Bagian 48

18.4K 3.5K 1.3K
                                    

Seperti yang dikatakan Elga malam itu, besoknya saat melaksanakan kegiatan ekskul, pembina ekskul Pramuka mengumumkan bahwa hari Sabtu akan diadakan acara kemah. Lagi-lagi acara kemahnya akan berlangsung untuk semalam saja. Anggota OSIS juga ikut serta dalam perkemahan itu. Sebenarnya acara kemah ini bertujuan untuk mendekor sekolah. Sebab hari minggunya mereka akan merayakan hari ulang tahun sekolah secara besar-besaran. Dikarenakan padatnya jam sekolah, anggota OSIS jadi kewalahan dan tak sempat untuk melakukan dekor, karena pulang di sore hari. Itu sebabnya mereka memilih untuk menginap di sekolah, dan meminta bantuan juga pada anak-anak ekskul Pramuka.

Dan malamnya, Timmy bersiap-siap, karena hendak dijemput oleh Elga. Mereka akan melancarkan aksinya malam ini. Mereka hanya bisa berbincang via ponsel, karena di sekolah, Timmy tidak leluasa pergi kemanapun, sebab Sean selalu membuntutinya. Dan Timmy juga tak diizinkan untuk ikut serta dalam acara kemah oleh kedua orangtuanya.

Ponsel Timmy bergetar, menandakan ada sebuah notifikasi pesan yang masuk.

Empat Ramadhan
Gue udah sampai
9.16pm

Tanpa membuang waktu lagi, Timmy lantas melangkah mendekati jendela. Ia membuka pengaitnya lebih dulu dan-

Plak!

"Bangsat!"

Entah Timmy yang terlalu semangat untuk membuka jendela, atau Elga yang salah posisi untuk berdiri, alhasil keca jendela itu menabrak belakang kepalanya dengan keras. Ya! Elga menunggu gadis itu tepat di depan jendela kamarnya, dengan posisi membelakangi jendela. Jangan salahkan Timmy! Seharusnya singa jantan itu bersuara, dan mengatakan bahwa dia ada di sana!

"Maaf-maaf," ucapnya sembari cengengesan. Sementara Elga, sibuk mengusap belakang kepalanya dan menatap Timmy dengan tajam. Timmy kembali bersuara, "Sakit gak?"

"MENURUT LO?!"

***

Keduanya kini telah tiba di belakang sekolah. Baik Elga maupun Timmy sama-sama mengenakan seragam Pramuka. Sebuah tembok menjulang cukup tinggi. Terdapat pintu teralis besi yang jelas digembok, sebagai akses keluar-masuk dalam keadaan genting. Timmy mendongak, menatap wajah Elga yang sedikit lebih tinggi darinya.

"Lo ada kuncinya?" tanyanya. Elga masih menatap lurus ke depan, lantas menggeleng. "Trus, gimana cara masuknya?" lanjut gadis itu.

"Manjat," balas Elga, cuek. Belakang kepalanya masih terasa nyeri hingga kini.

"Oh," balas Timmy, manggut-manggut.

"Lo bisa manjat?"

"Bisa dong," jawab Timmy enteng.

"Oke. Gue manjat duluan," sahut Elga, lantas mengambil ancang-ancang untuk menaiki pagar teralis besi. Tak butuh waktu lama, ia telah berada di dalam sekolah. Elga lantas berbalik, "Buruan manjat." Gadis itu mengangguk, dan dengan cepat mengambil ancang-ancang. Elga membulatkan matanya tak santai. Satu hal yang baru ia sadari. Gadis itu memakai rok selutut! "Heh, bego!" Timmy yang merasa terpanggil, lantas menatapnya. Elga bersuara, "Lo bisa manjat pakai rok?"

Timmy beralih menatap ke bawah, padahal kakinya sudah terangkat. "Iya juga ya," sahutnya. Elga menepuk jidatnya frustasi. "Gapapa sih. Kan gak ada orang."

"Trus gue siapa bego?!" kelakar Elga.

"Emangnya lo orang?"

Elga berdesis pelan. Ia kembali mendelik tajam. Demi apapun, ia ingin sekali memberi gadis itu-

"Kalau lo beneran orang, balik badan dan jangan ngintip. Soalnya gue gak pakai-"

"OKE!" potong Elga dengan cepat. Bodoh! Apa urat malu gadis itu benar-benar sudah putus? Atau dia memang terlahir tanpa urat malu? Elga lantas berbalik badan. Suasana di sana memang cukup gelap, tapi untung saja ia sudah menyiapkan senter. Ia beralih untuk menghidupkan cahaya senternya. Menyorot ke sembarang arah, untuk meredam rasa bosan.

Tiga [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang