Hari-hari berlalu, Timmy kembali berkunjung ke rumah Sean. Belakangan ini, Timmy jarang berada di rumah, karena kedua neneknya mengajak gadis itu untuk berlibur. Bahkan Timmy juga sempat menginap di rumah Aliya selama beberapa hari. Hal itu tidak jadi masalah bagi Rea dan Vano. Lagipula, itu sebuah peluang untuk mereka. Kedua pasangan itu bisa menghabiskan waktu berdua sepuasnya, tanpa hambatan atau gangguan dari putri mereka yang polos.
Sekalipun sudah pergi berlibur, otak Timmy masih belum lepas dengan perihal isi dari gulungan kertas berpita merah itu. Oleh sebab itu, ia kembali ke sini untuk memecahkan jawaban lainnya bersama Sean.
"Waktu itu ... Tiga pernah ketemu sama si Tanda Seru loh," ucapnya. Sean sontak terkejut.
"Dimana?"
"Di sekolah, pas acara kemah. Udah lama juga sih." Timmy menceritakan kejadian berbulan-bulan yang lalu. Saat gadis itu berkemah di sekolah, dan mendapati sosok berpakaian hitam yang menuntunnya hingga ke lantai tiga.
Sean menggebrak meja secara spontan, hingga Timmy tersentak kaget. "Dia bawa pisau? Astaga, ini udah keterlaluan. Kita gak bisa tinggal diam. Ini namanya aksi teror!" tegas lelaki itu.
"Sabar, Satu ... sabar." Timmy menepuk punggung lelaki itu cukup kuat. Gadis itu lantas meraih sebuah cangkir yang berisi teh hangat yang disuguhkan Sean untuknya tadi. "Minum ini dulu," ucapnya.
"Apa perlu, gue laporin masalah ini ke Om Vano?" balas lelaki itu. Timmy tentu saja terkejut. Wajahnya mendadak berubah menjadi tak suka.
"Tiga ke sini cuma pengen minta tolong mecahin teka-teki ini sama Satu. Tapi kalau Satu punya niatan buat laporin ke Papi, Tiga bakal kecewa sama Satu."
Sean mengembuskan napas pasrah. "Gue takut si Tanda Seru itu punya niat jahat sama lo."
"Tau gitu, mending Tiga pecahin teka-tekinya sendiri. Maaf, kalau Tiga udah ngerepotin Satu." Timmy yang tadinya menunduk, kini mulai bangkit dari duduknya, raut wajahnya berpura-pura sendu. Namun, Sean menahan pergelangan tangannya. Diam-diam, Timmy mengulum senyumnya. Ternyata trik seperti itu ampuh untuk meluluhkan hati sepupunya.
"Duduk," ucap Sean. Timmy pun menurut. "Oke. Gue akan jaga rahasia ini."
Timmy tersenyum senang. Gadis itu merasa beruntung bisa memiliki sepupu yang bisa diandalkan seperti Sean.
"Kita ambil jalan tengah. Lupain masalah teka-teki ini. Anggap, lo gak pernah temuin gulungan kertas apapun," jelas lelaki itu.
"Gak bisa gitu dong. Itu namanya kalah sebelum berperang. Udahlah, Satu tenang aja. Si Tanda Seru itu gak pernah ngirimin surat lagi kok. Tiga cuma iseng doang pengen jadi detektif. Tiga janji, pas libur sekolah ini udah selesai, Tiga bakal rajin belajar biar bisa pinter kayak Satu," ucap Timmy santai. Gadis itu menyeruput teh hangatnya tanpa beban. "Lagian, siapa tahu, si Tanda Seru itu emang beneran si Dua."
"Kalau si Tanda Seru itu bukan Diga, gimana?" balas Sean, mampu membuat Timmy terbungkam.
Sean tahu persis bagaimana sifat Timmy. Gadis itu tak akan menyerah sekalipun Sean menolak untuk membantunya. Sean juga tidak punya banyak nyali untuk berhadapan dengan Vano sewaktu-waktu, jika sampai si Tanda Seru ini mencelakai Timmy.
Ponsel di saku celananya bergetar. Sean meraih benda pipih itu. Terdapat sebuah notifikasi chat dari Dinda.
Dinda
Gue lagi di depan rumah
•10.30amSean yang saat ini sedang duduk di teras rumah bersama Timmy, dengan cepat menoleh ke rumah sebelah. Dan benar saja. Dinda memang sedang berada di sana. Gadis itu tersenyum hangat padanya, lantas melambaikan tangan sekilas. Dinda kembali berkutat pada ponselnya. Tak lama setelah itu, ponsel Sean kembali bergetar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga [Sudah Terbit]
أدب المراهقين[SEBAGIAN PART DI-UNPUBLISH UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] SEQUEL of FIREFLIES Satu ... Dua ... Tiga ... Empat. Tiga adalah tokoh utama di dalam cerita ini. Eits! Tiga di sini bukan angka loh ya. Dia Tiga, si gadis aneh, konyol dan menyebalkan. Tiga...