Tara sejak tadi terlihat mondar-mandir di depan pintu apartemen Bintang sambil sesekali mengecek layar ponselnya jika cowok itu tiba-tiba meneleponnya balik. Sejak perdebatan kecil di antara mereka tadi, Bintang tidak juga mengangkat telepon dari Tara. Panggilan cewek itu selalu di-reject oleh Bintang, apa memang semarah itu Bintang pada ucapan Tara sampai-sampai membuatnya enggan lagi menjawab panggilan dari Tara?
Tara juga tahu bahwa Bintang tidak ada di apartemennya, terlihat dari lampu teras balkonnya yang masih gelap. Rasa bersalah menghantui Tara jika dia ingat bagaimana cara Bintang pergi begitu saja. Cowok itu terlihat mencoba meredam amarahnya di depan Tara sebisa mungkin. Mungkin Bintang tidak suka jika Tara terlalu mencampuri urusan pribadinya dengan Mauryn sehingga membuat Bintang emosi.
"Gue janji deh nggak akan ikut campur lagi urusan lo sama Mauryn, tapi please dong Bi, lo angkat telepon gue!" rutuknya sambil terus menatap layar ponsel dengan gelisah.
Tak selang berapa lama, terlihat dua orang cowok keluar dari dalam lift. Salah satunya adalah David yang terlihat kepayahan menuntun Bintang yang sepertinya sudah dalam keadaan mabuk itu. Dengan terbungkuk-bungkuk dan sedikit menyeret tubuh tinggi Bintang, David berusaha mendekati pintu apartemen karibnya itu.
"Bintang!" pekik Tara kaget, "Vid, Bintang kenapa?" tanyanya lagi sembari membantu David menuntun tubuh Bintang yang oleng sana-sini.
"Thank God ada lo, Ta. Bukain cepat! Pinggang gue dah mau patah, nih," keluhnya.
Tara langsung membuka pintu apartemen Bintang dengan acess card yang David berikan kepadanya. Setelah masuk ke dalam, David langsung membaringkan lebih tepatnya membanting tubuh Bintang ke sofa terdekat.
"Kok di sini, sih? Ke kamar dong!" protes Tara lagi.
"Udah sini aja, nggak apa-apa. Capek gue ..." jawabnya dengan napas ngos-ngosan sembari mengelap keringat di dahinya.
"Ta, mumpung ada lo, gue titip ya. Gue mau pulang soalnya dari tadi Pam udah neleponin terus, gue nggak pamit dia waktu pergi tadi. Thank you, Ta, you're the best!"
David langsung melesat pergi bahkan sebelum Tara sempat mengedipkan matanya dan mencerna semua pesan David tadi. Kini, Tara hanya bisa memandangi Bintang yang nampak terlelap nyenyak di sofa. Bau alkohol menguar dari baju yang Bintang kenakan saat Tara berjongkok untuk membantu melepas sepatu cowok itu. Bagaimanapun Bintang juga pernah membantunya saat dia mabuk berat, sekarang giliran Tara yang mengurusi Bintang. Dalam pikiran Tara, apa Bintang mabuk begini gara-gara pertengkaran mereka tadi?
Dahi Tara mengernyit saat melihat sepasang sepatu Piero warna hitam yang tengah membungkus kedua kaki Bintang itu. Dia seperti pernah melihatnya, tapi di mana? Tara yakin dia pernah melihat sepatu itu dan seperti ada sesuatu yang melibatkan dirinya dengan sepatu itu. Tapi apa? Tara benar-benar lupa. Mungkin sepatu orang lain yang terlihat mirip dengan sepatu yang Bintang pakai itu. Menyerah berpikir akhirnya Tara meloloskan sepatu dengan hati-hati agar tidak mengusik Bintang.
"Ta ..." rupanya Bintang terbangun begitu dia merasakan ada yang menyentuh kakinya.
"Sorry, gue cuma mau copot sepatu lo kok."
"It's okay, let it go." Bintang mengambil posisi duduk sambil tetap merebahkan diri. Kepalanya masih berat.
Tara mengambil duduk di sebelah Bintang. "Bi, maafin gue ya. Mungkin tadi kata-kata gue ada yang bikin lo tersinggung sampai lo jadi begini, deh."
"What do you mean? No, bukan salah lo. Gue cuma lagi sebel aja sama cewek gebetan gue yang nggak pernah peka." Bintang berbicara dengan mata yang masih tertutup dan embusan napas yang berat.
![](https://img.wattpad.com/cover/227651463-288-k173898.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Pretty Lady (Completed)
RomanceBintang: "Nama lo Tara Auristella artinya bintang yang bersinar terang. Lo bisa terang sendirian, itu artinya lo kuat." Tara: "Nama lo Bintang Cakrawala artinya bintang di atas langit. Kalo gak ada lo, gue gak punya tempat untuk bergantung. Untuk bi...