Ngidam! [Part 4]

4.8K 680 52
                                    

Tidak terasa sudah memasuki penghujung musim panas. Suhu udara sudah tidak sepanas minggu-minggu lalu, bahkan jauh lebih dingin, tapi masih cenderung normal. Namun pohon-pohon belum berguguran.

Semalam, sebelum Jisung menutup matanya, Chenle secara mendadak berkata jika dia ingin berjalan-jalan dengan Haechan dan Mark, serta Harvey dan Renjun.

Mata Jisung yang sebelumnya terasa begitu berat sampai terbuka lebar, rasa kantuknya hilang dalam sekejap. Jisung pun bertanya ke mana Chenle ingin pergi, tapi Chenle bilang ke mana saja asalkan naik kereta.

Chenle belum pernah mencicipi rasanya berpergian dengan kereta mengingat selalu ada Jisung yang mengantarnya ke mana saja. Jarak dari rumah dan kantornya pun terbilang dekat, jadi hanya ditempuh dengan bus saja bisa.

Jika hanya libur satu hari rasanya tanggung. Jisung pun menanyakan jika Chenle ingin menginap di luar kota dan istrinya menjawab "Mau!" dengan penuh semangat.

Karena itu mereka berada di stasiun sekarang. Tujuan mereka adalah Busan, Chenle yang memilih tujuannya. Jisung sudah memesan tiket KTX untuk semuanya.

Harvey hampir tidak ikut. Jisung sudah merasa senang saat itu, tapi Chenle terlihat begitu sedih ketika pria itu bilang dia harus mengurus baju-baju untuk pagelaran busana musim gugurnya.

Akhirnya Jisung merebut ponsel Chenle dan berbicara dengan Harvey di luar kamar seraya menahan pintu kamarnya agar tidak bisa dibuka istrinya.

"Listen you 'lil man. I swear I'll kill you if you don't come tomorrow."

Dan Harvey pun menyisihkan waktunya untuk ikut dalam perjalanan mereka.

Kaki Chenle bergoyang-goyang ke depan dan belakang, menunggu kedatangan teman-temannya. Jisung sendiri sibuk dengan sarapannya, dia belum sempat sarapan di rumah. Chenle pun mengomel sepanjang perjalanan mereka ke stasiun.

"Oh!"

Chenle bangun dari duduknya begitu cepat. Tangannya melambai pada dua orang yang berjalan cepat ke arahnya.

"Lele-ya!"

Lelaki dengan kulit madunya memeluk Chenle begitu sampai. "Akhirnya kita bisa jalan-jalan bersama!"

Namun Haechan ditarik oleh pria di belakangnya dan wajah Haechan dibenamkan secara paksa di dada pria itu.

"Jaga sikapmu, bocah."

Haechan meronta-ronta dan berusaha melepaskan diri dari Mark. Begitu lepas, lelaki itu menarik nafas yang dalam dan menatap pria itu dengan tajam. "Diam kau Pak Tua. Kau juga memalukan tahu, lihat pakaianmu! Tidak sesuai umur."

"Yang terpenting wajahku masih sesuai dengan pakaianku, bocah."

Chenle menggaruk tengkuknya. Tidak dia sangka Mark dan Haechan adalah pasangan seperti ini. Chenle belum pernah bertemu dengan keduanya di satu tempat. Selama ini Chenle pikir Haechan hanya melebih-lebihkan ketika bercerita padanya.

"Duduk saja, sayang. Mereka memang seperti itu." Jisung menarik pelan tangan Chenle untuk kembali duduk di sampingnya.

Seusai menghabiskan rotinya, Jisung bangun untuk membuang plastiknya. Saat itulah matanya menyipit dengan tajam begitu melihat sesosok pria dengan wajah khas baratnya berjalan dengan lelaki mungil di sampingnya.

Dengan cepat Jisung kembali duduk di samping Chenle dan merangkul erat istrinya. Sementara Mark bertukar jabat tangan dengan pria Inggris itu.

"Hey bro."

"Hi mate."

"Renjun hyung!" Haechan kembali berteriak dan memeluk lelaki mungil yang baru saja datang. Kejadian tadi pun berulang, tapi tampaknya baik Renjun maupun Harvey sudah terbiasa dengan itu.

"Kupikir kau tidak menyukai temanku yang satu ini." Mark berbisik pada Jisung seusai pertengkaran kecilnya dengan Haechan.

Ketiga pihak bawah sibuk berbincang sambil sesekali mengusap perut Chenle yang sudah membesar, sementara yang sedang dibicarakan Mark sibuk dengan ponselnya. Sepertinya sedang menghubungi seseorang.

"Hah... Chenle yang mengajaknya."

"Well, dia sudah move on, jadi kau tidak perlu takut dan bisa menyudahi dendam anehmu itu."

Jisung hanya mendengus. "Temanmu itu keterlaluan, hyung."

"Sudah lewat Jisung, lepaskan saja."

Wajah murung Jisung berubah ceria seketika Chenle menghampirinya. Melihat itu rasanya Mark ingin sekali menertawakan adik sepupunya.

"Ayo kita masuk!"

Jisung tersenyum dan mengangguk. Digenggamnya tangan Chenle dengan erat, sesekali Jisung akan mengusak rambut Chenle.

"Paman Ji. Lele boleh minta sesuatu?"

Jisung mengangguk. "Lele ingin apa?"

"Rambut Harvey sunbae bagus sekali, Lele ingin lihat rambut Paman Ji seperti itu."

Tidaaaakk!

Jisung tidak ingin disamakan dengan Harvey.

"Tapi kita sedang jalan-jalan, sayang. Bagaimana bisa aku mewarnai rambut?" Jisung beralasan.

"Di Busan pasti ada salon. Mau ya, Paman Ji?"

Jisung menghela nafasnya sebelum dengan berat menjawab. "Apapun untuk Lele."

Our Days [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang