Bagian 39

19.8K 3.5K 1.2K
                                        

Bu Sukma mulai membagikan kertas ulangan yang dilakukan seminggu lalu. Timmy cukup deg-degan sekaligus penasaran. Berapa agaknya nilai murni yang akan ia peroleh pada pelajaran berangka itu?

Kertas ulangan milik Dinda sudah dibagikan. Gadis itu mendapat nilai 90. Semua orang sudah maklum akan hal itu. Meski begitu, Timmy tak berkecil hati. Suatu saat, dia juga pasti bisa seperti Dinda dan Sean.

Beberapa menit berlalu, dan Bu Sukma telah selesai membagikan kertas ulangan.

"Bagi yang belum mengikuti ulangan, silakan temui Ibu di jam istirahat untuk mengikuti ulangan susulan di kantor."

Timmy mengangkat sebelah tangannya. Murid-murid memandang ke arahnya, kepo. "Maaf, Bu. Saya belum kebagian kertas ulangan," ucapnya jujur.

Bu Sukma terdiam beberapa saat, hingga akhirnya bersuara, "Bukannya Minggu kemarin kamu memang tidak mengikuti ulangan Matematika? Ibu sendiri yang langsung memeriksa kertas ulangan kalian hari itu juga. Dan kertas ulanganmu memang tidak ada."

"Saya benar-benar mengikuti ulangan Matematika bersama teman lainnya, Bu," sangkal Timmy. "Kalau Ibu gak percaya, Ibu bisa tanya ke Dinda."

Dinda cukup terkejut saat namanya dibawa-bawa oleh si gadis kolot di sampingnya. "Iya, Bu. Timmy memang mengikuti ulangan minggu lalu," tuturnya.

Timmy akhirnya bisa tersenyum lega.

"Tapi, kalau urusan mengumpulkan atau tidaknya, saya gak tau, Bu. Bisa jadi Timmy lupa ngumpulin kertas ulangannya," sambung Dinda. Timmy terbelalak kaget.

"Gue ngumpulin kok. Kertas ulangan anak-anak kan dikumpulin ke lo, Din. Gue inget seratus persen, kalau gue udah ngumpul!" bantah Timmy, menghadap Dinda. Tak peduli dengan tatapan Bu Sukma yang kini menatapnya tak suka. Kali ini, Timmy tak akan membiarkan dirinya dituduh yang bukan-bukan oleh siapapun!

"Timmy Zazasya! Tolong jaga bahasa dan sopan santunmu! Jangan diperdebatkan lagi. Sebagai gantinya nanti temui Ibu di kantor untuk mengikuti ulangan susulan," tegas Bu Sukma, mampu membuat Timmy bungkam.

Sejujurnya, Timmy merasa tak ikhlas. Bayangkan saja, malam itu, dia mati-matian diajari oleh Sean. Beruntungnya, Sean adalah orang yang sabar. Kegiatan belajar-mengajar mereka selesai di pukul sebelas malam. Dan paginya, Timmy yakin akan mendapat nilai 50 di ulangan Matematikanya kali ini. Karena soal yang diberikan 2 buah, dan Timmy hanya mampu mengerjakan 1 soal saja dalam waktu satu jam. Tak ada salahnya kan? Yang penting, Timmy sudah berusaha.

Namun harapannya pupus begitu saja. Timmy tak mengerti, kemana perginya kertas ulangan itu? Apa kertas itu terjatuh saat dibawa oleh Dinda? Atau apa kertas itu terselip dengan kertas lainnya di meja Bu Sukma? Timmy benar-benar tidak mengerti.

"Maaf, Bu Sukma, tapi saya tidak setuju dengan apa yang dikatakan Dinda!"

Mendengar suara itu, Timmy sontak menoleh ke belakang. Begitu pula dengan murid lainnya, terlebih Bu Sukma, sang wali kelas. Tepat di belakang kelas, Sean sudah berdiri, dengan pandangan yang lurus menatap wali kelasnya.

"Apa maksudmu, Sean?"

"Saya tidak setuju dengan ucapan Dinda yang mengatakan bahwa Timmy lupa mengumpulkan kertas ulangannya. Rasanya pengakuan itu cukup tidak masuk akal, karena saya, saksi yang melihat secara langsung bahwa Timmy belajar mati-matian memahami materi ulangan malam itu," tegas Sean.

Bu Sukma manggut-manggut. "Ibu mengerti. Bisa jadi kertas ulangan Timmy terselip dengan kertas lainnya di meja guru. Dan sebagai gantinya, Timmy bisa mengikuti ulangan susulan di jam istirahat nanti," jawab Bu Sukma.

Meskipun begitu, Sean tetap tidak terima dengan keputusan wali kelasnya. Beliau terlalu menganggap enteng akan hal ini. Mengikuti ulangan susulan di kantor, tentu saja suasananya berbeda jika dibandingkan dengan ulangan di kelas.

Tiga [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang