27. Beratnya Rasa Rindu

1.1K 153 10
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Suara detak jarum jam seolah tahu kecanggungan yang terjadi antara Piony dan Esther. Suara detak itu memenuhi ruang tengah yang sepi. Piony sesekali menatap ponselnya yang berlayar gelap. Esther sedang menatap hampa cangkir berisi teh di tangannya. Tadi Piony sudah menawarkan Esther untuk menonton televisi jika gadis itu bosan, tetapi Esther menolak. Dan akhirnya, keduanya malah terkurung dalam kecanggungan.

Arfan kok nggak ada kabar ya, batin Piony merasa khawatir. Ah, tidak! Lebih tepatnya, Piony mengkhawatirkan Rama. Ia menunggu Arfan untuk mengabarinya kondisi Rama saat ini.

Piony dan Esther menoleh serentak ke arah pintu apartemen. Piony cepat-cepat menuju pintu apartemennya saat belnya berbunyi. Perasan Piony berdebar saat membuka pintu. Semoga ini Rama.

Dan benar. Kini, Piony bisa bernapas dengan lega. Rama terlihat baik-baik saja, walaupun di wajahnya ada beberapa luka memar dan peluh tercetak di wajah tampannya. Senyuman cowok itu tersungging, membuat sudut bibir Piony ikut menampilkan senyum yang sama.

“Syukurlah ... ” gumam Piony.

“Rama?” Suara lemah Esther mengalihkan pandangan Rama pada Piony.

Raut wajah Rama berubah sendu. Melihat itu, Piony bergeser dari depan pintu, memberi ruang pada Rama untuk bisa mendekat pada kakaknya.

“Kak ....” Rama berhambur ke dalam pelukan Esther. Seketika, tangisan keduanya pecah.

“Rama, maafin Kakak.” Esther semakin mengeratkan pelukannya. Ia sangat merindukan adiknya itu. Ia juga sangat menyesali perbuatannya. Esther menyesal karena telah mengambil keputusan yang keliru.

“Syukurlah, Rama masih sempat bawa pulang Kakak,” lirih Rama, “jangan pergi lagi, ya, Kak.”

Esther mengangguk di sela tangisnya. “Kakak janji nggak akan tinggalin kamu lagi. Maaf, Ram. Maafin Kakak. Kakak ini payah, nggak bisa apa-apa. Kakak cuma nyusahin kamu doang. Maafin Kakak—”

“Sttt ... udah jangan minta maaf terus, Kak. Harusnya Rama yang minta maaf karena nggak bisa jagain Kakak. Padahal, Rama udah janji sama mama untuk jagain Kakak. Maafin Rama, Kak. Maaf atas semua kebodohan Rama. Rama janji nggak akan kurung Kak Esther di kamar lagi. Dan Rama ... nggak akan kasih Kakak obat itu lagi.”

NEIGHBORHOOD [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang