Pada pertengahan musim gugur udara terasa semakin dingin. Walau begitu, pemandangan yang ada begitu indah sangat cocok untuk kencan. Karena itulah Jisung dengan egoisnya menjemput Chenle secara paksa saat lelaki itu sedang mengajar anak-anak didiknya untuk berkencan.
Tidak ada omelan. Bagaimana bisa Chenle mengomel jika alasannya romantis seperti itu? Sudah cukup lama sejak terakhir mereka berkencan, mungkin saat mereka di Busan?
Chenle mengeratkan genggamannya pada tangan Jisung. Tangan lebar suaminya selalu terasa hangat setiap kali membungkus tangannya dan Chenle menyukainya.
"Apa aegi ingin sesuatu? Belakangan ini aegi belum meminta apapun." Jisung bertanya.
Chenle terdiam, berusaha mencari tanda-tanda keinginan sang calon anak. Sesuatu terpikirkan, tapi setelah Chenle menimbang-nimbang, lelaki itu memutuskan untuk tidak memberitahu Jisung.
"Tidak ada." Chenle menjawab seraya menggelengkan kepalanya.
Sayangnya, sudah dua puluh tahun lebih mereka bersama. Akan butuh usaha yang lebih dari itu untuk membohongi Jisung. Jisung mengetahui Chenle seperti buku yang sudah dibacanya ratusan kali.
"Tidak perlu disembunyikan, katakan saja."
"Tapi sulit sekali. Lele ingin makanan Prancis."
Wajah istrinya tampak begitu memelas dengan sentuhan rasa bersalah. Jisung sendiri tidak keberatan, tapi makanan Perancis... dimana dia bisa menemukannya?
Jisung membelai tangan Chenle yang berada digenggamannya. "Aku tidak tahu restoran Prancis manapun, apa Lele tahu?"
Istrinya mengangguk. "Salah satu teman mama belajar kuliner di Prancis dan sudah lama menjalankan bisnis kulinernya, hanya saja..."
Jisung tersenyum lebar. "Soal uang? Apa selama ini aku pernah tidak memberikan apa yang Lele inginkan hanya karena uang? Jangan sungkan seperti itu, dompetku tebal, tenang saja. Ai, jangan menangis." Jisung terkekeh diakhir begitu Chenle mulai terisak.
Chenle sendiri tidak membalas, hanya terus melanjutkan tangisannya dalam pelukan Jisung.
"Aigoo, sudah sudah. Tidak baik menangis di hari yang baik. Kita kembali dulu ke kantormu untuk mengambil mobil, lalu kita temui teman ibu mertua. Ayo."
Tanpa Chenle ketahui, ketika dia teralihkan oleh Renjun yang ingin mengusap perutnya dan berakhir dengan perbincangan yang cukup lama, Jisung menghubungi Nyonya Besar Zhong untuk meminta nomor teman beliau yang Chenle maksud. Jisung menghubungi orang itu agar mereka tidak perlu pergi keluar. Jisung sedang ingin berdua saja dengan Chenle dan jika dia mengeluarkan hanya sedikit lebih banyak uang dari dompetnya, baik keinginannya ataupun keinginan Chenle akan terpenuhi.
Begitu mereka sampai di rumah dan Chenle menemukan kejutan yang Jisung siapkan, dia memeluk Jisung dan memberi banyak kecupan untuk suaminya.
"Sekarang kau sudah menikah dan menjadi ibu sebentar lagi. Sudah benar-benar lama." Pria yang merangkap senagai teman Nyonya Besar Zhong itu mendekati Chenle dan memeluknya.
"Iya, sudah lama sekali. Jeno samchon, apa samchon sudah menikah?" Chenle bertanya untuk berjaga-jaga, karena terkadang Jisung akan meminum cuka diam-diam. Terutama jika Chenle berbincang dengan pria tampan.
"Tentu saja! Sayang sekali kau tidak bisa datang saat itu. Samchon bahkan sudah memiliki tiga anak laki-laki kembar yang menawan."
Jisung bisa melihat binaran pada mata Chenle. Istrinya memang penyayang anak, meski jika Jisung pikirkan terasa sedikit lucu. Chenle yang masih terlihat seperti anak-anak menyayangi anak-anak, bahkan akan memiliki anak sebentar lagi.
"Jaemin hyung tidak kerepotan kan? Samchon membantu Jaemin hyung kan?"
Pria itu, Jeno, mengibaskan tangannya. "Suami macam apa yang tidak membantu istrinya merawat anak? Jisung-ssi, jika anak kalian sudah lahir ingat ini baik-baik. Seorang pria yang tidak menghabiskan waktu bersama keluarganya bukanlah seorang pria. Mengerti?"
Jisung tersenyum seraya mengangguk. Bahkan tanpa perlu diberitahu Jisung sudah mengetahui itu. Nyonya Besar Zhong sudah terlebih dahulu memberitahunya sebelum pernikahannya dengan Chenle.
Jeno menarik lengan seragam chefnya seraya berjalan ke dapur. "Sekarang, kalian berdua duduk saja. Chenle, apa ada permintaan khusus?"
"Ung! Soupe à l'ail. Tapi apa samchon punya baguette?"
"Tenang saja, kalian duduklah."
Jisung dan Chenle duduk berseberangan di meja makan. Namun, tiba-tiba Jisung berdiri dan berlari begitu cepat dan kembali dengan sebuah vas berisi rangkaian bunga yang Chenle buat tiga hari yang lalu. Vas itu dia letakkan di tengah meja makan.
Chenle yang melihat itu terkekeh geli. "Paman Ji, lain kali belilah buket bunga atau rangkai karangan bunga Paman Ji sendiri."
Jisung yang sedikit malu menggaruk tengkuknya dengan sedikit kikuk. "Ahahah, akan kuingat itu." Tiba-tiba saja otaknya yang masih memproduksi sedikit cuka memikirkan sesuatu.
"Lele." Jisung berbisik. "Kenapa kau memanggil dia samchon?"
"Jeno samchon adalah sepupu jauh baba. Oh iya, Jeno samchon juga adalah orang yang mengenalkan baba pada mama." Chenle ikut berbisik.
Merasa tenang mendapat jawaban yang tidak membuatnya khawatir, Jisung menggangguk kecil. "Ah, begitu."
"Eii, Paman Ji, jangan terlalu sering meminum cuka. Lele ini hanya milik Paman Ji dari ujung kepala hingga ujung kaki." Istri Jisung itu menunjuk kepala dan kakinya dengan senyum lebar di wajahnya.
Jisung tersenyum. Dia tahu itu, hanya saja begitulah jika terlalu cinta. Terkadang otaknya tidak bekerja dengan baik. Seharusnya tanpa perlu diberitahu, Jisung sudah tahu, jika Park Chenle hanyalah miliknya dan hanya ingin menjadi miliknya, milik Park Jisung.
![](https://img.wattpad.com/cover/218041817-288-k701686.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Days [JiChen | ChenJi] ✓
Fiksi Penggemar✨A Story by Z✨ ⚠️Age gap ▶JiChen / ChenSung / ChenJi ▶️NCT ⚠️BxB ⚠️Mpreg ▶️top!Jisung [220721] #1 in minhyung (out of 4.18k stories)