"Saya Timmy Zazasya. Alasan saya memilih masuk SMA Purnama karena orang tua saya alumni di sini juga. Kata Papi, saya harus masuk di sini biar bisa jadi generasi penerus turun-temurun. Ngomong-ngomong, nama saya terlalu ribet dan panjang, kalian bisa manggil saya Tiga." Timmy tersenyum sumringah setelah menyampaikan perkenalan sekaligus curhatan singkatnya.
Tidak ada siswi baru yang memiliki kepercayaan diri tinggi sepertinya. Timmy itu gadis yang langka. Limited edition!
Saat ini, ia sedang berdiri di depan kelas. Di dadanya tersampir sebuah karton berukuran persegi panjang berisi nama lengkapnya.
"Coba sebutkan salah satu hobby kamu," ucap seorang anggota OSIS di sampingnya.
Timmy tersenyum, sebelum akhirnya menjawab, "Hobby saya ... jatuh," ucapnya tanpa beban. Si anggota OSIS itu mengernyit heran. Begitu pula dengan teman-teman baru di hadapannya.
Anggota OSIS lainnya bersuara, "Baiklah. Apakah ada pertanyaan?" tanyanya pada siswa-siswi.
Bukannya menjawab, para murid itu malah sibuk berbisik-bisik.
"Dia ngomong apa sih?"
"Siapa namanya tadi? Lima?"
"Namanya Tujuh, bego!"
"Dia pasti pinter itung-itungan."
Di kursi deretan depan, Dinda - kembaran Diga, putri kembar dari keturunan Kaira dan Abdi itu menundukkan pandangannya dalam-dalam. Dia malu melihat tingkah Timmy.
"Baiklah, tidak ada pertanyaan. Silakan duduk," ucap salah satu anggota OSIS itu.
Timmy mengangguk mantap. Gadis itu melangkah menuju tempat duduknya yang berada di sudut kelas. Senyum bahagia masih terpatri di kedua sudut bibirnya. Tidak peduli dengan tatapan aneh yang orang-orang layangkan padanya.
Brukk!!!
Semua orang dibuat terkejut. Tanpa hambatan batu yang mengganjal atau juluran kaki oleh orang iseng, Timmy tiba-tiba saja tersungkur. Gadis itu jatuh dengan kondisi tertelungkup.
Sean beranjak dari kursinya. Timmy mendongak. Lagi-lagi gadis itu tersenyum, menampilkan sederet gigi putihnya, sembari mengangkat jempol tangannya di udara. Sean membantunya untuk bangkit.
Jatuh secara tiba-tiba, sudah menjadi hal biasa bagi Timmy. Entah apa penyebabnya, gadis itu tidak mau terlalu ambil pusing. Dan ia menyebutnya sebagai hobby.
"Timmy? Apa kamu baik-baik saja?" Salah satu anggota OSIS berjenis kelamin perempuan itu tampak menampilkan raut wajah khawatir.
Setelah menepuk-nepuk seragamnya yang sedikit kotor, Timmy mendongak. Ia kembali tersenyum. "Aman, Kak."
***
Bel istirahat sudah berbunyi sekitar lima menit yang lalu. Timmy, Sean dan Diga berjalan beriringan dengan posisi Timmy yang berada di tengah-tengah.
Orang-orang mungkin akan iri dengan Timmy. Gadis aneh sepertinya bisa dikelilingi oleh dua lelaki tampan seperti Sean dan Diga di hari pertama sekolah.
Mereka tidak tahu saja jika ketiga orang itu adalah tetangga dekat. Terlebih orang tua mereka sudah kenal sejak lama.
"Perut gue laper deh. Kalau diganjel sama mie instan plus teh anget, uh pasti cacing-cacing di perut gue pada rebahan. Apalagi kalau ditraktir sama Dua," Timmy berceloteh sembari melirik Diga. Sementara lelaki itu tampak tak acuh.
"Ih! Dua, kok diem aja sih?!" sungut Timmy.
Sean yang mendengar sepupunya berceloteh pun hanya mampu menjadi pendengar saja, seperti biasa. Sean tipikal lelaki yang tidak banyak omong. Dia akan berbicara panjang, jika membicarakan sesuatu yang penting saja. Berbanding terbalik dengan Diga.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga [Sudah Terbit]
Teen Fiction[SEBAGIAN PART DI-UNPUBLISH UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] SEQUEL of FIREFLIES Satu ... Dua ... Tiga ... Empat. Tiga adalah tokoh utama di dalam cerita ini. Eits! Tiga di sini bukan angka loh ya. Dia Tiga, si gadis aneh, konyol dan menyebalkan. Tiga...