When The Truth Comes Up Pt. 3

34.2K 5.2K 188
                                    

Aku mesti stay di rumah sakit, paling gak dua hari lagi. Saat akhirnya handphone-ku selesai di-charge, ada ratusan chats dan belasan e-mail yang masuk. Semuanya soal kerjaan. Kemarin kupikir aku zonk banget karena jatuhnya pas Bu Boss dan klien lagi di sana, tapi ternyata, mereka nyuruhin aku istirahat.
Ha.

Aku mengatur pembagian kerja untuk timku sampai aku bisa masuk kantor. Kupilih Mitta untuk jadi person-in-charge, karena dia jauh lebih paham soal Sigma ketimbang Syala sekalipun, terlepas dari siapa yang lebih senior. Beberapa menit setelah e-mail soal kerjaanku terkirim, chat messenger langsung bunyi-bunyi gak berhenti.

"Are you sure?" - Bu Boss.
"CUY LO GILA APA MASA MITTA JADI PIC? NANTI DIA DIBULLY SYALA LHO!" - Nino.
"Beneran, Rum? Gue excited sih, tapi takuuuuutttt!" - Mitta.
"Rum, lo typo kan?" - Syala.
"Get well soon. Is everything ok? Ga ada yang ngabarin saya kabar kamu, Rumia." - Ren.

Aku males balasin satu-satu. Yang kujawab hanya message Bu Boss. Itupun cuma: "100% Bu."
Lalu aku pasang mode silent dan tidur.

***

Aku dan Izar sepakat gak bilang-bilang soal keguguran ini sama keluarga. Yang tau cuma Mami, karena dia malam-malam datang ke rumah sakit setelah Izar histeris nelpon dia ngabarin kondisiku.

Siang-siang, Akung dan Indung bareng Idham datang juga. The big family is here!
It really helps our spirits. Sampai aku sadar kalau semua orang bakalan nginep di rumah rame-rame.
Kecuali aku. Aku mesti tidur di rumah sakit.

"Atau kita bobok sini aja sih, semua?" usul Indung, sok-sok mau menghibur.
"Gak boleh, lah, Ndung." pungkas Ilham.
"Lagian mending kita tidur rumah Izar aja, malem-malem bisa jalan ke PIM... Cuci mata. Di sini mah adanya cuci darah." sambung Idham semangat.

Dasar double trouble. Mereka tuh sadar gak sih, ada di sini gara-gara aku sakit, malah bikin agenda jalan-jalan.
KAN AKU JADI MAU.

"Kalian jalan-jalan, lah. Biar aku temenin Mia di sini." Izar menjawab.
Untung banget orang-orang rumah pada datang, paling gak dia bisa tersenyum lagi sekarang.

Sejujurnya, aku juga sedih sih, tapi gak seperti Izar, yang tipikal sedihnya dipikirin tapi gak kelihatan kalau gak kenal banget.
Masih nyelekit saat mendadak ingat kalau aku sebetulnya pernah dikasih kesempatan untuk punya bayi dalam 9 bulan ke depan tapi aku menggagalkannya. But it already happened. I can't do anything about it now.

Aku termasuk orang yang kalau gagal, gampang banget bounce-back dan segera terpicu untuk melakukan sesuatu lebih baik. Makanya kalau diomelin bahkan dikata-katain orang pun, gak baper. I took all the good suggestions and ignore the insults. I did it once, I could do it better, then.

Meanwhile, my dear husband still looks so gloomy. Ditambah, karena ini masih hari kerja dan dia masih ditelponin kantornya berkali-kali. Aku sih bisa izin, Coven pegawainya banyak. Izar punya beberapa klien langsung yang needy banget dan maunya cuma sama dia.

Sore-sore, semua orang pulang, termasuk Izar. Dia janji balik lagi nanti setelah isya, karena mesti ngurus satu project ke kantor dulu. Yang lain, mau istirahat, mandi-mandi, santai dulu di rumah Fatmawati.

Saat aku lagi nonton waku-waku, tiba-tiba pintuku diketuk dari luar. Kupikir perawat mau nganter makan. Ternyata...Mitta dan Nino!!

"Sumpah, demi apa kalian bisa keluar kantor jam 16 sore!" pekikku shock.

"Heiiiitsss. Kita jagoan dong! Nih gue bawain makanan. Gimana kepala lo? Jadi bego dikit dong, biar gue yang jadi Leadernya Coven." canda Mitta, membuka bungkusan yang ternyata...isinya pizza!

"Lo bisa banget, kali, Mit, jadi Leader-nya Coven." jawabku, serius. Aku baru sadar. Dia pintar, supel, pekerja keras, passionate dalam kerjaan ini, dan meskipun dia belum senior, prestasinya oke.

ElopementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang