena perbuatan Wanda ini. Dino bisa terima jika dirinya yang terluka. Namun, ia tidak akan pernah terima jika Merry terluka.

Saat mobil Dino berhenti di lampu merah dekat kantornya, sekretarisnya menelepon.

"Halo?" Dino berbicara setelah mengangkat telepon

"Selamat pagi, Pak. Ini di kantor ada tamu yang mencari Pak Dino. Dia bilang namanya Pak Raihan. Apa Bapak mau menemuinya sekarang atau perlu saya buat janji temu dulu?"

"Aku udah dekat kantor. Suruh dia nunggu di ruanganku," jawab Dino.

"Baik, Pak."

Dino memutus telepon setelah mendengar jawaban sekretarisnya. Begitu lampu berganti hijau, Dino melajukan mobilnya dengan cepat menuju kantornya. Dino masih belum puas menghajar Raihan semalam. Baguslah pria itu datang sendiri padanya.

Tiba di kantor, Dino bergegas pergi ke ruangannya sampai mengabaikan sapaan para karyawan. Begitu masuk ke ruangannya, Dino melihat Raihan duduk di sofa dengan tangan bertaut di atas pahanya dan kepala tertunduk. Dino menghampiri pria itu dan menarik kerah kausnya hingga dia berdiri.

Namun, sebelum Dino sempat melemparkan makian padanya, pria itu berkata, "Aku nggak tahu."

Dino mengerutkan kening.

"Aku nggak tahu kalau Merry udah nikah. Wanda cuma minta aku dekatin Merry, dan aku setuju karena dia bilang Merry ganggu hubungannya sama pacarnya. Aku nggak tahu hubungan kalian yang sebenarnya, sampai beberapa waktu lalu. Tapi, aku tulus sama Merry. Dan aku ... beneran suka sama Merry. Maaf."

Cengkeraman Dino di kerah kaus Raihan terlepas. Tangannya jatuh ke sisi tubuhnya. Seharusnya Raihan tidak mengaku semudah ini. Seharusnya Dino yang membongkar kebohongannya. Seharusnya Raihan tidak meminta maaf. Dan seharusnya ... Raihan tak tampak setulus ini.

"Maaf, aku benar-benar nggak tahu kalau dia udah nikah. Tapi, dia bilang, kalian nikah karena dijodohin. Dia bilang, kalian cuma sahabat. Karena itu, tolong kasih aku kesempatan ..."

"Aku suka sama Merry," potong Dino. "Aku cinta sama dia. Jauh sebelum kamu datang. Hampir seumur hidupku. Kami udah bersahabat sejak TK dan aku nggak tahu mulai kapan aku suka sama dia. Tapi, bahkan dulu, sejak kami masih kecil, aku paling benci lihat Merry terluka. Hampir seumur hidupku ... Merry adalah segalanya."

Raihan mengernyit, lalu mengangguk kecil dan mundur. "Maaf, aku yang salah. Aku seharusnya tahu diri dan mundur waktu dia bilang dia udah nikah. Apa pun alasannya."

Dino mengepalkan tangan erat. "Jangan," cegah Dino. "Jangan pergi ke mana pun dan tetap di sampingnya Merry."

Raihan mengerutkan kening bingung.

"Merry ... suka sama kamu," aku Dino. Hatinya hancur ketika mengucapkan itu. Ia berbalik, tak sanggup menghadapi kekalahannya.

"Kamu ... bilang apa?" Raihan terdengar bingung dan terkejut.

"Merry suka sama kamu. Jadi, tetap di sampingnya dan jaga dia. Buat dia bahagia," pinta Dino. Ia memejamkan mata ketika hatinya seolah tergores. Berkali-kali. "Aku emang cinta sama Merry. Karena itu, aku cuma pengen lihat dia bahagia. Bahkan meski aku nggak ada di sampingnya."

"Kamu ... yakin?" Raihan bahkan mempertanyakan keputusan Dino.

Namun, Dino menjawab tegas, "Ya. Selama kamu nggak nyakitin Merry, kamu bisa ada di sampingnya. Buat dia bahagia."

Biarlah hati Dino saja yang hancur. Jangan Merry. Dino siap menanggung semua luka di dunia ini asal Merry bisa tersenyum. Hampir seumur hidupnya, Dino hidup seperti itu. Hidup untuk melihat Merry bahagia. Bahkan meski ia harus terluka.

***

Setelah Dino pergi tadi, Merry baru pergi mandi sebelum turun untuk sarapan. Namun, Merry yang baru selesai sarapan terkejut ketika melihat Dino yang tiba-tiba muncul di ruang makan. Apa Merry berhalusinasi?

"Bisa kita ngomong sebentar?" Dino bertanya, dan itu bukan halusinasi Merry.

"Ngomong apa?" sahut Merry ketus kemudian.

"Kita omongin di ruang kerjaku." Dino pun berbalik dan pergi lebh dulu.

Meski masih kesal pada Dino, tapi Merry akhirnya mengikuti pria itu ke ruang kerjanya.

"Mau ngomongin apa?" tuntut Merry begitu mereka sudah berada di ruang kerja Dino. "Kamu mau ngelarang aku ketemu Raihan lagi?" sinisnya.

Dino menggeleng. "Aku harus pergi keluar kota buat urusan bisnis selama seminggu," ucap Dino. "Selama aku pergi, tolong pikirin dengan serius tentang perasaanmu ke Raihan."

Merry mengerutkan kening. "Maksudmu ..."

"Aku akan ngedukung kamu sama Raihan," ucap Dino. "Kalau kamu suka sama dia, kamu bahagia sama dia, aku akan ngedukung kamu, Mer. Bahkan, kalau kamu ... mau nikah sama dia juga ... aku akan ngedukung." Dino tersenyum kecil.

Merry yang mendengar itu tentu terkejut. "Kamu ... serius, No?"

Dino mengangguk.

Merry bersorak gembira dan menghambur memeluk Dino. "Makasih, Dino .... You're my best best best bestfriend. Saranghae, Dino ..."

Merry akan melepas pelukannya, tapi Dino malah memeluknya. Pria itu membungkuk dan mendaratkan kepalanya di pundak Merry.

"Buat kamu, aku bisa ngasih seluruh dunia, Mer. Karena itu, kamu harus bahagia," ucap Dino tulus.

Merry terharu mendengarnya dan memeluk Dino erat. "Aku bahagia, No. Aku bahagia banget. Berkat kamu, aku bahagia. Makasih banget ya, No. Aku sayaaang banget sama kamu."

"Aku juga, Mer. Aku sayang kamu, lebih dari yang kamu tahu," balas Dino. Namun, suaranya terdengar sedih.

Merry hendak menarik diri, tapi Dino menahannya. Pria itu mengeratkan pelukannya. Dino ... baik-baik saja, kan?

***

My Bestfriend, My Husband (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang