"Diana,"
Disa menatap foto itu, matanya mulai berkaca-kaca. Sahabat yang benar-benar setia itu pergi?. Tidak bisa di percaya oleh Disa.
Fandy menghentikan aktivitasnya karena tidak mendengar gerak-gerik Disa.
Fandy menoleh 180° ke belakang. Terlihat Disa yang sedang memegang sebuah foto dengan ukuran 15×15.
Dari kejauhan, Fandy bisa melihat bahwa foto itu adalah foto Disa bersama Diana.
Fandy menghela nafasnya dengan berat. Fandy juga tau bagaimana perasaan Disa saat ini.
Fandy berjalan mendekati Disa. Jarak di antara mereka memang tidak terlalu jauh. Sehingga, cukup beberapa langkah saja untuk menghampiri Disa.
Saat Fandy sudah berada tepat di samping kiri Disa, ia dapat melihat kalau Disa menangis tanpa isakan. Disa juga tidak menyadari keberadaan Fandy yang sudah di sampingnya.
Fandy berjongkok di samping kiri Disa. Memegang bahu Disa dan mencoba untuk menenangkan Disa. Disa baru sadar akan keberadaan Fandy yang ternyata sudah di sampingnya.
Dengan cepat, Disa menghapus air matanya. Bagaimana pun juga, Disa tidak boleh cengeng. Lagi pula Disa juga sudah SMA.
"Kok udahan nangisnya? keluarin aja kesedihan kamu, agar kamu lebih tenang," kata Fandy tersenyum.
Disa terkejut, Disa langsung menatap Fandy dengan bingung dan heran.
"Ke-kenapa?" tanya Disa heran.
Fandy tersenyum, ia bangkit dari jongkoknya. Fandy mengacak-acak rambut Disa perlahan.
"Kak Fandy juga pernah mengalami sama seperti kamu," kata Fandy tanpa menatap Disa dan menaruh telapak tangannya di meja belajar Disa.
Disa melongo dan berkata, "Kakak pernah kehilangan sahabat?" tanya Disa penasaran.
Fandy tersenyum, ia menatap ke arah Disa. "Iya," jawab Fandy kepada Disa.
Memang, Fandy juga perah mengalami hal yang sama seperti Disa. Jadi, ia tau persis apa yang di rasakan oleh Disa saat ini.
Fandy merasa kakinya sedikit lemah. Ia berjalan dengan malas ke arah ranjang Disa. Lalu Fandy pun duduk.
Disa ikut bangkit dari bangku di dekat meja belajar. Ia ikut duduk di samping Fandy. Disa tidak pernah tau tentang apa yang pernah di alami oleh Fandy.
"Ce-ceritanya gimana, Kak?" kata Disa tidak sadar karena terlalu penasaran.
Dengan cepat, Disa langsung menutup mulutnya rapat-rapat dengan tangan kananya. Bodoh banget sih!, kesal Disa pada diri sendiri.
Fandy tersenyum, matanya sedikit berkaca-kaca mengingat masa lalunya.
"Jadi, waktu i--"
"Enggak usah di ceritain, Kak. Aku enggak pengen tau," ucap Disa mencegah Fandy.
"Enggak papa kok, lagian Kakak sendiri yang pengen cerita." Fandy menoleh ke arah Disa dan tersenyum.
Disa menggigit bibir bagian bawahnya. Ia merasa semakin bersalah.
"Jadi waktu itu--"
°°°
Flashback On, POV Fandy.
Saat itu aku kelas delapan (dua SMP). Saat itu aku sama persis seperti kamu, aku hanya mempunyai satu sahabat yang benar-benar setia sama aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Buruk
Teen FictionKalian selalu menilai seseorang dari sikap dan sifat orang tersebut. Apabila orang itu mempunyai sifat dan sikap yang baik, bisa dipastikan bahwa dia mempunyai niat yang baik. Apabila orang itu mempunyai sifat dan sikap buruk, bisa dipastikan bahwa...