***
Vasilla menatap sinis Esteve yang berdiri di depan pintu kontrakannya, dengan menampilkan wajah sebalnya dia memalingkan wajah cantiknya itu. Tanpa sengaja obat betadine itu menetes di luka lututnya.
"Awsh." Ringisnya pelan.
Pria yang menjadi kekasih Vasilla itu awalnya kesal dan kecewa karena tidak melihat pacarnya di acara pentingnya, tapi itu buyar ketika melihat ringisan gadisnya. Matanya menatap semua tubuh Vasilla dan mendapatkan beberapa luka disana.
"Lo jatuh?" Tanya Esteve.
Tidak mendapatkan jawaban apa-apa, Esteve mendekat dan sedikit menarik tangan Vasilla.
"Kenapa bisa jatuh?"
Vasilla berdecak, "Jatuh ya jatuh, pakek nanya lagi. Emang jatuh bisa diprediksi."
Iya juga, batin Esteve.
Pria itu menghela nafas dan membuka jasnya lalu menarik dasi itu agar sedikit longgar, dia mengambil kapas yang berada di samping Vasilla lalu mengambil betadine dari tangan gadis itu.
Dia mengoles pelan kapas yang berisi betadine ke luka Vasilla.
"Akh, pelan-pelan tolol. Ini perih anjing, jangan diteken bangsat."
Esteve tidak memperdulikannya, dia malah menekan luka gadis itu agar obatnya lebih masuk ke dalam.
Vasilla berteriak dan memukul bahu Esteve, dia mengeluarkan air matanya. Lukanya memang sangat perih, karena itu dia menangis dan juga karena Vasilla mengingat insiden tadi.
"Bawa motor makanya pelan-pelan"
***
Ketika selesai mengobati Vasilla, barulah Esteve bertanya bagaimana insidennya. Mengapa dan kenapa juga dia tidak datang ke acara graduation, Vasilla menceritakan semuanya dengan emosi membara dia juga menunjuk-nunjuk Esteve dengan menekannya di setiap nada kalimatnya.
Esteve hanya menopang dagu mendengar penjelasan pacarnya, dia mengangguk dan berusaha menjawab pertanyaan Vasilla mengenai si Chika itu.
Ujung-ujungnya, Vasilla menangis lagi di dalam dekapan Esteve. Sedangkan pria itu mengelus rambut gadis-nya pelan, dia juga mengecup beberapa kali kening dan seluruh wajah Vasilla.
Setelah acara itu selesai, Esteve mengajak Vasilla berdiri. Dia meletakkan kedua tangannya di sisi wajah kekasihnya.
"Dengerin gw, lain kali jangan kaya gitu. Tunggu gw sampe selesai sama urusan gw, jangan langsung ambil kesimpulan yang nyakitin hati lo." Ujarnya dengan menatap Vasilla dengan tatapan yakinnya.
Gadis itu bahkan sampai gugup di tatap seperti itu, dia menunduk dan memainkan kedua jarinya. Ingusnya keluar lalu dia lap menggunakan tangannya, malu sekali. Ternyata yang tadi itu hanya salah paham, nyatanya Esteve masih berada di pihaknya.
Chika, dia hanya menunjukkan perasannya dan mengucapkan selamat tinggal karena dia tidak bisa mendapatkan Esteve. Dalam istilah lainnya, dia menyerah.
***
Setelah dua minggu berlalu, kini kondisi Vasilla sudah membaik. Dia juga rajin belajar, kini dia sudah kelas 12 dan ini adalah tingkatan terakhir. Karena setelah ini dia akan bekerja dengan waktu penuh lalu memenuhi kebutuhannya.
Sedangkan Esteve, pria itu sudah berhasil mendaftarkan dirinya di Universitas Udayana dan mengambil Jurusan Management Bisnis.
Mereka berdua kini sama-sama sibuk, bahkan hampir tidak ada waktu luang untuk sekedar bertemu.
Vasilla saat sudah pulang sekolah, dia akan mampir ke cafe dan bekerja paruh waktu disana. Terkadang jam sembilan atau sepuluh malam dirinya baru pulang, lelah memang tapi ini untuk melunasi bayaran spp di Sekolah.
Ah, setelah insiden kecelakan anjing itu dia menjadi trauma naik motor. Karena itu biasanya dia menyewa gojek atau naik sepeda biasa.
Melepaskan seragam cafe-nya, dia sedikit meregangkan ototnya. Menerima bayarannya dari atasan, lalu pergi ke luar cafe. Matanya mengantuk, dia ingin tidur secepatnya. Dengan menguap lebar lalu mengambil ponsel di kantongnya, dia menatap isi pesan Whatsapp-nya.
Dia rindu kekasihnya.
Esteve.
Suara motor berhenti di depannya mengalihkan atensinya, matanya membulat ketika mendapat Esteve.
"Gw anter pulang, sekalian nginep."
Vasilla tersenyum bahagia lalu mendekati Esteve, pria itu turun dari motornya dan mengambil helm cadangan dari bagasi motornya lalu memasangkannya kepada Vasilla.
"Ayo, naik."
***
"Sekarang, gw jarang ketemu sama lo."
Vasila mengangguk, membenarkan kalimat Esteve. Dia meneguk energen-nya lalu bersandar di bahu Esteve, entah kenapa rasa kantuk itu hilang ketika bertemu kekasihnya.
Rasanya, dia ingin berciuman lalu bercinta habis-habisan. Bayang-bayang mesum itu tak bisa hilang dari otak Vasilla, apalagi melihat tubuh Esteve yang semakin tinggi dan kekar. Belum lagi wajah tampannya, bagaimana jika wajah tampan itu mengeluarkan ekspresi keenakan ketika dia menyepong adik kecilnya.
Bibirnya terlipat ke dalam lalu meneguk ludahnya kasar, dia memalingkan wajahnya ke samping lalu memajukan bibirnya.
"Mikir jorok lo ya." Tuduh Esteve.
Vasilla memberikan ekspresi tidak santai, "Enak aja, yang biasanya mikir jorok kan lo."
"Iya juga."
Gadis itu tersenyum kemenangan, dia memejamkan matanya lalu menatap Esteve.
"Gw kangen."
"Tumben, biasanya lo ngajak berantem dulu baru bilang kangen."
Vasilla mencebik, dia tidak bisa menempik hal itu. Karena memang itu kenyataannya, dia selalu mencari masalah agar diperhatikan oleh Esteve.
Tiba-tiba saja Esteve mengambil gelas yang berada di tangannya lalu meletakkannya di meja, lalu setelahnya pria itu menarik tangan Vasilla lalu mencium bibir gadis itu dengan brutal. Lebih dalam dan dalam, prinsip pria itu saat ini.
Setelah mencium bibir, kini mulut pria itu beralih ke leher Vasilla dan menyesapnya dengan keras. Bahkan gadis itu sampai melemas, dia tidak sanggup menopang tubuhnya dan berakhir Esteve yang menurunkan tubuhnya.
Hingga mereka sampai di bawah, Esteve menjilat bibir lalu turun ke leher. Dia sedikit meremas dada gadis itu, memutar ibu jarinya di area puting yang mencetak di balik kaos Vasilla.
"Yuk yang."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Punya Pak Ketos [ ✓ ]
Lãng mạn18+ Warning : Adultromance Dia menatap Vasilla yang terlihat berantakan, Esteve memberikan senyuman miring. "Baru segitu lo udah panas, apalagi gw genjot." Ujarnya tanpa filter dan pergi. Hallo, maaf sebelumnya. Cerita ini adalah revisi dari Beda Ba...