Selama kurang lebih 4 jam, Timmy mengikuti bus besar yang ditumpangi Elga. Lelah? Jangan tanya! Tubuhnya bahkan ingin roboh saja rasanya. Untuk ke sekian kalinya, bus itu berhenti. Seseorang turun, dan kali ini orang itu adalah Elga. Timmy mengembuskan napas lega. Ia merentangkan kedua tangannya. Sepertinya setelah ini, dia bisa istirahat, dimanapun itu.
Tapi tunggu! Elga tampak menaiki sebuah motor yang dikendarai oleh tukang ojek. Timmy mendengkus pasrah. Dia harus kembali mengendarai sepeda listriknya lagi.
Elga yang sedang duduk di jok belakang itu, kini menatap pemandangan desanya dengan mata telanjang. Sudah nyaris setahun dia meninggalkan tempat ini, demi meraih mimpi. Dan mulai saat ini, dia akan menetap di sini ... selamanya.
Tadinya, dia diturunkan di perbatasan desa. Untuk bisa sampai ke rumahnya yang terletak di ujung desa, Elga harus berjalan kaki, atau agar cepat sampai, dia bisa menggunakan jasa ojek. Dan Elga memilih opsi kedua.
Setelah sampai di depan rumahnya, Elga lantas membayar ongkos dan berbalik, menatap rumahnya lamat-lamat. Sebuah rumah kecil yang terbuat dari kayu. Dulu, Elga pernah mempunyai mimpi untuk merubah ukuran rumah itu menjadi lebih besar. Lagi-lagi Elga mengembuskan napas pasrah. Tepat di depan rumahnya, beberapa anak kecil sedang sibuk bermain kelereng. Anak kecil itu didominasi oleh laki-laki, dan hanya ada satu perempuan.
Anak perempuan yang memakai hijab, dengan balutan kulit langsat itu tak sengaja menoleh ke depan. Mata kecilnya membulat sempurna. Bibirnya juga mengulas senyum bahagia, "Bang Elga!!!" Anak perempuan itu bangkit dan berlari menemui Elga.
Elga juga mengembangkan senyumnya. Ia membungkuk, lantas membawa anak perempuan itu ke dalam dekapannya. Ia menggendong tubuh kecil gadis itu. "Elgi udah besar sekarang ya? Udah mulai berat," ucapnya, lantas mencium pipi adiknya sekilas.
Anak perempuan itu bernama Elgia Ramadhani. Saat ini, Elgi berusia 10 tahun dan sedang duduk di bangku SD.
Masih dalam gendongan Elga, Elgi menatap wajah abangnya lamat-lamat. "Wah. Bang Elga pulang lebih cepat ya. Bang Elga hebat, dalam setahun bisa lulus SMA. Bang Elga mau kembali ke kota itu lagi ya?"
Elga terkesiap. Dulu, sebelum berangkat ke kota, Elga mengatakan pada Adiknya bahwa dia akan pulang dalam tiga tahun ke depan. Lebih tepatnya saat lulus SMA. Elga merasa tertampar sekarang.
Brukk!!!
Baik Elga maupun Elgi, beserta bocah-bocah yang sedang bermain kelereng itu sama-sama tersentak kaget. Mereka menoleh ke sumber suara. Ternyata, seseorang baru saja terjatuh dari kendaraannya. Dan hal yang membuat Elga terkejut bukan main adalah saat menyadari bahwa orang itu adalah si gadis siluman. Ya! Dia Timmy.
Elga menurunkan adiknya dan berjalan tergesa menemui gadis siluman itu. Timmy masih berbaring di atas tanah, begitu pula dengan sepeda listriknya. Napasnya tampak terengah-engah.
Elga menggeram kesal, "Ngapain lo ngikutin gue?!"
Timmy hanya mampu menatap Elga dengan tatapan sayu. Dia ... benar-benar lelah. Dan berbaring di atas tanah seperti ini, tak ada salahnya juga.
Elgi kini berdiri di samping Elga. "Bang Elga, Kakak ini siapa?"
"Bukan siapa-siapa. Ayo masuk!" ucap Elga dan membawa Adiknya untuk masuk ke rumah.
Timmy mengulurkan sebelah tangannya, untuk menjangkau Elga, namun tak bisa. Bibirnya tampak pucat. "E-empat ... g-gue ... capek..."
Elgi si anak perempuan yang punya hati baik itu langsung menoleh ke belakang saat mendengar rintihan suara Timmy. Dan gadis kecil itu sontak kaget. "Bang Elga! Kakak itu pingsan!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga [Sudah Terbit]
Roman pour Adolescents[SEBAGIAN PART DI-UNPUBLISH UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] SEQUEL of FIREFLIES Satu ... Dua ... Tiga ... Empat. Tiga adalah tokoh utama di dalam cerita ini. Eits! Tiga di sini bukan angka loh ya. Dia Tiga, si gadis aneh, konyol dan menyebalkan. Tiga...