Mulut Pam masih saja terbuka lebar dengan dua bola mata yang melotot nyaris keluar. Apa yang dia dengar barusan dari Tara membuatnya syok dan hampir tak percaya jika Bintang bisa dengan nekad mencium sahabatnya itu tanpa izin.
“What did you say?” ucapnya masih tak percaya.
“Lo udah dengar tadi. Jangan nyuruh gue buat ngulang, deh.”
“Nggak nyangka gue. His romantic i think.”
Tara yang sedang mengaduk-aduk virgin mojito langsung melempar tatapan tidak suka pada Pam. “Excuse me?”
Pam langsung nyengir melihat respon Tara. “Santai kali. Nggak nyangka aja gue kalo dia bisa melakukan hal itu sama lo. Yang harus dimaklumi adalah dia cium lo dalam kondisi mabuk.” Pam menyesap banana smoothies setelah dia mengaduknya sebentar.
Setelah pulang dari acara wedding festival dan berpisah dengan Eva dan Amelia, Tara mengajak Pam untuk nongkrong cantik di sebuah kedai coffee and baverage yang lokasinya searah dengan jalur mereka pulang. Sejak masuk dalam tim divisi HRD lima tahun lalu, Tara sangat dekat dengan Pam melebihi yang lain. Itu karena Pam punya sifat tidak ember dan pintar menjaga rahasia sehingga cocok untuk Tara jadikan tempat curhatnya. Rahasia ini hanya Pam yang boleh tahu.
“No, he is not drunk. Kalo dia mabuk parah sampai nggak sadar apa yang udah dia lakukan, gue bisa maklum. Lah ini, dia ingat Pam! Artinya dia sadar waktu itu.” Tara langsung bersungut-sungut dan entah kenapa jantungnya bertalu-talu sekarang.
“Wow ...,” decaknya, “terus gimana sekarang?” Pam bersandar sambil melipat kedua tangannya mirip seperti Bu Lusi manager HRD yang sedang memarahi staff-nya saat melakukan kesalahan lengkap dengan silang kakinya.
“Gimana apanya?”
“Ya reaksi lo? lo kan udah tahu isi hati Bintang yang sebenarnya kalau ternyata selama ini dia nyimpan perasaan khusus sama lo. Terus reaksi lo akan gimana ke dia?”
“Gue nggak tahu! Gue masih syok aja.”
“Honey, masa selama ini lo nggak ngeh sih kalo Bintang itu suka sama lo? nggak mungkin deh. Lo kan nggak bego-bego banget untuk bisa paham sikap cowok sama lo.”
“Sialan lo! ngasih nasehat pake ngeledek segala lagi.” Tara mendelik sebal.
“Ya habis, gue tuh gemas juga sih sama lo. Emang segitu patah hatinya lo sama si Hendry sampai membuat lo mati rasa? Masa nggak bisa ngerasain sih kalo perhatian yang Bintang kasih selama ini itu bentuk rasa cintanya sama lo?” Pam menggelengkan kepalanya.
“Gue pikir itu sama aja, Pam! Gue berteman sama dia noting to lose aja, dan gue pikir dia juga kayak gitu. Mana gue tahu kalo ternyata dia ada maksud lain sama gue.”
“Jujur deh Ta, selama ini apa lo nggak pernah punya perasaan lain sama Bintang? nggak pernah ada pikiran kalo lo akan punya hubungan lebih sama dia selain berteman?” kini Pam mencondongkan tubuhnya ke arah meja dengan menumpangkan kedua tangan di atas dagu. “Nggak pernah salting apa deg-degan gitu jantung lo barang sekali aja sama dia?” sambung Pam lagi seolah pertanyaan yang sudah dia tanyakan tadi belum cukup.
“Pernah sih,” jawabnya dengan bergumam.
“Don’t mumble, i can’t hear it!”
“Pernah!” jawab Tara sedikit lantang dan sedikit malu. “Waktu dia masakin gue fettucini sama banana outmeal.”
“Bintang bisa masak emang?” mata Pam membulat lagi.
“Emang lo nggak tahu? Yes, he can. Dan fettucini-nya tuh enak banget.” Pikiran Tara melayang memikirkan sepiring fettucini buatan Bintang yang super yummy itu.
“Really? Mau dong gue dimasakin juga, cowok jago masak tuh seksi loh.
“Setuju gue! kalo ingat waktu gue hangover dulu, ngeliat effort dia repot-repot nyiapin sarapan buat gue terus nyemangatin gue untuk bisa move on dan maafin Hendry it’s not a simple thing. Gue bisa ngerasain ketulusan dia sama gue.”
“And now you blushing, Dear. Because of him, your face so red,” sela Pam sambil tersenyum-senyum sendirian.
“Masa sih?”
Tara yang panik langsung merogoh tas dan mengeluarkan compact powder-nya untuk bercermin membuktikan perkataan Pam tadi. Tapi perhatian Tara malah terpusat pada warna lipstick-nya yang mulai memucat, akhirnya dia mengeluarkan senjata pamungkasnya itu dan mulai memoles kembali bibirnya agar wajahnya selalu terlihat segar.
Bersamaan dengan itu, ponsel Pam berbunyi. Pam memberi tahukan lokasi dia berada bersama Tara dan meminta si penelepon untuk datang ke tempatnya sekarang disertai dengan kata ‘i love you’ yang bisa Tara tebak bahwa itu adalah telepon dari David.
“Laki gue mau nyusul ke sini katanya. Jadi gue bisa pulang bareng dia, deh.” Tara yang masih berkonsentrasi memoles lipstick serapi mungkin pada bibirnya hanya menimpal dengan ber-oh ria.
“Habis dari sini David ngajak gue shopping sekaligus makan malam,” cicitnya lagi.
“Senangnya yang mau makan malam. Tapi gue gimana baliknya? Pulangin gue dululah sebelum kalian shopping. Jahat banget, sih!”
Tadi saat pergi hang out bareng cewek-cewek anak HRD, mobil Pam dijadikan tumpangan keempat cewek itu untuk menuju lokasi wedding festival yang menjadi tujuan utama Eva. Otomatis sekarang Tara sebagai penebeng sangat mengandalkan kebaikan Pam untuk mau mengantarnya pulang.
“Lo kan bisa bareng Bintang pulangnya.” Ucapan Pam membuat Tara menghentikan aksi poles memoles bibir itu. Kini netra cewek itu tertuju pada Pam yang seolah meminta Pam untuk mengulang kalimat terakhirnya tadi.
“What did you say?”
“Jadi gini loh ceritanya, tadi pagi kenapa gue bisa jalan bareng kalian karena gue bete sendirian di rumah sementara David pergi futsal. Dia dijemput Bintang makanya mobil bisa gue pake. Sekarang laki gue mau nyusul kemari diantar Bintang juga, begitu loh ceritanya.”
“Gue cabut deh kalo gitu.” Tara nampak terburu-buru menyelesaikan polesannya sebelum dia benar-benar pergi dari tempat itu.
“Kok cabut?”
“Ya karena gue nggak mau ketemu apalagi pulang bareng Bintang, Pam.” Tara menjawab dengan geregetan.
Gadis itu terlihat sibuk memasukkan alat make up-nya ke dalam tas, menggulung asal kabel power bank, memasukkan ponsel dan terakhir memakai sleveless outer sebagai pelengkap gayanya hari ini. Itu semua dilakukan dalam gerakan cepat dan terkesan seperti orang yang sedang mengejar pesawat di bandara.
“Kalo tingkah lo begini kok gue ngerasa kalo lo itu salting dah mau ketemu Bintang.” Celetukan Pam langsung membuat semua pergerakan Tara terhenti.
“Kalo memang lo udah bisa ngerasa salting sama dia, itu artinya hati lo punya ketertarikan sama dia. Jangan dilawan go with the flow aja, siapa tahu Bintang memang the right one yang selama ini lo tunggu. Iya, kan?”
“Ngomong apa sih lo? nggak jelas, udah ah gue cabut aja sebelum mereka ke sini.” Ditentengnya tas kulit dan diselipkan ke pergelangan tangan kiri bersiap untuk pergi. Rencana Tara dia akan naik taksi saja sampai ke apartemen.
“Telat, tuh mereka udah nyampe.”
Arah mata Pam yang terus melihat parkiran cafe membuat Tara ikut-ikutan melongok juga dan mendapati dua cowok itu tengah turun dari mobil dan berjalan masuk ke area cafe. Posisi meja yang kedua perempuan itu tempati berada di tengah-tengah ruangan dan membuat siapa saja yang masuk area akan dengan sangat jelas melihat mereka.
“Hello ladies,” sapa David ceria.
Tara terjebak dan tidak sempat melarikan diri. Holy shit!
XOXO
KAMU SEDANG MEMBACA
My Pretty Lady (Completed)
RomanceBintang: "Nama lo Tara Auristella artinya bintang yang bersinar terang. Lo bisa terang sendirian, itu artinya lo kuat." Tara: "Nama lo Bintang Cakrawala artinya bintang di atas langit. Kalo gak ada lo, gue gak punya tempat untuk bergantung. Untuk bi...