Sosok cowok yang Fatim tidak ketahui namanya itu, kini membawanya ke sebuah rumah tua yang sudah tidak terpakai lagi.
Pagarnya sudah dililit oleh tanaman liar, atapnya banyak yang bolong, halamannya yang sudah di penuhi sampah daun kering.
Cowok itu turun dari motornya, setelah Fatim benar-benar turun. Cowok itu melepas helm dan jaketnya, lalu dia sampirkan di motornya.
Fatim menoleh ke belakang, ternyata rombongannya cowok itu sudah tidak mengikuti mereka lagi.
"Ikut gue."
Saat cowok itu ingin meraih tangan Fatim, gadis itu menjauhinya. Cowok itu menoleh ke arah Fatim dengan kening berkerut.
Fatim menundukkan kepalanya, membuat cowok itu makin bingung. Pasalnya, Fatim selalu melakukan hal itu setiap bersamanya.
Cowok itu dengan sangat berani meraih dagu gadis itu. Perlahan, Fatim mengangkat kepalanya.
"Lo sakit?" Fatim menggeleng.
"Ayo, masuk." lagi-lagi Fatim menggeleng.
"Why?"
"Em ... Hm ... Gu-gue ... " kini kegugupan melanda Fatim.
"Kenapa? Lo takut?"
Fatim diam. Sejujurnya, apa yang dikatakan cowok itu benar. Fatim takut, dia tidak ingin kejadian waktu itu kembali terulang.
Fatim tidak ingin mengecewakan keluarganya lagi, hanya gara-gara kecerobohannya.
"Gue ngga brengsek." katanya seakan tau apa yang Fatim pikirkan.
"Ayo." cowok itu kembali menarik Fatim dan kali ini tidak ada penolakan terhadap Fatim.
Cowok itu membawa Fatim ke halaman depan rumah tua itu. Langkah kakinya dan langkah kaki Fatim, bersatu dengan suara daun kering yang mereka pijak.
Fatim mengedarkan pandangannya, sebenarnya halaman depan rumah ini sangat indah jika bisa dirawat dengan baik.
Pohon-pohon yang tertanam di depan rumag tua ini, masih berdiri dengan kokoh. Bahkan, daunnya sangat lebat dan indah jika terkena tiupan angin.
Bisa Fatim bayangkan, jika dia membangun rumah pohon di atas sana. Fatim yakin, pemandangannya sangat indah jika dilihat dari atas.
Tanpa terasa, mereka berdua sudah sampai di dalam rumah tua yang kumuh itu. Fatim tidak menyangka, ternyata semua perabotannya masih ada di dalam.
Hanya saja, seluruh perabotannya di tutupi kain putih yang sudah berdebu. Peletakannya pun, sangat rapi, seperti rumah berpenghuni pada umumnya.
Fatim menatap cowok itu, yang kini tengah berjalan ke sebuah pigura foto yang terpajang disana. Fatim mengikuti cowok itu dari belakang.
Cowok itu mengambil pigura itu dan menatapnya intens. Kening Fatim berkerut ketika melihat wajah dua orang anak kecil yang ada di dalam foto itu.
"Ini gue." katanya menunjuk salah satu anak kecil yang memakai baju biru.
"Yang ini?" Fatim menunjuk anak kecil berpakaian merah.
"Dia sahabat gue, yang hilang dua belas tahun lalu."
Fatim hanya mangut-mangut. Sekarang dia mengerti, kenapa cowok itu membawanya kemari. Sepertinya, dia merindukan sahabatnya yang hilang itu.
Samar-samar, Fatim bisa mendengar isakan tangis dari cowok ini. Entah dapat dorongan dari mana, tangan Fatim terangkat mengelus bahu cowok itu.
Bukan bermaksud apa-apa, hanya saja Fatim ingin memberikan semangat pada cowok ini. Feeling Fatim mengatakan kalau dia adalah cowok baik.
Setelah itu, cowok itu mengajak Fatim menuju halaman belakang. Betapa terkejudnya dia, saat melihat pemandangan di belakang rumah tua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fateh Ngeselin [√]
Teen FictionSeorang Fatim yang sangat kesal dengan Fateh yang selalu buat mood dia hancur, ternyata lambat laun meletakkan hati pada Fateh. Siapa sangka yang dulu nya sangat kesel dengan Fateh, sekarang jadi cinta. Tapi sayang, kisah cinta mereka terlalu ditont...