About Secrets & Truths

45.8K 6.3K 454
                                    

Aku terbangun gara-gara deringan ponsel.
"Ya..." setelah meraba-raba meja samping ranjang, menjatuhkan beberapa barang, akhirnya aku berhasil meraih ponsel androidku dan menyentuh screen untuk menerima panggilan.

"Cuuuuy. Dimana lo?" Nino rupanya, "Parah lo gak balik-balik lagi! Langsung cabs apa gimana? By the way, Bu Boss hari ini mau bikin party buat tim kita, demi merayakan awards dari CreaGala. Di Black Cat, jam 20. Bisa dateng kan lo?"

Aku membutuhkan beberapa detik untuk menyerap semua kata-kata Nino, sebelum menyadari kalau aku di Bandung, di dalam kamarku di rumah Indung.
"Gak bisa gue. Semalem gue balik Bandung, kakek gue masuk UGD."
Dan sekarang gue punya suami dadakan, which is kecengan lo si Faizar itu, by the way..., ingin aku meneruskan, tapi gak yakin itu ide bagus.

"Aaaaaaw. I'm so sorry, dear." suara Nino langsung terdengar prihatin, "Nanti gue kabarin anak-anak dan Bu Boss ya. Trus gimana kakek lo? Kenapa beliau?"

Aku memberinya sedikit update tentang Akung dan ngobrol sebentar, sambil mulai bangun, membuka gorden, menikmati sinar matahari dan melirik jam dinding. Sudah hampir jam 9...ingat jam besuk mulai jam 10. Buru-buru aku mandi setelah menutup telepon.

Saat turun ke lantai bawah, sesuai dugaan, orang-orang sudah kumpul. Idham duduk di depan meja makan, Indung lagi menggeret koper kecilnya Akung.

"Hai..." sapaku sambil duduk dan menuang teh dari teko ke gelas.

"Sissy-in-law! Merry morning." Idham menjawab sambil nyengir. Aku melempar tatapanku yang paling sinis padanya. "How's the first night going with the nicest of us all? Could he be naughty?" lanjutnya. Kan. Jahiliyah banget ini orang.

"Izar tidur di kamarnya Akung kaliiii, Dham." jawab Indung, membantuku. Aku menjulurkan lidah pada lelaki di sampingku, yang sebetulnya gantengnya sebelas dua belas sama Fachri Albar tapi cengengesannya lebih mirip si Vickynisasi.

"Mana tau malem-malem geser kamar si Mia, Ndung!"
"Hahaha. Bisa jadi."
Dan nyebelinnya, jayusnya menular. Hih.
Aku bahkan gak tau Izar kemarin ke rumah lagi. Setahuku, dia balik ke rumah Mami, katanya mesti ngobrol dulu ama Bapak. Aku pulang, langsung mandi dan tidur sampai barusan.

Indung duduk di hadapanku, membawa piring berisi roti bakar, "Izar duluan ke rumah sakit, barusan ada telepon, Akung sudah bisa pindah ke ruang rawat biasa."

Wah! Syukurlaaaah... Aku mengangguk-angguk. Masih canggung banget ini sih. Kehadiran Idham yang suka nongkrong random di rumahku pun rasanya aneh sekarang. I mean, we were like family, but now we really are family.

"Mami ama Ilham anter Bapak dulu ke airport." tambah Idham lagi, "Eh kamu kemarin dapat awards ya? Si iklan cat tembok itu?"

"Oh bukan. Ini penghargaan buat agency. Secara umum aja..." jawabku sambil makan.

Idham yang lulusan IT, sekarang jadi programmer. Kerjanya dari rumah, tapi kadang dia ngedosen juga di beberapa kampus. Aku masih belum bisa bayangin si tengil Idham ngajarin orang dengan berwibawa. Dan pasti banyak mahasiswi kena modus playboy satu ini.

"Eh kemarin, Izar menang juga gak sih?" aku baru inget alasan kami kemarin gak sengaja ketemu.
Idham mengangkat alis, "Gak tau. Dia gak bilang apa-apa. Semalem dia ribut lagi sama Bapak."

Ribut lagi?
"Soal?"
Idham sudah membuka mulut, tapi kemudian tampak berpikir ulang, "Tanya aja nanti sama dia. Aku gak mau berghibaaaah."
Aku melempar kismis padanya. Telat. Ghibah kagak, tapi bikin orang mikir macem-macem.

Hubungan Izar dan Bapak, memang gak terlalu akrab. Aku pun bingung, karena kupikir keduanya harusnya sih dekat, kayaknya Izar dan Bapak setipe: lelaki-lelaki alim yang taat. Tapi karena perdebatan keduanya baru mulai terjadi saat SMA, aku gak pernah tahu kenapa. Kuingat, berkali-kali Izar tidur di kamar Akung tiap Bapak datang.

ElopementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang