Tues-yeay

38.8K 5.5K 227
                                    

Setiap Selasa, Izar antar aku lebih pagi dari biasanya. Habis subuhan, kami langsung sarapan dan mandi dan berangkat. Tapi, aku juga mulai membiasakan diri pulang cepat kalau habis presentasi.

"Aku suka kamu siapin baju aku. Terimakasih, Mia. Tiap pagi, ya." Izar berkata sambil mengecup pipiku, saat aku lagi bercermin dan berusaha keras membuat cepol sambil nyontek Pinterest.
Buyarlah semua sisiranku selama 10 menit terakhir, bahkan tanganku aja ikutan gak konsen kalau dekat-dekat Izar.
Menyerah, akhirnya aku kuncir kuda seperti biasa.

Another good surprise: ada Koko Krunch dan Froot Loops untukku sarapan. Izar gak mau pantry suci nya ternoda indomie, tapi dia tahu aku bakalan ngomel kalau harus ngikutin selera makan paginya yang terlalu health-hippie.

"Hari ini aku seharian di studio kantor aja. Nanti jemput kamu, trus kita bisa belanja ke Lottemart sebelum pulang." Izar mengumumkan sementara nyetirin kami melewati jalanan yang mulai padat.

What a plan. Aku gak suka belanja groceries. Saking malesnya, aku pernah bayar temen kost buat belanjain kebutuhan bulanan yang malesin macam pembersih kamar mandi, gula, pembalut...gitu-gitu kan. Belakangan aku disetelin belanjaan di tokopedia jadi tinggal ngulang order dan ngulang bayar ke salah satu lapak kelontong. Dah, tenang hidupku.

"Kenapa, Mia?" Izar bertanya demi melihat ekspresiku yang berubah suram.

"Aku gak suka belanja." jawabku jujur.

"Karena dulu kamu pernah hilang di Makro. Right. It won't happen with me." ia menjentikkan jari.
Uh. Iya, dia tahu. Jadi jaman kecil dulu, aku pernah suka belanja bulanan. Supermarket gitu ya, serasa surga berisi berbagai cemilan dan permen dan makanan buat bocah! Tapi aku beberapa kali hilang dari pengawasan Indung dan Akung di Makro, semacam Indogrosir yang trendi di 90an, dan sekali waktu ketabrak forklift. Kapok deh.
Mepet banget kan ada geng Mart/Maret di mana-mana...cukup lah.

"Kemarin, gimana di Surabaya?" menjaga nada suara supaya tetap kalem, aku bertanya. Penasaran.

"Ah, biasalah. Suka dapat inspirasi belakangan. Udah menjelang mau beres tiba-tiba minta dibuatin sesuatu. Normal."
Hmm. Aku mencoba menganalisis hal aneh dari jawaban Izar.

"Sarah yang kemarin itu telpon ya, yang minta aneh-aneh?" tebakku. Minta dinner sambil nemenin jalan-jalan keliling kota, coba!

Izar menggelengkan kepala, "Iya, dia mendadak pengen punya plafon bermotif..."

Anjay. Kutebak permintaannya pasti kayak ujug-ujug minta langit-langit dicat awan-awanan. Atau glitter. Atau glow in the dark. Pokoknya norak.
Heuh. Siapa kemarin namanya? Sarah Amalia? Sarah Kamalia! Harus banget aku kepoin hari ini juga.

"Anyway. That Ren guy. He's your type, right?" Izar cari topik baru.

"Sok tau. Tahu darimana tipeku kayak Ren..." aku menjawab ketus.
Padahal kebat-kebit, tau darimanaaaaa dia tipeku kayak Ren???!!

"Tahu lah. Aku kan sering lihatin kamu dari dulu-dulu. Dari SMA juga sukanya cowok yang macho-macho, anggota geng motor, pemusik death-metal, anak punk..."

Aku ngakak. Iya juga sih. Pilihan cowokku selama ini memang gak biasa. Pokoknya yang menantang dan kontroversial lah.

"Trus kenapa Izaaaaar?" tanyaku sambil mengusap pipinya Izar. Licin mulus tiap pagi selalu shaving.

"Gak papa..." ia mengangkat bahu, sok santai, "Tampilannya dia kayak superhero ya. Super bad, gitu."

Komentar macam apa ini? Aku pengen ngakak tapi gak berani. Jadi aku cuma mengangkat bahu, sok-sok cuek.

ElopementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang