Part 44

2.2K 186 104
                                    

"Gue mau, kita balikan."

Perkataan Fateh dirumah sakit masih Fatim ingat sampai sekarang. Suara Fateh, serasa terputar kembali di otaknya seperti kaset rusak.

Jujur, Fatim masih ragu jika harus menerima permintaan cowok itu. Sempat dia menawarkan permintaan lain, namun yang namanya Fateh, keras kepala. Apa yang sudah menjadi keputusannya, tidak ada yang bisa membantah.

Seketika Fatim merasa pusing berat, dia tiba-tiba teringat sesuatu. Lalu, dia mulai beranjak dari tempat tidurnya dan berlalu menuju meja makan, yang kini sudah diisi bang Thor dan kedua orang tuanya.

"Malam, umi, abi, bang Thor."

"Malam." jawab mereka bersamaan.

Fatim memilih duduk di samping bang Thor, tepat di depan uminya. Seketika tatapan mereka berubah menjadi sendu, ketika Fatim bergabung dengan mereka.

Fatim tau, apa yang tengah mereka pikirkan. Fatim yakin, mereka tengah memikirkan dirinya.

Fatim mengambil sebuah amplop yang dia bawa dari kamarnya. Dia meletakkan amplop itu di tengah-tengah. Semua yang ada di meja makan langsung menatapnya aneh.

"Abi, buka." pinta Fatim.

Sang abi langsung mengambil amplop tersebut dan perlahan membukanya. Entah kenapa, Fatim merasa jantungnya kini berpacu lebih cepat dari biasanya.

Abinya perlahan membaca kertas dengan logo rumah sakit tersebut.

"Sakit apa lo?" tanya bang Thor yang sedikit mengintip.

"Ngga."

"Trus, itu?"

"Liat aja ntar."

Seketika wajah abi, yang tadinya sendu, kini berubah menjadi wajah yang Fatim rindukan.

"Kenapa, bi?" tanya umi yang sejak tadi diam.

"Fatim, ini beneran?" kata abi tanpa menjawab pertanyaan umi.

"Iya."

"Alhamdulillah." ucap abi bersyukur.

Umi yang tingkat keponya sudah di atas rata-rata, langsung mengambil kertas itu dan membacanya. Seketika umi langsung melebarkan senyumnya dan langsung memeluk Fatim.

"Jadi, kamu ngga kenapa-kenapa, nak."

"Iya, umi."

Karena Thoriq kesal, tidak tau apa-apa. Dia langsung mengambil kertas yang dari tangan umi. Katakan saja Thoriq durhaka, namun dia sudah sangat kepo.

Dia membaca kertas itu dari atas sampai bawah. Dia kembali mengulang bacanya. Sedetik kemudian, dia memandang Fatim yang tengah tersenyum menatapnya.

"Jadi, lo ... "

"Yes, gue ngga kenapa-kenapa."

"Akhirnya!"

Teriakan Thoriq menggema diseluruh sudut ruangan. Dengan kilat, dia langsung memeluk tubuh adiknya itu erat.

"Adek gue ternyata baik-baik aja."

"Iya, tapi gue bisa mati." Thoriq pun melepas pelukannya.

"Maaf."

#$#

Pikiran Fateh masih melayang ke kejadian di rumah sakit malam itu. Sungguh, dia merasa menyesal telah mengatakan itu pada Fatim.

Dia berpikir, tidak mungkin Fatim akan kembali menerimanya. Dia yang notabene sudah menggoreskan luka ke hati cewek itu.

Ingin rasanya Fateh memutar waktu, kembali ke masa lalu. Masa dimana dia selalu berada di samping Fatim.

Fateh Ngeselin [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang