Bonus! [Part 4]

9K 1.1K 121
                                    

Memasuki bulan ketiga kehamilan Chenle, Jisung mulai mempersiapkan hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk calon anaknya. Jisung sudah memesan baby crib dan akan sampai seminggu lagi. Beberapa baju bayi pun sudah Jisung beli meski belum tahu kelamin sang calon anak. Chenle pun sempat mengomel tentang itu, tapi begitu Jisung bilang bajunya bisa dipakai bayi perempuan maupun laki-laki, Chenle tidak bisa melakukan apapun.

Diam-diam Chenle meleleh karena perlakuan Jisung.

Karena Chenle awalnya berpikir untuk menyiapkan semuanya setelah empat bulan kehamilannya. Namun Jisung bergerak atas keinginannya sendiri untuk Chenle.

Tuan Besar Zhong dan Nyonya Besar Zhong juga mulai memberikan keringanan pekerjaan untuk Jisung agar bisa menjaga anak dan calon cucu mereka dengan baik.

Nyonya Besar Zhong hanya akan memanggil Jisung di saat benar-benar diperlukan saja seperti pemotretan untuk brandnya. Wanita itu tidak lagi menghubungi Jisung ketika hanya ingin pamer menantu dengan teman-temannya.

Tuan Besar Zhong membebaskan Jisung dari pekerjaan di hari Sabtu. Jadi Jisung bisa menghabiskan akhir pekan dengan Chenle dan Chenle tidak akan merasa kesepian. Juga tidak membiarkan Jisung sampai pulang malam.

Namun masalahnya ada pada Chenle sendiri. Walau sudah tahu tidak boleh sampai kelelahan, lelaki itu tidak mengurangi jadwalnya sama sekali. Jisung tahu pekerjaan Chenle memaksanya untuk berada di kantornya sampai malam hari. Dan karena lembaga pendidikan mode tempat istrinya bekerja tidak berada dalam jangkauan kuasa Tuan Besar Zhong, Jisung tidak bisa melakukan apapun selain khawatir dan cemas untuk Chenle.

Terutama saat ini.

"Jepang?" Dahi Jisung berkerut dalam, matanya menatap Chenle penuh ketidakpercayaan.

"Iya. Karena ini acara formal, jadi Lele harus hadir."

Seminar di luar kota maupun luar negeri sudah biasa Chenle lakukan sebelum kehamilannya, Jisung sendiri tidak masalah. Namun karena kondisinya berbeda sekarang, tentu ini menjadi masalah.

"Bisakah Lele meminta Haechan menggantikan Lele?"

Chenle menggeleng. "Kan tadi Lele sudah bilang, harus Lele."

Jisung menghela nafasnya. Jika Chenle sedang tidak hamil pasti sudah Jisung izinkan.

"Paman Ji, boleh kan?"

"Asal aku ikut, maka boleh."

Senyum Chenle mengembang lebar. "Itu jadi lebih bagus!" Lelaki itu melompat-lompat kecil, merasa bersemangat mengetahui Sang Suami akan ikut dalam perjalanannya. Kalau begini Chenle tidak perlu mengeluarkan uangnya sendiri.

"Jangan melompat-lompat seperti itu." Jisung menahan istrinya dan membuatnya duduk di sampingnya. "Lebih baik kita berbicara saja."

"Bicara apa?"

"Ada yang ingin aku ketahui, pertama, sebenarnya apa yang Lele lakukan di kantor Lele sampai Lele pulang malam?"

Mata Chenle berbinar-binar. Jisung tidak pernah menanyakan ini sebelumnya. Chenle akan memastikan dia terlihat mengagumkan di depan Jisung.

"Lele ini termasuk salah satu pendiri tahu. Waktu Lele masih kuliah, Lele membantu senior Lele membuat lembaga itu dari nol. Lalu saat Lele lulus, senior Lele itu menarik Lele untuk bekerja di sana."

Jisung terkekeh melihat betapa bangganya Chenle pada dirinya sendiri sekarang.

"Lele dijadikan tangan kanan senior Lele itu. Lele yang mengatur pembelajaran di sana, Lele juga ikut mengajar di sana, Lele hadir di seminar-seminar, Lele membantu senior Lele mengadakan pameran busana. Seperti yang kemarin itu. Itu pekerjaan Lele."

Jisung mengangguk-angguk. "Kedua. Tadinya aku tidak ingin tahu, tapi setelah Lele bercerita aku harus menanyakan ini. Siapa seniormu itu?"

"Kalau Lele beritahu jangan terkejut."

Jisung hanya mengangguk. Jisung tahu maksud Chenle adalah sebaliknya, Jisung harus terkejut.

"Harvey, Harvey Cantwell."

Mata Jisung terbelalak. Jisung benar-benar terkejut sekarang.

"Harvey yang desainer itu?!"

Chenle mengangguk, senyumnya bertambah lebar. "Hebat kan?"

"Harvey yang tetap nekat menembak Lele walaupun tahu Lele sudah menikah?!"

Senyum Lele luntur. Dia benar-benar lupa.

"Eii, Paman Ji jangan ungkit itu lagi. Lagipula dia sudah punya tunangan."

Jisung menarik Chenle, membuat istrinya menempel erat padanya. "Lele, kenapa Lele mau bekerja dengannya? Kan sudah kubilang harus jauh-jauh darinya."

"Kalau Lele tidak terima Lele tidak akan jadi hebat seperti sekarang. Sudah, dia kan sudah bertunangan dengan yang lain."

"Si Kunyuk itu pergi ke Jepang juga kan? Aku ingin bicara dengannya."

"Paman Ji, jangan seperti itu. Kita bicarakan hal lain saja. Ah! Sekarang Lele yang tanya. Paman Ji ingin anak perempuan atau laki-laki?"

Seolah pembicaraan sebelumnya tidak pernah terjadi, air muka Jisung berubah cerah. "Hmm... aku tidak tahu. Yang terpenting dia sehat saja."

Chenle membenamkan kepalanya di dada Jisung. Jisung terkekeh dan mengusap kepala Chenle. Namun ketika merasakan basah pada bajunya, Jisung langsung mengangkat kepala Chenle.

"Hei, kenapa menangis?"

Chenle menggeleng seraya menyeka matanya. "Tidak tahu."

Hidung dan pipi Chenle memerah. Walau tidak sampai terisak, tetap saja Jisung khawatir.

"Apa aku membuat Lele sedih?"

Sekali lagi Chenle menggeleng, tapi bibir bawahnya semakin maju dan air matanya semakin deras.

Jisung merengkuh Chenle ke dalam pelukannya. Mungkin ini mood swing yang dikatakan Dokter Jung saat terakhir check-up kemarin? Jisung baru tahu seperti ini ternyata.

"Aigoo, sudah sudah. Nanti matamu bengkak dan terlihat jelek."

Chenle mengangkat kepalanya. "Lele jelek?! Paman Ji bilang Lele jelek?!"

"Hanya bercanda sayang."

"Bercanda bercanda! Lele tidak menganggapnya bercanda!"

Jisung menghela nafasnya. Dia harus mendidik mulutnya dan mencari candaan lain yang tidak membuat Chenle marah ke depannya.

Our Days [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang