Bonus! [Part 2]

10.1K 1.2K 149
                                    

Pagi ini Jisung bangun dengan perasaan yang tidak nyaman. Tidurnya semalam adalah tidur paling tidak nyenyak yang pernah dia alami. Biasanya Jisung memeluk Chenle sepanjang malam, tapi semalam adalah malam yang benar-benar berbeda.

Jisung memandangi bantal di sebelahnya yang kosong kemudian menghela nafasnya. Pria itu bangun dan memandangi ranjangnya yang berantakan. Semalam Jisung mengganti posisi tidurnya berkali-kali karena tidak nyaman, jadi tidak heran jika ranjangnya berantakan sekarang.

Pikiran Jisung melayang pada semalam dan dia tidak bisa menahan dirinya dari merasa benar-benar marah pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia berbicara sedingin itu pada istrinya sendiri? Tidak... bagaimana bisa dia membentak istrinya sendiri? Memang dirinya sangat lelah kemarin, tapi itu bukan berarti dia bisa seenaknya saja membentak Chenle seperti itu. Mungkin saja kemarin Chenle sedang mengalami sesuatu yang buruk hingga bersikap seperti itu pada Jisung.

Jisung segera melangkah menuju kamar tamu. Dia mengetuk pintu itu dengan hati-hati. "Lele, boleh aku masuk?" Jisung bertanya dengan hati-hati.

"Jangan, hyung berangkat saja. Sudah kubuatkan sarapan, ada di meja." Suara Chenle terdengar dari dalam.

Jisung menggeleng. "Aku ingin bicara."

"Hyung..."

Jisung membeku. Chenle tidak pernah memanggilnya seperti itu. Bahkan ketika mereka sudah menikah Chenle masih memanggilnya Paman Ji. Ini salah.

"Hyung, cepat makan sarapanmu, baba sudah menunggu."

"Lele, buka pintunya, aku mohon."

"Kita akan bicara, tapi setelah hyung selesai bekerja. Oke?"

Jisung menghela nafasnya. "Baiklah." Dia pun pergi.

Jisung mengalah. Chenle itu keras kepala, bahkan jika Jisung menunggu di depan pintu sampai malam tiba istrinya itu tidak akan keluar.

Jisung memandangi meja makan yang sudah tertata rapi. Di sana ada semangkuk bubur, sebuah kotak kecil, dan sebungkus sari ginseng merah diletakkan dengan rapi. Jisung duduk dengan pikiran yang kacau.

Kemarin Jisung memakan ramen sebagai menu sarapannya. Jisung tidak meminum vitamin-vitaminnya. Jisung tidak meminum sari ginseng.

Wajar saja jika Chenle marah semalam. Istrinya hanya ingin menegur Jisung yang tidak menjaga kesehatan dirinya kemarin. Semua rutinitas yang seharusnya dijalankan malah dia abaikan dan berakhir dengan tubuhnya yang kelelahan.

"Brengsek sekali kau Park Jisung." Jisung mengumpati dirinya sendiri.

Tangannya bergerak menyendok bubur yang masih mengepulkan asap tipis, tapi terasa sulit karena tangannya bergetar hebat. Pandangannya yang kabur juga semakin mempersulitnya.

Jisung menangis. Menangisi kebodohannya, menangisi rasa bersalahnya.

Air matanya bercampur dengan buburnya, tapi Jisung tidak peduli. Pria itu tetap memakan buburnya hingga habis. Setelah itu meminum sari ginseng dan juga vitamin-vitaminnya.

Jisung menahan isakannya selama sesi sarapan dan sebagai akibatnya, isakannya menjadi parah saat pria itu mandi. Alhasil mata serta hidungnya menjadi merah dan wajahnya terlihat seperti membengkak.

Jisung kembali mendatangi kamar tamu walau tahu Chenle tidak akan keluar. Jisung mengatur nafasnya yang masih tersenggal agar tidak terdengar aneh ketika berbicara.

"Lele-ya, aku akan berangkat."

"Oh, berhati-hatilah."

Tidak ada peluk dan cium sebelum berangkat hari ini. Jisung berusaha menerimanya.

Our Days [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang