Bagian 27

25.4K 3.9K 745
                                        

Beberapa murid kelas X IPA, satu-persatu keluar dari kelas secara mengendap-endap. Sialnya, Edo yang keluar terakhir dari kelas malah ketahuan oleh guru yang mengawas di meja piket. Lelaki itu sempat dituduh bolos oleh guru itu. Dengan seribu satu alasan, Edo mengelak tegas. Meskipun sebenarnya, itu adalah fakta.

Lelaki itu beralibi hendak pergi ke toilet. Sepuluh menit kemudian, ia pun terlepas dari tuduhan fakta itu.

Edo mengembuskan napas lega berulang kali. Lelaki itu akhirnya sampai di markas rahasia mereka. Teman-temannya sudah berkumpul. Terdiri dari sepuluh laki-laki, dan satu perempuan. Mereka bersepakat untuk bolos di pelajaran Biologi minggu ini.

"Ngaret lo kuman!" celetuk Diga yang sudah sibuk dengan ponsel miringnya. Sebagian dari mereka akan mabar game online dengan memanfaatkan WiFi terbuka dari ruang sebelah.

"Setan lo, Dig! Untung aja gue gak ketangkep sama Bu Endang!" sungut Edo sembari mencari posisi duduk yang pas.

Markas terbuka mereka terletak di sebelah ruang laboratorium Kimia. Mereka bahkan rela duduk di lantai demi mendapatkan WiFi gratis. Tempat ini cukup jauh dari pantauan guru pengawas. Hal itu adalah sebuah keberuntungan untuk mereka.

Sebenarnya, jam pelajaran Biologi kali ini, bukanlah jam kosong. Guru Biologi mereka bahkan sudah masuk setengah jam yang lalu. Bu Surti selaku guru Biologi itu lupa membawa kacamatanya sejak pagi tadi. Akibatnya, beliau hanya mampu memberi tugas berupa catatan dari buku paket kepada murid-muridnya.

Diga selaku otak dari pembolosan berencana ini, memanfaatkan keadaan Bu Surti yang terkena rabun jauh akut itu dengan mengajak seluruh anak laki-laki keluar dari kelas satu-persatu.

Diga sudah menyelamatkan mereka dari kegabutan untuk dua jam ke depan.

"Woi, Do! Lawan dong! Lo mau bunuh diri?!" kelakar Rizki dengan nada pelan.

"Jaringan cuk! Jaringan!" elak Edo.

"Noob," balas Diga.

Beberapa menit kemudian, Edo kembali bersuara, "Anjay! Jaringan ngajak gelut!"

"Emang dari sononya skill lo lemah nyet!"

Edo memilih untuk tidak menggubris tanggapan teman-temannya. Tanpa pikir panjang, lelaki itu menekan tombol home, lantas beranjak.

"Si curut malah AFK!" Rizky menendang bokong Edo pelan.

Edo beranjak menuju Timmy. Lebih baik dia bermain dengan gadis itu daripada menambah dosa dengan mengumpat tidak jelas karena jaringan WiFi yang mendadak lemot.

"Gue boleh ikutan main kan?" ucap lelaki itu.

Timmy mendongak, lantas mengangguk setuju. Gadis itu kini tengah berjongkok di hadapan sebuah taman kecil yang tak jauh dari sana.

"Lo ... lagi ngapain sih? Nyari kodok?" tanya Edo, penasaran.

Timmy tak menjawab. Gadis itu masih sibuk dengan kegiatannya.

"Lo lagi berburu cacing?" tebak Edo, lagi.

Timmy beralih menatap lelaki itu. "Hust! Jangan berisik. Siniin tangan lo."

"Hah?"

Tanpa basa-basi, Timmy meraih tangan Edo secara paksa, lantas menaruh beberapa batu kerikil kecil di sana.

"Tiga! Lo mau ngapain sih?!"

"Mau main gak?"

Edo refleks mengangguk. Berteman dengan gadis ini ternyata mampu merubahnya menjadi lelaki penurut.

Tiga [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang