"Pantesan nilai kamu sering seratus, kamu aja sering lihat kunci jawaban dulu sebelum ujian," kata kepala sekolah dengan kesal.
"Kunci jawaban?" kata Disa perlahan, ia semakin bingung dengan situasi ini.
"Iya, itu kunci jawaban yang kamu pegang." Kepala sekolah menatap kertas yang Disa pegang.
Disa mengikuti arah tatapan sang kepala sekolah. Disa berhenti saat menatap kertas yang ia pegang.
"Saya enggak lihat kunci jawaban," kata Disa jujur.
Iya, Disa sama sekali tidak melihat kunci jawaban. bahkan dirinya juga tidak tahu bahwa apa yang ia pegang itu adalah kunci jawaban.
"Enggak usah bohong, Disa! tadi Fani sudah cerita," kata kepala sekolah kesal. Mukanya memerah.
Disa menatap heran ke arah Fani. Disa sama sekali tidak paham. Disa kembali menatap kepala sekolahnya.
"Maksudnya?" tanya Disa perlahan dengan sopan.
Kepala sekolah menghela nafasnya dengan kesal untuk menahan amarahnya itu.
"Tadi Fani bilang kalau kamu paksa Fani untuk menyerahkan kunci
jawabannya. Lalu, kamu baca semua kunci jawabannya. Bahkan kamu menghafal beberapa kunci jawabannya. Fani sudah melarang kamu, mencoba untuk merebut kunci jawabannya lagi karena harus segera di serahkan kepada saya. Tapi kamu malah marah-marah sama Fani. Sampai ngata-ngatain Fani berserta orang tuanya. Lalu, kamu malah mengusir Fani dan menyuruh Fani untuk masuk kelas saja. Dan membiarkan kunci jawabannya itu kamu yang ngasih ke saya." kata kepada sekolah panjang lebar."Ha?" kata Disa perlahan dengan heran. Pasalnya, Disa sama sekali tidak melakukannya.
"Saya tidak melakukannya, Bu."
"Jangan bohong, Disa! sejak kapan orang tua kamu mengajari anaknya untuk bohong? orang tua kamu harus tau masalah ini!" kata kepala sekolah dengan tegas.
"Tapi, saya memag ti-"
"Diam!" kata kepala sekilah dengan sangat tegas.
Dengan cepat, Disa menutup mulutnya rapat-rapat. Ia tidak ingin membuka suara. Disa hanya takut kalau kepala sekolahnya itu semakin marah.
Disa menatap heran kepada Fani. Terlihat Fani yang ketakutan. Sejahat itukah Fani kepada dirinya?, pikir Disa.
"Ikut Ibu ke kantor!" perintah kepala sekolah dengan tegas.
"I-iya, Bu." Disa melangkahkan kakinya mengikuti sang kepala sekolahnya dari belakang.
Disa melewati temannya itu, yang tidak lain adalah Fani. Disa meletakkan kertas yang ia bawa ke tangan Fani dengan kasar.
"Nuduh terus!" kata Disa kesal dengan lirih tanpa menatap Fani.
"Terserah gue dong, salah sendiri situ pinter!" kata Fani tidak mau kalah.
"Teman macam apa kau!" kata Disa sambil menatap Fani kesal.
"Macam harimau!" kata Fani juga menatap Disa sembari tertawa kecil serta tersenyum sinis.
"Ogah banget gue punya teman macam harimau," kata Disa lagi-lagi kesal.
"Apalagi gue," kata Fani tersenyum sinis dengan santainya.
"Ba-"
"Disa! buruan!" teriak sesorang yang tidak lain adalah kepala sekolah.
"Rasain!" ledek Fani lalu berjalan meninggalkan Disa.
"Aishh!!" kata Disa kesal menghentakkan kakinya dengan kesal.
"Ngeselin banget sih, si Fani!!" kesal Disa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Buruk
Teen FictionKalian selalu menilai seseorang dari sikap dan sifat orang tersebut. Apabila orang itu mempunyai sifat dan sikap yang baik, bisa dipastikan bahwa dia mempunyai niat yang baik. Apabila orang itu mempunyai sifat dan sikap buruk, bisa dipastikan bahwa...