Cerah Dalam Mendung

8K 1.3K 20
                                    

Hampir seisi rumah sibuk menyiapkan semua yang diperlukan untuk natal. Mulai dari bahan makanan, dekorasi, peralatan rumah, hampir segalanya diurusi. Semua karpet dan tirai diganti, dinding dan seluruh tempat yang bisa dihias tampak cantik walau belum selesai, halaman belakang rumah yang sangat luas pun dibersihkan dari salju yang menumpuk.

Banyak orang berlalu lalang mengisi lorong. Ada beberapa yang tidak Chenle kenal, tapi dia tahu mereka adalah orang-orang dibawah pimpinan orang tuanya yang diminta untuk membantu orang-orang di rumah.

Itu berarti, orang tuanya akan ke sini. Tidak pulang, hanya singgah. Chenle tahu itu.

Dan Jisung pun tahu itu. Karena itulah sejak tadi pagi Jisung benar-benar seperti menempel pada Chenle. Chenle tidak bertingkah seperti biasanya sejak bangun tidur. Jisung tahu Chenle memikirkan banyak hal tentang orang tuanya.

Jisung sudah siap jika Chenle ingin bercerita atau hanya sekadar mengeluhkan kondisinya. Atau jika Chenle ingin menangis, Jisung sudah memikirkan kata-kata penghibur untuk diucapkan dan menyiapkan pelukan erat yang nyaman.

Namun Chenle tidak membuka mulutnya sama sekali. Itu jauh lebih mengkhawatirkan daripada tangisan anak itu.

Ketika makan, Chenle terlihat sangat tidak menikmati makanannya dan lebih sering melamun ketimbang menyuap makanan. Tidak ada celoteh riang walau hanya sekadar basa-basi. Yang terparah bagi Jisung adalah, tidak ada ajakan bermain. Bahkan ketika Jisung menawarkan Chenle hanya diam dan memalingkan wajahnya.

Anak seusia Chenle seharusnya bermain bersama orang tuanya, bukan memikirkan apa yang harus dia lakukan di kehadiran orang tuanya. Itu tidak wajar.

Sudah sekian kalinya Jisung menghela nafas. Di kamar tidur Chenle yang serba putih ini Jisung berdiri tepat di belakang sang pemilik kamar yang duduk menghadap jendela kamarnya.

Jika saja bisa, Jisung ingin sekali mengganti orang tua Chenle dengan orang tua yang lebih baik. Anak menawan ini tidak pantas dimiliki oleh orang yang buruk.

"Paman Ji."

Jisung langsung menyiapkan diri untuk keadaan yang sudah diantisipasinya.

"Ya, tuan muda."

"Lele tidak mau bertemu mama dan baba."

Saya pun tidak ingin tuan bertemu mereka.

Mulut Jisung tertutup, tidak ada balasan yang keluar dari mulutnya.

"Lele ingin sekali membenci mama dan baba." Jisung bisa mendengar getaran pada suara Chenle meski tidak begitu ketara.

"Kenapa Lele ditinggal di sini? Apa sih yang mereka lakukan di sana? Apa mereka tidak rindu Lele?"

Jisung memperkirakan Chenle akan menangis setelahnya, tapi tidak. Tidak ada isakan, hanya hening.

Dengan tekad yang kuat, Jisung sudah mengingatkan dirinya untuk menanyakan pertanyaan itu kepada Tuan dan Nyonya Besar Zhong. Tidak peduli apapun resikonya, Jisung akan tanyakan.

"Paman Ji. Di sini, hanya Paman Ji dan paman serta bibi pelayan yang peduli pada Lele,"

Chenle turun dari kursi dan mendekati Jisung yang masih berdiri di tempatnya. Anak itu tersenyum pada Jisung dan secara mengejutkan membungkuk dalam pada Jisung.

"Lele belum pernah berterima kasih untuk itu. Terima kasih banyak, Paman Ji."

Nafas Chenle tertahan ketika secara tiba-tiba Jisung menarik dan memeluknya erat.

Jisung sudah beberapa kali memeluknya, bahkan Chenle tidak pernah merasa terkejut jika Jisung melakukannya secara tiba-tiba seperti sekarang. Tapi ini terasa berbeda.

Chenle...

"Jangan berterima kasih untuk itu. Saya akan menyayangi tuan muda sepanjang hidup saya dan tuan muda tidak akan bisa mengucapkan terima kasih sebanyak dan selama itu."

Jisung tersenyum dan melesakkan wajahnya di kepala Chenle. Helai rambutnya terasa lembut dan Jisung menyukai bagaimana tiap helainya terasa seperti membelai wajahnya.

Sementara itu Chenle terdiam.

Untuk pertama kalinya kedua pipinya terasa hangat dan sesuatu dalam dirinya merasa nyaman.

Chenle...

Chenle ingin selalu bersama Paman Ji-nya.

Our Days [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang