20. Wedding Festival

1K 83 0
                                    

Acara wedding festival yang sudah diselenggarakan sejak kemarin mendapat banyak antusias dari masyarakat luas khususnya mereka yang sedang merencanakan pernikahan. Banyak pasangan calon pengantin mendatangi vendor-vendor pernikahan yang menjadi incaran mereka. Banyak vendor yang menawarkan paket pernikahan dengan harga yang bervariasi dan konsep yang tak biasa membuat semua pengunjung menjadi tergiur.

Tara sudah berada di sana bersama Pam dan Amel untuk menemani Eva yang sangat antusias melongok ke dalam setiap booth yang memajang gaun pengantin terbaik mereka. Seharusnya Eva datang bersama calon suaminya, tapi karena calon suaminya itu tugas di Aceh membuat keduanya sulit mengatur waktu untuk bisa bertemu. Hal yang membuat Tara kagum pada Eva adalah, cewek itu tidak pernah mengeluh dengan hubungan LDR yang sudah dia jalani selama empat tahun ini dengan sang kekasih yang adalah seorang perwira TNI.

Mereka berempat sedang duduk di salah satu booth sambil mendengarkan segala macam penjelasan dari salah seorang petugas tentang macam-macam konsep pernikahan yang mereka punya. Eva yang duduk mendengarkan bersama Amel terlihat begitu antusias dengan semua penjabaran dari karyawan WO tersebut. Sedangkan Tara dan Pam hanya duduk di pojok ruangan sambil membolak-balik buklet yang juga mengandung banyak informasi tentang paket pernikahan.

“Abis Eva married, tinggal lo satu-satunya single di tim kita,” seloroh Pam setelah mereka terdiam cukup lama karena sibuk membaca buklet.

So?” tanya Tara tanpa memalingkan wajah dari buklet bukan karena dia tertarik dengan harga paket perikahan yang ditawarkan tapi lebih karena dia malas menanggapi.

“Gue lihat akhir-akhir ini lo dekat sama Adrian. Udah ada titik terang?”

“Dekat cuma sebatas teman aja.”

“Lo masih nggak mau buka hati juga, Ta? Nggak kasihan apa sama cowok-cowok itu? lo pasti sadarlah kalo mereka itu nggak cuma sekadar ingin jadi teman lo aja.”

Tara menutup lembar bukletnya. “Terus lo mau gue gimana, Pam? Dari awal mereka temenan sama gue, mereka pasti udah tahu kalo gue masih belum bisa ngasih hal yang lebih buat mereka selain pertemanan. Bukan salah gue juga dong kalo akhirnya mereka kecewa?”

“Kalo dari pengamatan gue, lo itu sebetulnya butuh kehadiran cowok di samping lo. Cuma lo terlalu gengsi untuk mengakui itu. Mungkin karena lo udah sering bilang kalo lo nggak butuh cowok. Tapi pada akhirnya, saat dia jauh dari lo, lo galau, kan?”

Alis Tara menyatu. “Hang on, lo lagi ngomong soal Bintang?”

See, cuma dia yang ada di pikiran lo. Padahal gue bisa aja ngomongin orang lain, tapi kenapa lo bisa mikir kalo orang yang gue maksud itu Bintang?” tembaknya lagi.

“Karena cuma dia yang jauhin gue sekarang. Puas lo!”

“Kalian itu kenapa, sih? Udah seminggu terakhir ini gue sama David nggak pernah lihat kalian jalan bareng lagi. Yang ada malah Bintang sering sama Mauryn dan lo sama Adrian. Shipper kalian pada kepo tuh sama gue!”

“Emang gue terlihat sedekat itu ya sama Bintang?” Tanpa sadar Tara sudah mencondongkan tubuhnya menghadap Pam.

“Lebih dari sekadar teman kayak orang pacaran malah. Emang lo nggak ngerasa apa?” Tara menggeleng. “Menurut kita-kita yang lihat, kalian berdua itu lengket banget. Kayak soulmate. Bayangin aja, berangkat bareng, makan siang bareng, pulang bareng lagi. Cuma berdua pula, siapa yang nggak salah paham coba?”

“Dan sepengamatan gue lagi, Bintang satu-satunya cowok yang bisa sedekat itu sama lo setelah peristiwa kelam masa lalu lo itu. Artinya, lo udah sangat butuh sosok cowok di samping lo tanpa lo sadari. Makanya begitu Bintang muncul dengan segala kebaikan dan perhatiannya, lo bisa dengan sangat terbuka menyambut dia.”

Mendengar semua perkataan Pam membuat Tara mau tidak mau kepikiran juga. Apa iya dia sudah sebegitu kehausannya akan perhatian seorang cowok sampai-sampai dia tak menyadari kalau dia sudah membuka akses lebih lebar untuk Bintang?

Girls, ikutan promo khusus yuk,” Amel menyela pembicaraan keduanya.

“Promo apaan?” tanya Pam dan Tara bersamaan.

“Ada promo khusus kita bisa dirias ala pengantin, nanti bisa difoto juga. Yuk! Si Eva udah masuk tuh.”

Tara dan Pam saling berpandangan dan tiba-tiba tangan keduanya ditarik oleh Amel.

“Gue  nggak usah ikut ya, Mel. Kalian bertiga aja,” tolak Tara.

“Ih, kenapa? Seru tahu kalo kita berempat bisa foto bareng pake wedding gown! Ayo dong, Ta ....”

“Nggak ah, kalian aja sana. Kan gue udah pernah nyoba pake gaun pengantin itu rasanya kayak apa. Jadi udah nggak penasaran lagi. Gue tunggu sini aja, ya.”

Mendengar Tara bicara begitu membuat Amel jadi tak enak hati.

“Gue juga nggak deh,”  timpal Pam, “kan gue juga udah pernah pake, kalian berdua aja sana. Enjoy.”

“Gue juga pernah tapi kasihan si Eva kalo sendirian. Gue temenin dia ya.” Amel masuk menyusul Eva.

Sambil menunggu kedua temannya selesai dirias ala pengantin, Tara Berjalan di sekitar area sambil mengamati sebuah gaun pengantin putih dengan hiasan manik-manik. Lama dia memandangi gaun itu sampai menyentuh gaun berbahan dasar chiffon berlapis tulle. Melihat gaun tersebut membuat Tara terkenang gaun pengantinnya dulu saat dia hampir menikah dengan Hendry. Dia memang sudah memaafkan cowok itu, tapi kesalahan yang Hendry lakukan padanya tetap tak mudah Tara lupakan begitu saja.

“Kalo mau jangan gengsi padahal.” Suara Pam membuyarkan lamunan Tara.

Dia tersenyum kecut. “Ingat masa lalu aja, gue hampir bisa pakai gaun pengantin dan dipamerin di wedding party gue. Sekarang semua itu tinggal kenangan.”

“Bukan jodoh lo berarti, nanti juga kalau lo udah ketemu orang yang tepat lo akan bisa naik pelaminan kayak kita,” hibur Pam, “asal lo mau membuka hati dan ngasih kesempatan untuk orang yang memang benar-benar tulus sayang sama lo.”

Entah kenapa mendengar itu pikiran Tara kembali tertuju pada sosok Bintang yang sudah tiga hari ini terasa amat menjauhinya. Sebenarnya, Tara melakukan hal yang sama. Mereka saling menghindar satu sama lain. Walau sekarang ada Adrian yang rajin mengantar jemput Tara, tapi kehilangan sosok Bintang amat terasa bagi Tara. Terbiasa bersama cowok itu membuat Tara seakan kehilangan sesuatu di dalam hidupnya.

“Pam ... i wanna tell you something.”

Tara merasa perlu ada seseorang yang bisa dia ajak bicara mengenai Bintang dan ciuman singkat mereka di malam gerimis tempo hari lalu.

XOXO

My Pretty Lady (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang