Bagian 58

16.4K 3.3K 2.4K
                                    

Rea dan Harrel kini berada dalam satu ruangan yang sama. Wanita muda yang mengantar Rea ke sini, sudah keluar dari ruangan semenjak beberapa menit yang lalu. Baik Harrel maupun Rea masih sama-sama bungkam. Semenjak bertemu beberapa kali, Rea tak lagi merasa shock jika bertemu dengan sosok di hadapannya. Namun jantungnya tetap saja masih maraton.

Harrel yang tadinya sedang berdiri, sembari memegang sebuah map berisi berkas milik pegawainya, kini beralih untuk meletakkannya di atas meja, dan mengambil sebuah amplop coklat, pemberian Elga tempo hari. Ia melangkah ke arah sofa yang tak jauh dari sana.

Rea masih sama seperti tadi. Berdiri dan tidak melakukan apa-apa. Banyak pertanyaan yang mengganjal di benaknya. Dan setengah hatinya mengatakan, bahwa perbuatan nekat yang ia lakukan saat ini adalah salah. Maksudnya, Rea kini sedang berduaan di sebuah ruang tertutup dengan ... Zay! Ya meskipun mereka tidak melakukan apapun.

Harrel akhirnya buka suara, "Silakan duduk."

Rea bergeming. Manik matanya sempat bertemu pandang dengan sosok itu. Namun ia memutus kontak mata lebih dulu. Rea memilih untuk duduk di seberang orang itu. Mereka duduk berhadapan, dengan meja hias sebagai pembatasnya. Pikiran Rea berkelebat ke masa lalu. Pertemuan terakhirnya dengan Zay sangat-sangat berkesan. Dia disekap di sebuah gedung tua, dan Zay datang menyelamatkannya. Mereka melompat dari ketinggian lantai satu hingga jatuh dan terguling beberapa kali. Zay yang saat itu berada di atas tubuhnya, tiba-tiba saja melayangkan sebuah ... ciuman di bibirnya. Terkesan lancang memang, tapi ... keduanya sama-sama menikmati. Zay adalah first love, sekaligus first kiss-nya.

Semua moment indah itu harus berakhir tragis saat Shelia - Kakak Kelas, sekaligus orang yang menculiknya, menodongkan pistol ke arah mereka berdua. Rea spontan mendorong tubuh Zay, hingga posisi mereka berbalik, menjadi Rea yang berada di atas Zay. Namun naas, tembakan itu malah menembus tubuh Rea.

Hingga Rea terbangun dari komanya, ia sama sekali tak menemukan Zay. Lelaki itu menghilang tanpa alasan. Setelah semua kenangan yang Zay berikan, dia pergi begitu saja.

Zay menitipkan surat untuknya. Sebuah surat menuju Zay. Jika Rea ingin bertemu dengan Zay, maka terlebih dahulu, dia harus bertemu dengan Satya - Papa Zay, dan Aletta - sepupu Zay.

Siapa sangka, Aletta malah membawanya ke sebuah pemakaman umum. Tempat peristirahatan terakhir Zay. Ya! Lelaki itu telah pergi. Zay pergi membawa seribu luka. Tapi lelaki itu menitipkan hatinya untuk Rea. Setelah semua perjuangan yang Rea lakukan demi meluluhkan hati Zay, di akhir cerita, Zay malah memberikan hatinya secara cuma-cuma untuk Rea. Ya! Lelaki itu memberikan organ hatinya, bukan hati semacam cinta yang dipikirkan oleh muda-mudi labil.

Dan sekarang, setelah sekian tahun berlalu, tiba-tiba Zay kembali hadir. Zay tumbuh menjadi pria yang jelas lebih tampan. Rasanya cukup tak masuk akal, mengingat pria itu sudah dinyatakan meninggal berpuluh-puluh tahun yang lalu.

Harrel berdehem pelan, "Sebelum saya menjelaskan semuanya, apa ada yang ingin ditanyakan lebih dulu?" tanyanya terkesan formal.

Rea mengangguk sekilas. Hatinya mendadak panas-dingin. Dia harus meluruskan semuanya! "Kak Zay ... Apa kamu adalah Kak Zay?"

Brakk!!!

Baik Harrel maupun Rea, sontak menoleh ke arah pintu. Vano datang secara tiba-tiba. Rahangnya tampak mengeras. Kilatan matanya tajam. Rea bahkan sempat berdiri dari posisinya. Sungguh! Ia tak menyangka bahwa suaminya akan membuntutinya ke tempat ini.

Dua orang security tiba-tiba saja datang, lantas mencengkram kedua tangan Vano. Vano jelas memberontak, "LEPAS!"

"Maaf, Pak. Silakan keluar dari sini, karena Anda telah membuat keributan di perusahaan kami," ucap salah satunya.

Tiga [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang