Bagian 7

32.3K 4.6K 2K
                                        

Mobil itu berhenti tepat di halaman rumah mewah. Perasaan Timmy semakin tidak karuan. Ini pasti karena dia tidak sholat Ashar!

Si lelaki pemarah itu melepas safety belt-nya, berniat ingin keluar, namun sebelum itu-

Plak!

Sebuah sepatu melayang di lengan kirinya. Lelaki itu menatap sepatu sialan itu dengan berang. Sementara Timmy, memasang wajah tanpa dosa.

"MAU LO APASIH?" bentaknya.

Timmy heran, kenapa lelaki ini cepat sekali tersulut emosinya? Apa dia terkena gangguan tekanan darah tinggi sejak dini?

Masih dengan keadaan emosi, lelaki itu keluar, dan melangkah masuk ke dalam rumah mewah itu.

Mau tak mau, Timmy juga mengikutinya dari belakang. Persetan dengan luka goresan di kakinya. Hal itu sudah biasa baginya. Helm-nya bahkan masih melekat sempurna di kepala.

Tepat di hadapannya, lelaki itu sedang membelakanginya. Timmy yang awalnya tak acuh, kini bergerak mendahului lelaki itu.

Si lelaki pemarah itu bahkan terkejut melihat si gadis siluman yang berjalan melewatinya begitu saja.

Tanpa diduga-duga, ternyata Timmy berjalan mendekati seorang pria yang kini berdiri di bawah tangga. Pria berwajah tampan, dengan kisaran usia kepala tiga itu benar-benar menarik perhatiannya.

Timmy mengambil sebelah tangan kanan pria itu, guna bersalaman. Terkesan lancang memang, tapi-

"Hai, Om. Kenalin, nama saya Timmy Zazasya."

Pria itu tampak terkejut.

"Lo gak punya otak ya?" sahut si lelaki pemarah di belakangnya.

Timmy berbalik badan. "Hust! Orang jelek dilarang ngebacot."

Si lelaki pemarah itu merasa ternista. Apa-apaan ini? Dia bukan orang jelek!

"Nama saya terlalu ribet dan panjang. Orang-orang biasa manggil saya Tiga, tapi khusus buat Om, panggilnya Timmy aja ya. Biar spesial."

Tangan kiri Timmy tiba-tiba saja ditarik paksa, membuat sebelah tangan lainnya yang sedang bertautan dengan tangan milik Om tampan itu terlepas.

Gadis itu diseret secara paksa. Dan ya, pelakunya sudah pasti si lelaki pemarah.

"Apasih!" Gadis itu menyentak pegangan tangannya secara paksa.

"Selain gak punya otak, ternyata lo juga gak punya harga diri!" cerca si lelaki pemarah, bertubi-tubi.

Kedua tangan Timmy menggeram kesal. "Otak lo yang gak ada! Mulut lo pedes! Udah pedes, kasar, gak enak lagi! Sama kayak tampang lo!"

Mendengar itu, rahang lelaki itu mengeras. Ia memajukan langkahnya. "Udah berani? Hah!"

"Elga!"

Panggilan itu mampu membuat si lelaki pemarah berbalik badan. Ternyata yang memanggilnya adalah si Om tampan.

Om tampan itu berjalan mendekati mereka.

"Biar saya yang urus," ucapnya.

"Tapi-"

Om tampan itu menatap si lelaki pemarah dengan tatapan datar.

"Fine!" kata si lelaki pemarah, setengah tak ikhlas. Ia beranjak menaiki tangga, meninggalkan Timmy dan Om tampan berdua saja.

Si Om tampan yang belum diketahui namanya itu ikut beranjak, melangkah entah kemana. Timmy bergeming. Dia tidak tahu harus berbuat apa.

Tak lama setelah itu, si Om tampan kembali dengan membawa kotak P3K. Pria itu memegang tangan Timmy, dan membawanya untuk duduk di sofa. Timmy bahkan sempat menahan napasnya sebentar.

Tiga [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang