Setelah jam istirahat berbunyi, Timmy memutuskan untuk duduk di depan kelas. Di pangkuannya terdapat sebuah lembaran kertas pemberian Sean semalam. Timmy sedang berusaha menghapalkannya.
Sean baru saja keluar kelas. Lelaki itu sempat celingak-celinguk mencari keberadaan Timmy, hingga akhirnya ia menemukan gadis itu tak jauh dari sana. Sean lantas ikut duduk di samping Timmy. Gadis itu tampak memejamkan matanya, dengan keadaan mulut yang berkomat-kamit. Sean melengkungkan senyumnya. Gadis itu ternyata benar-benar berniat untuk berubah.
Sean sempat mengira bahwa Timmy keluar kelas dalam keadaan menangis, pasca diomeli oleh guru Fisikanya tadi. Namun ternyata dia salah. Sean lupa bahwa sepupunya ini adalah gadis yang tegar.
Satu hal yang membuat Sean kagum pada Timmy. Gadis itu terlalu pandai menyembunyikan rasa sedihnya.
Gadis itu masih juga belum sadar akan kehadirannya. Sean menatap sekeliling, hingga manik matanya terfokus pada sebuah objek. Sean lantas membuka suara, "Rumput di taman sekolah itu sering diinjak, tapi gapernah mati."
Timmy yang tadinya sedang khusyuk menghapal, kini tersentak kaget, karena tiba-tiba mendapati sepupunya yang sudah duduk di sampingnya.
"Satu ngomong apa tadi?" tanyanya, dengan lugu.
Sean beralih menatap Timmy. "Orang yang pergi ke taman, rata-rata cuma fokus sama bunga-bungaan. Bagi mereka, bunga itu spesial. Sementara rumput liar, sekalipun dia keliatan indah, tapi dia gak akan bisa menandingi bunga," ucapnya. Sean hanya ingin menghibur sepupunya. Ia kembali melanjutkan ucapannya, "Rumput liar selalu diinjak, sementara bunga selalu disanjung. Orang-orang jelas gak tega untuk nginjak bunga. Karena semua orang tau, bunga itu rapuh. Sebenarnya rumput liar itu istimewa. Dia tegar. Ketika dia diinjak, mungkin fisiknya akan layu, tapi gak lama setelah itu, dia akan kembali normal, seolah gak terjadi apa-apa."
Sean beralih menatap taman kecil yang tak jauh dari tempatnya. "Meskipun orang-orang lebih memilih bunga. Tapi gue lebih suka sama rumput liar," ucapnya kembali menatap Timmy, sambil tersenyum.
Timmy mengerjap beberapa kali. "Satu ... herbivora ya?"
***
Sepulang sekolah, Timmy masih stay di sekolah bersama murid-murid lainnya untuk mengikuti kegiatan ekskul. Saat ini, ia sedang berpisah dari kerumunan karena sedang diberi waktu istirahat. Diga lantas menghampirinya. Mereka berdua duduk di bawah pohon, menonton kegiatan murid-murid di ekskul lain. Semenjak dikeluarkan dari ekskul futsal, Diga memilih untuk bergabung di ekskul Pramuka.
"Belakangan ini, lo jadi beda. Lo kenapa sih?" tanya Diga, memulai obrolan. Lelaki itu sama sekali tak menatap Timmy. Begitu pula dengan Timmy. Mereka fokus menatap lurus ke depan, dengan isi pikiran yang jelas berbeda.
"Gapapa," balas Timmy singkat. Diga mengernyit heran. Ini bukan Timmy yang dia kenal!
"Gapapa apanya? Lo malah sering main sama Sean. Pas jam istirahat juga lo malah belajar, bukannya ke kantin. Gimana gak aneh coba."
"Gapapa."
"Astaga, lo kesurupan, apa gimana sih?! Dari tadi jawabnya gapapa mulu!"
"Gamama."
"Bodo lah! Heran gue sama perempuan!" Diga lantas bangkit dari duduknya, dan memilih untuk bergabung dengan kelompok ekskulnya.
***
Di sebuah ruangan kelas, khusus English club, para anggotanya kini bersiap-siap hendak pulang, karena jam ekskul telah usai. Begitu pula dengan Sean. Saat lelaki itu hendak melangkah, seseorang tiba-tiba saja memanggilnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga [Sudah Terbit]
Fiksi Remaja[SEBAGIAN PART DI-UNPUBLISH UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] SEQUEL of FIREFLIES Satu ... Dua ... Tiga ... Empat. Tiga adalah tokoh utama di dalam cerita ini. Eits! Tiga di sini bukan angka loh ya. Dia Tiga, si gadis aneh, konyol dan menyebalkan. Tiga...