Only A Light Relief

41K 6K 252
                                    

Aku masih ngecek print out untuk presentasi besok saat telponku bunyi. Secara garis besar aku puas sih, dan berharap klienku besok juga suka. Nama brandnya adalah Sigma Man.

"Ya?" aku menjawab, masih memperhatikan lembaran full-color berisi gambar usulan backdrop untuk panggung. Duh, aku masih kurang sreg banget sama warna yang dipilih klien. Warna hitam dan merah gelap, agak sedikit terlalu...alpha-male, rasanya. Dan jadi mirip sama brand cewek: SK-II, L'oreal...

"Assalamualaikum, Mia. Kamu masih di kantor?" suara di telepon membuatku beku mendadak. It's Izar. Aku melirik jam dinding. Gils udah jam 19 aja.

"Hai. Iya masih. Dan kayaknya aku pulang malem sih. Ada acara kantor di Black Cat." buru-buru aku memelankan suara dan menyingkir dari meja tengah yang masih terisi Nino, Syala, Mitta dan Prisha. Keempatnya masih berdiskusi.

"Black Cat? On weekday's night?" bisa kubayangkan wajah Izar sekarang, tahu kalau aku mau ke club di Senin malam.

"Acara kantor." ulangku, "Aku pulangnya gampang kok, bisa pakai taksi, bisa nebeng teman."

"Aku jemput. Nanti telpon aja ya."
Waduh. Biasanya kalau nongs, anak-anak kantor lama sih. Etapi besok kami presentasi di tempat klien jam 8. Jadi mungkin selesai sebelum tengah malam lah ya.

"Oke."
"Kamu udah makan?" Oh, jeez. Another corny question that somehow...didn't make me cringe. Aku malah jadi tersipu-sipu sendiri. Buru-buru aku menyadarkan diri kalau woooooiiiiii...masih di kantorrr woooiiii!

"Belum. Sebentar lagi. Udah di rumah ya?"
"Dari maghrib. Aku buat sukiyaki."

Ah. Sukiyaki sounds really good. Lebih enak daripada rencana awal makan malam nasi soto yang nongs di parkiran sebelum ke Black Cat. Dan karena aku anaknya visual banget, tentu aku membayangkan Izar di dapurnya yang gemas, dengan baju rumah, memasak...duh.

"Kapan kamu agak santai? Hari apa bisa pulang gak terlalu malam?" Izar bertanya.

Besok harusnya lebih sans sih, karena pulang dari tempat klien, kalau deal, biasanya baru kami mulai kerjain per besoknya. Plus periode ini, aku baru dapat satu project.
"Kenapa emangnya?"
"Erm. Mau ajakin nge-date dan beli cincin."

"I thought you don't date. You marry." aku gak tahan banget untuk komentar, maafkannnnn...

Izar diam sesaat sebelum ketawa.
"Kamu udah nonton videonya ya? Duh. Aku di-bully teman-temanku gara-gara itu. Padahal itu jawabannya spontan banget..." ia berkomentar, dari suaranya aku bisa membayangkan matanya yang menyipit saat ia tersenyum, kerutan-kerutan di pipinya, dagunya... At one point, I even smile myself.

"In my defense, I married you, so I could date you. Besok ya." ia berkata.
"It's a date." jawabku, bikin dia ketawa lagi.

"Oke. Selamat lanjut kerja. Jangan lupa telpon 30 menit sebelum minta dijemput. Assalamualaikum."
Aku menjawab salam Izar sebelum menutup telepon dan memandang layarnya.
Harus diakui, aku sedikit terlalu girang dapat telepon barusan. Jarang banget aku ditelpon orang. People nowadays...they chat on text rather than make a phonecall.

"Rumia?" suara kasar dari belakang, membuatku menoleh. Ayayay! Another sexy guy in the office. Art Director freelancer terbaru kami, yang sebetulnya gak butuh kerja di mana-mana. He's already a successful artist! Tapi karena dia akrab sama Bu Boss, dia iseng-iseng dipekerjakan di Coven. Namanya Aldren, panggilannya Ren. Sejauh ini, dia adalah 2D artist paling keren: cepat, efisien, dan gambarnya selalu cakep.

"Ya?"
Aku berusaha banget se-cool mungkin di depannya Ren. Because he's hot, and totally my type. Bad boy look always make me swoon. Tapi aku anti banget gebet orang yang ada di lingkungan tempatku kerja. Soooo... Aku kaku banget mirip Satpol PP kalau lagi diajak ngobrol Ren.

ElopementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang