34. Monopoli

1.1K 136 11
                                    

••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lembar demi lembar halaman komik yang sedang Piony baca terasa makin membosankan. Bukan karena isi cerita komik itu yang tak menarik, tapi sudah hampir lima belas menit Piony berdiam di halte depan sekolahnya. Berharap angkot yang ia tunggu datang dan membawanya pergi dari sekolahnya ini.

Mata Piony memperhatikan setiap kendaraan yang berlalu lalang di depan matanya. Angkot yang biasa menampungnya untuk pulang ke rumah tak kunjung lewat di depan matanya. Hingga pandangan Piony teralihkan ke arah seberang jalan, tepatnya kesebuah mobil yang berhenti di tepi jalan.

Kening Piony mengerut melihat ke dalam mobil itu. Tanpa harus menggunakan kacamata, Piony mampu melihat dengan jelas beberapa pria di dalam mobil itu terasa seperti tengah memperhatikannya.

Piony tak mau berburuk sangka, jadi ia menoleh ke belakang mencari orang lain yang mungkin menjadi objek  para pria tersebut. Tapi Nihil. Di halte itu hanya ada Piony seorang diri. Apa mungkin mereka tengah mengamati Piony saat ini? Jika benar, Piony mulai merasa ketir. Apa lagi tampilan para pria itu terlihat seperti bukan orang baik-baik.

“HOI!”

Piony terlonjak kaget. Ia hampir menjatuhkan komik di tangannya saat seseorang menepuk pundaknya sambil berteriak di depan telinga Piony.

Alia terdengar tertawa puas karena berhasil membuat Piony terkejut.

“Biasa aja dong, Pi! Emang gue setan apa?!” kekeh Alia.

“Apaan sih, Al?! Bisa nggak panggilnya nggak usah teriak terus tepuk pundak gue kayak gitu, ha?!” Piony melotot ke arah Alia. Bukannya takut, Alia justru makin puas tertawa keras.

“Ya maaf. Habis lo gue panggilin dari jauh nggak nyaut-nyaut. Ya udah gue iseng jadinya,” kata Alia, “lo kenapa? Gue perhatiin tadi lo bengong aja di pinggir jalan. Hati-hati, Pi! Lo tahu kan sekarang banyak orang udah mulai gila. Bukan duit aja yang bisa dibegal, tapi payudara lo juga bisa.”

Piony refleks mundur beberapa langkah dari trotoar dan menutupi dadanya dengan komik di tangannya. “Jangan takut-takutin gue deh! Mana kayaknya gue diperhatiin sama om-om di dalam mobil lagi.”

“Eh, masa?! YANG MANA MOBILNYA HAH?! GUE LAPORIN KE POLISI DAN NETIZEN INDONESIA, SINI!” Alia berseru sangat keras. Tangannya terkepal dan mengayun di udara.

“Apa sih lo jangan teriak-teriak!” Piony membukam mulut Alia dengan komik di tangannya. “Kalau mereka merasa terancam dan samperin kita gimana?”

“Ya udah, kasih tahu gue orangnya di mana biar gue tegur Pi,” kata Alia dengan mulut terhalang komik tersebut.

“Mobil hitam di seberang jalan. Di dalam mobil ada om-om lima orang pakai baju hitam semua.”

“Di mana? Nggak ada mobil di seberang jalan Pi. Sepi.”

Piony dengan cepat menoleh ke arah seberang jalan di mana mobil itu berhenti. Dan benar kata Alia. Di sana tidak ada mobil yang terparkir. Kemana mereka pergi? Pikir Piony.

NEIGHBORHOOD [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang