Bug!
Lagi-lagi Fateh memberikan bogemnya tepat di pipi sebelah kiri Nathan. Kini dirinya, Saaih dan Muntaz tengah berada di markas Nathan. Susah payah mereka menemukan tempat ini, akhirnya mereka mendapatkan alamatnya dari seorang warga daerah sana. Letak markasnya yang lumayan jauh dari Jakarta, membuat siapa saja sangat susah menemukan alamatnya. Untungnya, Fateh dan kedua sahabatnya sangat pintar, jadi mereka sedikit lebih mudah dalam hal menemukan alamat seseorang.
"Maksud lo apa buat Fatim kaya gini, anjing?!"
"Emang kenapa? Lo mau marah? Emang lo siapanya Fatim."
Jleb!
Seketika Fateh membeku ditempat, perkataan Nathan barusan, kini kembali terngiang di pendengarannya. Dia baru sadar, bahwa sekarang, dia bukanlah siapa-siapa Fatim lagi. Lantas, atas dasar apa dia harus murka terhadap Nathan.
"Teh, jangan terpengaruh sama dia! Lo itu masih bagian dari kita, lo sahabat kita." sanggah Saaih.
"Iya, Teh. Lo sahabat Fatim juga, Fatim berharap lo bisa selesain masalah ini." sambung Muntaz.
Fateh kembali berpikir, apa iya Fatim menganggapnya sebagai sahabat. Setelah apa yang dia lakukan terhadap gadis itu, apa dia mau kembali menerima Fateh, walau bukan sebagai kekasih lagi. Kini rasa ragu kembali menghantui Fateh, ragu kalau Fatim menganggapnya sebagai sahabat.
"Kalo emang Fatim ngga mau maafin lo, anggap aja ini permintaan maaf lo sama dia."
#$#
Bel istirahat sudah berbunyi, namun sedari tadi, kelas yang dihuni Fatim belum juga diperbolehkan keluar. Bu Tuti, guru bahasa Indonesia itu tampaknya tidak memperdulikan suara bel yang sejak tadi menggema di seluruh sekolah. Sepertinya dia sudah terlalu nyaman menjelaskan pelajarannya. Tapi, hanya dia yang merasa nyaman, siswanya tidak. Ayolah, perut mereka sudah menipis akibat cacing-cacing yang kelaparan itu.
Saat bu Tuti mengucapkan salam perpisahan, saat itu juga seluruh siswa merasa senang. Jika perpisahannya dengan bu Tuti, tidak akan ada air mata yang jatuh, tidak akan ada hidung yang memerah, yang ada hanyalah senyum manis yang tercetak di bibir seluruh siswa.
"Akhirnya dia keluar," kata Kevin.
"Tuli kali tu kuping, yak? Bel bunyi, kagak denger." sewot Iyyah yang paling kelaparan.
Mereka berempat langsung menuju kantin. Namun, sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya siswa-siswi yang melewati mereka melemparkan cacian pedas yang ditujukan pada Fatim. Sedangkan Fatim, gadis itu hanya bisa menunduk dalam dan terpaksa menerima cacian itu. Toh, itu semua adalah kebenaran, bukan gosip ataupun hoax.
"Jangan denger, Tim." kata Kevin sambil menutup kedua telinga Fatim.
Fatim hanya memutar bola matanya malas, itu adalah salah satu hal yang selalu Kevin lakukan jika ada yang mencaci Fatim. Walaupun tidak ada gunanya, sebab Fatim masih bisa mendengarnya.
"Gue bisa denger, Vin."
"Yaudah, deh." Kevin pun menurunkan tangannya dari telinga Fatim.
Sampai di kantin, mereka langsung mencari tempat duduk yang kosong dan Kevin langsung memesankan mereka makanan. Saat mereka bertiga tengah asik bercanda ria, seseorang menggebrak meja dengan sangat keras, membuat meja mereka seketika menjadi pusat perhatian kantin.
Ketiga nya langsung mendonggak secara bersamaan. Seketika Iyyah dan Soleha langsung melebarkan kedua mata mereka. Soleha langsung mengusap kedua matanya berkali-kali, menyesuaikan penglihatannya, apakah benar yang dia lihat ini. Sedangkan Iyyah, cewek itu masih terdiam sambil memperhatikan seseorang itu dari atas sampai bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fateh Ngeselin [√]
Teen FictionSeorang Fatim yang sangat kesal dengan Fateh yang selalu buat mood dia hancur, ternyata lambat laun meletakkan hati pada Fateh. Siapa sangka yang dulu nya sangat kesel dengan Fateh, sekarang jadi cinta. Tapi sayang, kisah cinta mereka terlalu ditont...