Officially Us

39.1K 4.9K 165
                                    

I never had any specific details about how my wedding day will happen. Never. Aku sama sekali gak punya impian menikah, ngebayangin wedding gown, fantasizing prince charming macam mana yang bakalan jadi teman happily ever after... Nope.

On the other hand, Akung does.
So, this wedding is an event we dedicate for him. Setelah prosesi nikah super simple di mesjid dekat rumah (yang dulu jadi saksi kami belajar ngaji dan tarawih bareng!), sesi foto di halaman, kami pergi ke Stanna.

Sementara aku di Jakarta, Akung dan Laras rupanya sibuk berdua merencanakan acara resepsi yang cuma akan mengundang sahabat terdekat kami. They become really good friends and allies, Akung bahkan sudah ada plan bikinin Laras acara 7 bulanan besok-besok, after knowing that she practically an orphan.

Anyway.
It kinda suprised me, how cool my wedding day will be. Meski acaranya cuma Tea & Dinner with Friends & Family di pesan whatsapp yang kami kirim ke teman-teman, but it going to be...very beautiful, I bet. Belum mulai pun, konsep dan dekorasiya kelihatan cantik banget, perfect.

And, I never thought my handsome husband could be even more handsome. Tapi ternyata, white really looks good on him. Izar pakai setelan beskap Sunda sederhana berwarna putih gading dan peci berwarna sama, dengan kain batik pendek melingkari pinggangnya.
Kedua kakak kembarnya pakai setelan dengan model sama, tapi warnanya cokelat. Akung juga pakai beskap yang mirip, sementara dua ibu kami kebayanya bernuansa gold.

Aku sendiri pakai kebaya putih, kain, selop datar, dan mengingat aku bahkan gak sewa make-up artist dan didandanin Mami, dan hair-do dikerjakan ramean ama Izar dan Indung... I never expect I'd look pretty.
But I do!
Maybe because I feel very excited, and Akung looked esctatic, and my mom is ultra happy, she sings, all day long.

***

Sore ini, hampir semua undangan on time, dan mereka duduk di sebuah meja panjang di tepi kolam renang, ngobrol-ngobrol satu sama lain, bareng keluarga kami. Aku mengintip dari balik jendela di kamar besar yang kami sewa buat dandan dan nanti malam bobo rame-rame. Tinggal aku dan Izar yang belum ada di sana.

"Mia, udah siap belum?" ia memanggilku dari dekat pintu, sementara aku masih ngintip.

"Izar sabar sih, aku masih lihat ada siapa ajaaaa... Aku kan deg-deg'an."
Iya lho. Ini padahal cuma teman dan keluarga. But we'll be the center of attention! Aku gak kebayang orang yang kawinnya ngundang orang random...

"Ayooooo..." ia menarikku dari jendela, keluar kamar, dan menggandengku saat kami berjalan menyusuri koridor menuju taman.

"Aku deg-deg'an lho, Zar, beneran deh." aku berkata lagi padanya. Selama ini kan orang gak tau aku udah nikah. Will people treat me differently? Nanti aku bakalan ngerasa tertekan gak ya jadi istri Izar? Apa besok-besok aku mesti jadi stay-at-home-wife yang nungguin Izar ngantor sambil arisan doang? Oh shit. Aku bahkan gak pernah arisan seumur hidupku!

"We're married long before today, Mia." Izar mengingatkan, "Dan sekali lagi tadi pagi. Ini cuma acara makan-makan bareng aja, with us being overly dressed. But that's all. Nothing's different."

"Will it be different after this? You and me, I mean." aku berhenti jalan.
Ini panic attack yang amat gak masuk akal sih. Tapi gimana dong? Aku beneran nervous.

"Well. I'm expecting a big changes, to be honest, like getting you pregnant and change my car. Tapi sisanya sama aja sih. We'll be normal us." Izar menjawab.

"Aku masih boleh kerja kan? Aku masih bisa jalan-jalan sama Indung kan? Aku masih bisa bolak-balik Bandung kan? Aku masih bisa nonton bioskop kan? Aku gak mesti 24 jam full sama kamu, hidup untuk kamu doang, kan?!" aku memotong.

ElopementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang