33. Penyesalan

1.1K 143 8
                                    

•••

Rama dan Esther kini berada di
tempat tinggal Tania untuk menginap. Rumah bernuansa scandinavian modern ini sangat membuat Esther nyaman. Ia juga senang sekali karena Malam ini akan tidur di samping mamahnya.

“Jadi waktu Rama selametin aku dari pernikahan itu, Rama ambil jurnal ini, Mah.” Esther sedang menceritakan kejadian penyelamatan yang dilakukan Rama pada Tania.

“Padahal kamu nggak perlu ngelakuin ini lho, Ram. Nyawa kamu lebih berarti daripada jurnal ini,” tambah Esther sambil menatap Rama yang duduk di seberang sofa. Cowok itu tengah membaca komik di tangannya.

“Keduanya sama-sama berarti buat Kakak,” ucap Rama namun matanya masih fokus pada komik di tangannya itu.

“Ini cuma jurnal Ram. Nggak bernyawa.”

“Jurnal itu punya isi Kak. Ada cita-cita dan puisi Kakak di sana.”—Rama menutup komik di tangannya, lalu menatap lurus Esther—“Rama baca semua isinya. Puisi itu ada air mata Kak Esther. Rentetan kata-kata itu jadi bernyawa karena Kakak menulisnya dengan perasaan.”

“Lebay,” gumam Esther dengan bibir mengerucut.

Tania yang duduk di sebelah Esther mengusap punggung anaknya itu lembut. “Jadi bagaimana Esther? Mama tahu kamu sangat menyukai Oka.”

“Mamah kenapa ganti topik yang itu sih?”

“Lho, Mamah kan cuma tanya aja. Kamu kalau serius sama Oka, nanti biar Mamah yang urus semuanya.”

“Apa yang mau diurus?” tanya Esther.

“Pernikahan kalian. Apa lagi?”

“HAAA?!” Esther memekik keras mendengar ucapan Tania barusan. “Aku nikah? Sama Oka?”

“Ya iyalah sayang. Mamah baca puisi kamu buat Oka di jurnal itu. Biarpun kamu nggak tulis nama Oka di sana. Siapa pun yang kenal kalian pasti sadar kalau puisi galau kamu itu buat Oka.”

“Nanti kita tulis cita-cita pernikahan kamu dan Oka di sana ya. Uuh Mamah udah nggak sabar. Mamah pengin nanti kamu nikah di outdoor gitu,” lanjut Tania.

“Mamah!” tegur Esther sambil menutup wajahnya.

Rama terdengar terkekeh. Melihat rona merah di wajah Esther membuatnya ingin menggoda kakaknya itu. “Cieee, udah direstuin tuh sama Mamah.”

“Apa sih!” Esther merengut.

“Oka orang yang baik,” ucap Tania terdengar lembut, “mungkin selama ini kamu mengenal Oka jahat, karena yang kamu tahu dia adalah tangan kanan papah kalian. Tapi tanpa kalian sadari, Oka sebenarnya sedang melindungi kamu dan Rama dari papah kalian.

“Oka terpaksa membuat dirinya terlihat jahat di depan kamu, agar kamu tidak mau menemuinya. Dengan begitu, kamu juga pasti akan enggan untuk menemui papah mu. Semua itu Mamah yang suruh.”

NEIGHBORHOOD [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang