Advertising agency tempatku berkantor bernama Coven. Sesuai ambience namanya yang 'witchy' banget, semua karyawan tetapnya adalah perempuan. Jadi pendiri agensi ini awalnya pengen banget mendobrak pemikiran kolot, kalau dunia periklanan itu area yang 'laki banget'. Jam kerja panjang, tingkat stress tinggi, proyek-proyek berbau seksis (yaiyalah iklan!) didominasi sama lelaki...maka dia buat Coven dengan niat membuktikan girl power do exists in the advertising world.
And she succeeded.
Lian Hapsari adalah simbol feminisme modern Indonesia, yang jadi founder-nya Coven. Umurnya sekarang 62 tahun, sudah gak ngantor lagi, fokus ngajar di kampus-kampus jadi dosen tamu DKV dan kasih ceramah motivasi buat perempuan muda biar makin maju. She's such an inspiration. Aku ngefans banget sama dia sejak kuliah, jadi pas akhirnya bisa gabung di Coven rasanya kayak mimpi jadi kenyataan.
Apalagi pas aku baru masuk kerja, Lian masih sering ngantor. Sekarang sih, Bu Boss kami adalah Adella. Dia juga salah satu legend di dunia advertising tahun 90-an, karena sukses memimpin tim yang ngeborong Citra Pariwara.Sesuai namanya, Coven ini lebih mirip perkumpulan cewek-cewek nongs bareng buat cari duit ketimbang kantor. Segalanya serba cair, dinamis, hubungan antar-orang juga gak berbatas jabatan. Tapi di sisi lain, karena hampir semuanya perempuan, kelakuan orang-orang kantor kadang dipengaruhi hormon dan mood masing-masing, bikin berasa balik ke jaman SMA lagi. Ada konflik tuh semua orang yang terlibat dijamin bersimbah air mata dan ternodai kata-kata kasar.
Aku termasuk beruntung karena tipikal males nge-geng. Jadi agak terhindar dari eksposur huru-hara yang kerap muncul di kantor. Agak ya, bukan gak pernah. Brainstorming kita kalau dibikin versi komik tuh udah macam kumpulan penyihir saling melempar petir dan merapal mantra pada satu sama lain. Super savageeee.Will Coven and my new status going well?
***
Sesuai harapan, Akung pulang ke rumah hari Minggu siang, sudah jauh lebih sehat dan jelas lebih happy. Sepanjang sore, kami bertiga nongkrong di kamarnya dan ngobrol sambil menggambar.
Aku bikin sketch kasar untuk kuteruskan ke anak creative. Izar pakai meja gambar Akung. Sementara Akung sendiri lagi belajar line-art, duduk di kasur dengan sketchpad di atas alas gambar.
"Gimana kantormu, Mia?" ia bertanya.
"Baik-baik, Kung. Seru. Mia lagi berharap promosi jadi Lead Planner..."
"Inget-inget, udah ada suaminya. Jangan ditelantarkan."
Jleb amat. Duh, kalau aja Akung tahu, jangankan suami, lagi single kemarin saja, aku menelantarkan diri sendiri tiap dekat-dekat deadline. Makan ga teratur, tidur jarang, gizi buruk, rambut cuma bisa dikucir karena potongannya gak di-trim..."Kung, kebalik. Harusnya tuh, Izar yang mengayomi, menjaga, dan mengurus semua kebutuhannya Mia." Izar menyahut dari pojokan, tentunya bikin aku melirik sambil mengangkat alis. Wiw... Beneran suami idaman doi. We'll see.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elopement
ChickLitMenjelang puncak kehidupannya sebagai perempuan karir sukses, Rumia mendadak harus menikah siri dengan tetangga/teman kecil/teman sekolah/cinta monyet/teman lamanya, demi memenuhi permintaan sang kakek tercinta. Rumia gak berminat untuk meneruskan h...