9. Hangover

1.3K 98 3
                                    

Operasi Hendry berjalan lancar berkat bantuan darah dari Tara. Melihat perempuan bernama Salsa itu mulai tersenyum bahagia membuat Tara kembali muak dan diliputi penyesalan karena sudah menolong Hendry. Tara tidak suka melihat perempuan itu tersenyum bahagia, Tara tidak suka melihat kedua orang itu bahagia di hadapannya. Tidak bisa Tara pungkiri bahwa api amarah itu belum padam sepenuhnya. Sulit untuknya bisa meredam semua kebencian yang terlanjur menjalar di setiap urat nadinya.

“Terima kasih ya, kamu sudah mau menolong Hendry,” ucap Salsa tersenyum sambil memeluk Tara erat.

Tara sedikit menghindar saat tubuh Salsa merapat padanya. Bagaimanapun Salsa adalah perempuan yang sudah menghancurkan impian indahnya dulu. Bagaimana mungkin Tara dengan begitu saja memaafkan perempuan itu tanpa secuil pun rasa benci yang tertinggal di hatinya? Tara juga manusia biasa, dia bukan malaikat yang bisa dengan mudah melupakan kesalahan orang lain terhadapnya. Apalagi perbuatan yang Salsa lakukan bukanlah kesalahan sepele bagi Tara.

Good job, Ta.” Bintang tersenyum bangga padanya begitu mereka sampai di apartemen.

Tara hanya tersenyum sekenanya saja dan masuk ke unitnya tanpa berkata sepatah kata pun.

Malam yang sudah menjelang pagi buta tak lantas membuat Bintang bisa tidur dengan lelap. Pikirannya melayang mencemaskan kondisi Tara yang baru saja mendonorkan darahnya. Apa Tara tidak butuh bantuannya? Apa Tara baik-baik saja setelah mengeluarkan banyak cairan merah dalam tubuhnya itu?

Bintang : Ta, is everthing okay? Lo nggak butuh something gitu? Mau gue bawain makanan?

Lama tak ada juga balasan.

Bintang : Udah tidur ya, Ta?

Tara calling ...

“Halo, Ta. Kenapa? Lo belum tidur?” tanya Bintang di telepon.

“Halo, Mas. Ini dari XX club, kita mau ngasih tahu kalo mbak yang punya ponsel ini lagi mabuk berat, Mas. Mas bisa jemput? Kayaknya parah, sih,” jawab seorang laki-laki di ujung telepon.

“Oke saya ke sana sekarang.”

Bintang yang tak berpikir panjang langsung meluncur menuju club yang dimaksud di telepon. Dia tak habis pikir dengan Tara yang bukannya istirahat untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah donor darah malah pergi ke club dan mabuk pula di sana.

Begitu sampai, Bintang melihat sosok Tara seperti sedang tertidur dengan posisi terduduk dan meletakkan kepalanya di meja bar dengan satu shot vodka yang belum sempat ditenggaknya.

“Udah habis berapa?” tanya Bintang pada bartender yang bertugas di balik bar.

“Itu yang ketujuh, Mas,” jawabnya yang membuat Bintang geleng-geleng.

“Ta ... bangun Ta ...” Bintang berusaha membangunkan Tara.

Mata Tara terbuka dengan berat, kepalanya terangkat dengan susah payah. Begitu pandangannya yang masih kabur itu menumbuk sosok Bintang di depannya, Tara tertawa.

“Hai, Bi ... gue kira lo nggak tahu kalo gue di sini,” papar Tara dengan tubuh yang oleng jika tidak ditopang Bintang. “Mau gue pesenin minum? Mas ... Mas ... lo mau apa?” tanyanya lagi pada Bintang dengan mata yang berkedip lambat seperti menahan kantuk.

“Ta, pulang Ta.”

“Oh, i see. You like brandy, right. Mas, brandy-nya satu, ya,” teriaknya pada bartender.

“Nggak usah, Mas,” tolak Bintang yang sibuk menegakkan tubuh Tara yang oleng sana-sini.

Come on, Bi. Let’s the party, hari ini gue udah jadi hero. Atau mau coba punya gue?” Tara menyerahkan shot pada Bintang tapi tak digubris cowok itu. Akhirnya, Tara meraihnya lagi dan mencoba menenggaknya namun dicegah Bintang hingga cairan bening itu tumpah mengenai baju Tara.

My Pretty Lady (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang