"Gak usah nangis, kamu tau kan saya gak suka liat cewek nangis."
"Hiks..."Anin yang semula menatap Rowoon kini tertunduk dan kembali terisak sembari memegang erat foto polaroid Kai. Rowoon menghela napasnya lalu menghalangi wajah Anin dari sinar matahari sore yang begitu menyilaukan dengan sedikit menggeser tubuhnya menjadi berdiri tepat dihadapan Anin.
"Anin..." Rowoon lalu memegang kedua pundak Anin dan membalikkan badan Anin untuk duduk dengan membelakangi sinar matahari.
Anin menatap Rowoon dengan air mata yang masih menetes. Rowoon lalu duduk disamping Anin dan mengusap air mata Anin dengan sangat lembut.
"Sinar mataharinya panas jadi lebih baik duduknya gini" kata Rowoon sembari meregangkan tubuhnya dan mengadahkan kepalanya keatas untuk menikmati sinar matahari di sore hari.
Anin menyeka air matanya kembali, "Bapak bilang sinar mataharinya panas tapi Bapak malah menghadapkan wajah Bapak keatas"
"Saya menghadap keatas gini bukan buat nikmatin sinar mataharinya Nin, cuma saya lagi minta ke Tuhan buat berhentiin tangisan kamu" Jawab Rowoon dengan mata yang terpejam.
Anin tersenyum tipis lalu mengangguk. "Ngomong-ngomong, bukannya Pak Rowoon lagi ada tugas diluar kota ya Pak? Kok udah pulang?"
"Saya udah pulang dari kemarin Nin, kamunya aja yang gak ngeh soalnya sibuk merindukan seseorang"
Anin mendecih merespon perkataan Rowoon barusan.
"Oh iya, mana oleh-olehnya Pak? Kemarin kata Bapak, Bapak mau bawain oleh-oleh buat saya" tempo hari sebelum Rowoon berangkat ke luar kota memang Rowoon mengatakan kepada Anin jika ia akan membelikan Anin oleh-oleh, dan sekarang karena Rowoon sudah pulang jadi Anin menagihnya.
"Oleh-oleh saya ada sih Nin, cuma kayaknya saya kasih nanti aja deh kalau hati saya udah bener-bener ikhlas"
Anin menautkan alisnya, maksud Rowoon berkata seperti itu apa? Apa mungkin Rowoon tidak ikhlas membelikan Anin oleh-oleh?
"Maksud Bapak?"
Rowoon tersenyum kecut sembari melirik sekilas foto polaroid yang Anin pegang. Pria bertubuh tinggi itu lalu menepuk-nepukkan tangannya di pahanya.
"Saya ngasih oleh-olehnya nanti aja kalau saya udah ikhlas liat kamu nangisin orang lain. Sekarang saya belum ikhlas jadi belum saya kasih"
Anin semakin dibuat bingung dengan perkataan Rowoon. Maksudnya bagaimana? Kenapa Rowoon malah berbelit-belit dan tidak langsung mengatakan maksud perkataannya saja? Pikir Anin.
Rowoon terkekeh melihat raut wajah Anin yang sangat jelas bahwa gadis itu bingung dengan perkataannya. "Kamu bener-bener gak peka ya Nin"
Anin menggaruk tengkuknya dan tersenyum. "Saya kalau sama kode-kodean gitu kurang paham Pak. Mendingan langsung to the point aja biar saya paham"
"Yakin kamu mau to the point aja?" Tanya Rowoon yang dijawab anggukan kepala oleh Anin.
"Maksud saya itu, saya cemburu ngeliat kamu yang setiap hari galau karena Pak Kai. Dan saya juga cemburu melihat kamu disini sendirian nangisin Kai" Rowoon menjeda perkataannya dan menatap Anin yang kini juga tengah menatapnya. "Kamu kaget ya Nin? Hehe maaf ya, tapi emang itu yang saya rasakan. Saya suka sama kamu Nin, dari awal kita ketemu waktu interview saya udah tertarik dan suka sama kamu"
Tunggu tunggu tunggu, Anin masih belum paham dengan apa yang Rowoon katakan sekarang. Apa sekarang Rowoon sedang menyatakan perasaannya kepada Anin?
Jujur, Anin benar-benar tidak menyangka jika Rowoon memiliki perasaan kepadanya. Anin kira, Rowoon selama ini selalu baik kepadanya karena itu adalah bagian dari perhatian Rowoon untuk sesama karyawan kantor. Tapi ternyata, Anin salah karens ternyata semua perhatian yang Rowoon berikan kepadanya itu adalah perhatian dalam bentuk rasa suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Big Boss [Kim Jongin] | END
FanfictionKebayang gak sih lo kalau lo jadi sekretaris--ah ini bukan cuma sekretaris eum lebih tepatnya sekretaris yang merangkap jadi asisten pribadi boss nya sendiri? Masih mending kalau boss nya normal dan dalam batas wajar bin manusiawi kayak orang lain...