16 - Menunggu

159 33 4
                                    

"Aku punya ide,"

Disa menatap layar ponselnya, ia menyalakan ponselnya. Ia mencari kontak seseorang.

Tidak butuh waktu yang lama, akhirnya ia pun menemukan kontak yang ia cari. Tertulis "Abang 😇" di layar itu.

Dengan cepat, Disa menelepon kontak itu. Iya, siapa lagi kalau bukan Zeyna Donika Mahasa, kakak kandung Disa satu-satunya.

Dret ... Dret ... Dret ...

Angkat dong!! apa susahnya ngangkat telepon dari adiknya sendiri?!, kata Disa di dalam hati.

Dan akhirnya pun di angkat.

"Hallo? ada apa sih, Dek?!"

"Ganggu orang aja," ucap orang di seberang sana dengan kesal.

"Bang-Bang-Bang, gawat--" lirih Disa cemas.

"Gawat, apa?" tanya Zey ikut cemas.

"Abang, di mana?" tanya Disa cemas.

"Dari kampus mau pulang," jawab Zey kepada sang adik.

"Ya udah, buruan ke sini!" lirih Disa kesal.

"Ke mana? ngapain?" tanya Zey heran.

"Ke minimarket yang deket dari rumah," ucap Disa sembari melihat antrian yang mulai pendek.

"Ha? ngapain?" kejut Zey sekaligus heran.

"Anterin dompetku! dompetku ketinggalan di kamar!" lirih Disa.

"What? kok bisa?" tanya Zey kepada Disa.

"Tanyanya nanti aja lah, Bang! buruan ke sini!" kesal Disa.

"Enggak bisa! Abamg sibuk nih, lagian kan lo bisa pakai kartu ATM," ungkap Zey.

"Kartu ATM?" tanya Disa memastikan.

"Iyalah kartu ATM. Lo kan punya banyak kartu ATM," ucap Zey kesal.

Disa terdiam sebentar.Lalu berkata, "Masalahnya kartu ATM juga di dompet, Bang!" geram Disa.

"Oh iya ya, tadi pagi gue ambil kartu ATM lo satu," lirih Zey tetapi dapat terdengar jelas oleh Disa.

"Ha?" kejut Disa.

"Abang, ngambil kartu ATM-ku?" tanya Disa tidak percaya.

"I-iya, gue cuma ambil satu," jujur Zey.

Sisi Buruk Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang