Right Side of The Track

35.5K 5K 337
                                    

Hari terakhirku di rumah sakit, aku dijadwalkan pulang sore-sore. Pagi barusan, geng Bandung pamitan pulang. Jadi siang ini aku kesepian karena Izar baru bisa jemput sore.

Makanya aku jadi group chat bareng Nino dan Mitta dan ngomongin pemilu lagi, sembari beres-beresin barang-barangku.

Aku belum voting. Sudah dipanggil beberapa kali sih, tapi masih belum sempat. Menurut Nino, kantor baru mau mengumumkan dua kandidat utamanya akhir minggu ini.
Gak bisa kupungkiri aku masih sedikit pengen. Tapi aku sudah janji sama diri sendiri dan sama Izar untuk hidup lebih woles, gimana, dong, ah! Aku deg-deg'an banget, penasaran siapa yang bakalan jadi Supreme Leader...eh, Leader di Coven. Karena emang samar banget. Yang kemungkinan bakalan dipilih, satu di antara tiga senior selain aku.

Saat aku tidur-tiduran sambil cekikikan baca chat, tiba-tiba pintu diketuk. Lalu kepala gondrong Ren muncul dari luar.

"Hoi, Rumia." sapanya, bikin aku kaget. Tapi senang. He's one of my friend now.

"Ren! Sama siapa ke sini?"
Ralat. Meski senang, aku deg-deg'an juga sih. Bukan, bukan gara-gara dia good looking hari ini. Aku udah gak mikirin itu sejak lama. Tapi worry, kalau dia datang sendirian, nanti ujug-ujug Izar datang, gimanaaaaa?

Ren mendorong pintu ke samping...menampakkan Bu Boss yang melambaikan tangan sambil tersenyum padaku.
Hoooooooolyshit.

***

Bu Boss cerita sekilas soal kondisi kantor...dengan perspektif yang beda banget dibanding chat barusan bareng dua temanku. Progress video klip ditongkrongin Ren, dan dia harus ikutan ngedit di Thailand kemarin, bikin dia geli karena mesti menyaksikan orang ngedit muka dan badannya sendiri. Pengerjaan 3D gimmick dan persiapan untuk event juga lancar, semuanya sesuai jadwal dan Nourisall...so far happy.

"Kenapa Mitta, bukan Syala? Is it personal?" ia bertanya tentang PIC project yang kutunjuk kemarin.

"Bu, aku sudah kerja bareng Mitta sejak 2016. Semua awards yang saya dapet, dia pasti jadi AE-nya. She knows how to deliver what our client wants, which is as important as being creative. Plus, semua konsep udah matang dan approved di Sigma, jadi sebetulnya Mitta cuma tinggal make sure everything's on track, lifting up her team's spirits. Dia pasti bisa." aku meyakinkan Bu Boss, sebelum melanjutkan, "Syala jago banget, soal conducting a team, soal bikin ide yang out of the box, aku gak memungkiri. Tapi fokusnya dia harusnya di perusahaan telco yang masih proses brainstorming, karena itu klien yang sama pentingnya--loyal dan sejak launch cuma pakai Coven, we gotta maintain that as good as Nourisall."

Bu Boss mengangguk-angguk setuju.

"Jadi Mitta take-over launching Sigma? Sampai beres?"

"Iya, Bu. Rencananya gitu. Aku mau ambil cuti setelah ini. Udah bilang sih, sama Mbak Siska HR. Dia approve asal Bu Boss oke."

"Berapa lama?"
"Dua minggu."

"Trus lo mau ngapain? Gak langsung resign kan?" Bu Boss kelihatan sangat kaget. Aku bukan tipe orang yang liburan lama-lama, soalnya. Well, that's about to change.

"Mau ke Bandung, istirahat di sana. And also, I got a wedding to plan." jawabku, secara dadakan ngomong begini.

Ren mengangkat alis dan tersenyum lebar di belakang Bu Boss yang terlihat shock dan nyaris berseru, "HAH? SERIOUSLY?"

Aku mengangguk cepat.
"Nanti undangannya dikirim ya Bu."
Sebetulnya, emang aku dan Izar kan punya rencana buat nikahan lagi di KUA. Nah...kapan lagi aku punya kesempatan ngobrolin ini secara up-close-and-personal ama Bu Boss? Sekalian aja.

"Lo? Mau nikah? Sama siapa?" atasanku yang selalu cool ini tampak kaget.

"Adaaaa, nanti dikabarin. Habis itu, baru aku balik Coven..." jawabku, sekalian cek ombak.

ElopementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang