Jam di tangannya sudah menunjukkan hampir pukul sebelas malam saat mobil yang dikendarai Bintang berhenti di lampu merah pertigaan. Pertemuan tak disengaja dengan Tara terus membuat pikirannya teralih, apalagi saat Bintang menolak ajakan Tara untuk bicara dan meninggalkan perempuan itu begitu saja membuatnya merasa kasihan dan bersalah.
"Bang, lagi mikirin apa, sih? Mama tanya kok nggak dijawab?" seru Bulan sambil menepuk bahu Bintang cukup keras.
"Iya kenapa, Ma?" Sial! Tara lagi-lagi membuat fokusnya teralihkan bahkan dari mamanya sendiri.
"Yang tadi itu siapa?" tanya mamanya lagi.
"Teman."
"Kok aku kayaknya pernah lihat, ya? Mukanya kayak nggak asing gitu!" Bulan tampak berpikir. Dia yakin pernah melihat perempuan yang berpapasan tadi dengan abangnya.
"Ngaco! Mana pernah kamu ketemu dia, main ke apartemen aja nggak pernah." Bintang terus memperhatikan lampu lalu lintas yang menyala merah dengan perhitungan waktu mundur.
"Apartemen!" pekik Bulan, "iya, itu cewek yang pernah aku lihat di apartemen Abang, kan? yang pake kimono, rambutnya bas-"
Tangan Bintang sudah menyumbat mulut Bulan agar gadis itu tidak bicara sembarangan yang bisa membuat mamanya salah paham.
"Kamu tahu, Lan?"
"Tahu, Ma. Waktu video call-an sama Abang, cewek itu lagi ada di apartemennya Abang. Terus aku lihat, pantesan mukanya kayak nggak asing."
"Itu Tara, Ma. Tetangga sebelah apartemenku."
"Tara? Jadi yang tadi itu Tara? Cantik banget, Bi. Kenapa kamu nggak kenalin ke mama? Kan, waktu itu kamu udah janji."
Lampu hijau sudah menyala, Bintang langsung tancap gas merayap lagi di jala raya bersama para mengendara yang lain tanpa menjawab pertanyaan mamanya.
"Lagi berantem ya, Bang?" lagi-lagi mulut Bulan susah dikendalikan.
"Tau apa sih anak kecil!" Bulan mencebikkan bibir diejek begitu.
"Kalo punya masalah selesaikan dulu. Kamu nggak kasihan apa sama dia? Mumpung ada kesempatannya." Mamanya ikut berbicara.
"Nggak ada masalah kok, Ma." Bintang tetap berusaha konsentrasi ke arah jalanan.
"Terus kenapa tadi dia kelihatan sedih waktu Abang pergi? Kayak mau nangis malah."
Bintang tiba-tiba menepikan mobilnya. Pikiran yang terpecah belah membuatnya sulit berkonsentrasi di jalanan.
"Paling nggak say goodbye mungkin," usul mamanya lagi, "mumpung belum terlalu jauh."
"Sini aku aja yang nyetir, Abang kelarin dulu urusannya. Kasihan Mama kalo harus nunggu di mobil." Bulan berinisiatif keluar dan beralih ke kursi kemudi.
"Maaf ya, Ma. Lan, titip ya." Bintang melepas seatbelt-nya dan bersiap pergi.
"Nanti kalo sempat ajak Tara ke rumah, ya." Mamanya tersenyum simpul sebelum akhirnya pergi bersama Bulan.
XOXO
Tiba di minimarket tempat tadi dia bertemu dengan Tara, Bintang tak menemukan sosok gadis itu di sana. Sepertinya dia sudah selesai berbelanja dan kembali ke rumah sakit. Tujuan Bintang selanjutnya adalah ruang kebidanan dan kandungan di rumah sakit itu setelah mengingat kata-kata Tara tentang kakak iparnya yang melahirkan.
Masalah kembali muncul saat Bintang tidak tahu di mana kamar yang dikunjungi Tara. Dari sekian banyak ruang perawatan yang ada, tidak mungkin Bintang memeriksanya satu persatu dan dengan bodohnya dia meninggalkan ponsel begitu saja di mobil. Double stupid!
![](https://img.wattpad.com/cover/227651463-288-k173898.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Pretty Lady (Completed)
RomanceBintang: "Nama lo Tara Auristella artinya bintang yang bersinar terang. Lo bisa terang sendirian, itu artinya lo kuat." Tara: "Nama lo Bintang Cakrawala artinya bintang di atas langit. Kalo gak ada lo, gue gak punya tempat untuk bergantung. Untuk bi...