The Long Night

121K 7.2K 390
                                    

CREAtive Gala. Gila.

"Gak percaya gue kita masuk nominasi CREAGala." bisik Nino di telingaku.

Bersama beberapa teman kantor lainnya, kami berdiri dengan kagum di depan Museum Gajah yang sudah didekorasi super artsy, dengan aura Met Gala kental yang kuyakin banget jadi inspirasi utama event tahunan yang sangat bergengsi buat para pekerja kreatif: desainer, arsitek, sutradara, penulis, seniman, aktor dan tentu saja...advertising agency.

"Gue yakin banget kita menang." jawabku.
Aku mengimani keyakinan itu sejak surat pengumuman nominasi untuk kategori Best Advertising Agency mendarat di mejaku. Sebagai Planner, timku membidani gak cuma satu, tapi empat TVC yang dapat penghargaan di Citra Pariwara akhir tahun kemarin, yang mengantarkan kami jadi nominasi untuk Best Agency. Dan karena itu pulalah, aku berdandan sedikit ekstra malam ini. Supaya ketika menerima penghargaan, aku kelihatan cantik di foto.

Melewati karpet merah yang digelar ala-ala acara penghargaan Hollywood, aku gak heran saat beberapa fotografer memintaku berhenti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Melewati karpet merah yang digelar ala-ala acara penghargaan Hollywood, aku gak heran saat beberapa fotografer memintaku berhenti. Sementara teman-temanku lanjut masuk, aku berpose sebentar, menampilkan gaun backless body-con hitam andalanku, yang kurangkap dengan rok tutu a-line tulle sebetis di atas heels merah. Rambut sebahuku kubiarkan tergerai. Aku kelihatan seperti super stylish Lead Planner yang sukses. Semoga setelah ini aku beneran jadi dipromosikan sama Bu Boss!

Nino menungguku di depan pintu kaca menuju hall.
"Siapa sih tuh, Rum?" ia bertanya, mengedikkan kepala ke arah kerumunan fotografer di red carpet. Aku menyipitkan mata, jelas harus cek ulang ke dokter karena resep lensa kontak terakhir ini sudah makin ngeblur.

"Hmmm... Siapa ya? Gak tau gue." jawabku gak terlalu peduli. Aku cuma pengen segera duduk, ngecek rambut dan retouch lipstik.
Sosok lelaki jangkung, langsing, dengan rambut klimis rapi dan pakaian yang juga gak kalah rapi. Dari jauh dalam keadaan buram pun, aku bisa menebak dia ganteng. But, well, who cares? Cowok ganteng mah banyak. Berkutat tiap minggu liatin casting iklan, lama-lama aku imun sama cowok ganteng, dari tipe Nicsap sampai Aliando, mulai setengah bule kayak Richard Kyle atau punya aura-aura macam bintang K-Pop pun...aku sudah kebal.

Si Nino belum. Dia barusan pindah dari divisi yang menangani event ke TVC. Masih gatel dia sebagai lelaki panseksual kalau liat makhluk cakepan dikit.

"Penasaran gue. Mukanya gak asing... Tapi bukan artis." Nino menahan langkahku.
"Ah elah, No..." aku gemes jadinya.

"Ohhh. Itu si arsitek cakep favorit lo...!"

Ha? Arsitek cakep? Favoritku?
Aku memutar tubuhku, dan bertatapan dengan pria berjas biru gelap yang sebelumnya berdiri lumayan jauh. Dalam beberapa detik saja, dia sudah berdiri menjulang gak jauh dariku. Kakinya panjang memang.

"Mia, hai!" ia melambaikan tangan, sementara aku mendadak limbung. Untung sebelah tanganku masih dipegang si Nino. Jatuh dari ketinggian 15 cm tetap saja sakit dan malu, bo.

ElopementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang