41. Tawa

1K 137 3
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Kepalan tangan Rama tampak sangat erat. Malik yang menatapnya hanya diam, lalu menepuk pundak Rama pelan.

"Jangan gegabah, Ram!" tegur Jargo.

Rama membuang napasnya kesal. Raut wajahnya yang bengis saat menatap Tora, membuat Jargo dan Malik saling bertukar pandang. Mereka amat mengerti betapa khawatirnya Rama pada Piony.

"Gue ngerti banget sama perasaan lo, Ram. Kita juga khawatir sama Piony, tapi—"

"Khawatir gue sama kalian beda," sela Rama, memotong ucapan Jargo.

Malik menahan dirinya untuk tak terkekeh. Di situasi seperti ini, Sergi pasti akan meledek kebucinan Rama. Untung saja anak itu tidak ada di sini. Dan sepertinya, Sergi juga tidak akan mendengar suara Rama dari earphonenya, karena suara musik yang amat kencang.

"Lo suka sama dia? Oke, gue paham, tapi jangan sampai rasa suka lo ngebahayain lo, Ram." Malik mencoba menasihati, namun sepertinya usahanya gagal.

"Sekarang gue tahu alaynya orang jatuh cinta. Rela mati buat orang yang dia sayang. Buta karena cinta." Rama berdecih disela senyum hambarnya. "Dan sepertinya, gue ada di fase itu. Gue rela mati buat nyelametin Piony."

Malik menurunkan tangannya dari pundak Rama. Ia kemudian menoleh ke arah Jargo dan bertanya apa yang akan mereka lakukan lewat tatapan mata.

Jargo menepuk pahanya keras. "Oke! Emang nggak ada waktu buat diam aja di sini! Kita keluar! Resiko kita tanggung sendiri nantinya."

"Yang ada di luar, siap-siap! Jangan kasih ampun ke si Tora!" perintah Jargo memulai pertempuran panjang di Malam ini.

•••

"Bawa dia keluar!" perintah Tora pada pria bercodet yang kini Piony ketahui bernama Beno.

Tanpa menjawab apa pun. Beno keluar dari mobil, lalu membuka pintu di sebelah Piony. Ia menarik Piony keluar cukup kasar, membuat Piony menjerit dan meringis kesakitan.

Mulut dan pergelangan Piony terikat. Ia tak menyangka kalau adegan yang selama ini Piony lihat di sinetron dialami oleh dirinya sendiri.

"Jangan melawan," bisik Beno.

Rasa amarah lebih dominan dari rasa takut Piony. Mata gadis itu menatap nyalang ke arah Beno dengan sisa air mata yang membekas di sudut matanya.

"Jalan." Suara dingin dari arah belakang Piony mendorong Beno untuk menarik lengan cewek itu untuk segera melangkah. 

Piony berjalan dengan terpaksa. Meronta pun percuma karena tubuhnya mulai tak ada tenaga. Untung saja ada sedikit kebaikkan Tora dengan memberinya sepasang flat shoes hitam untuk Piony kenakan.

NEIGHBORHOOD [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang