DenataBagian 22
Nata menyusuri koridor rumah sakit setelah ia menghabiskan waktu sekitar 17 jam, 15 menit. Transit di berbagai kota di negeri orang.
Untungnya Nata bisa melewati itu dengan bertanya dan mendapatkan informasi on-time. Kini, Nata tengah menggerek koper dengan jaket yang ia sampirkan di pergelangan tangan kirinya. Mencari-cari kamar rawat sang Mama.
"Excusez-moi, chambre 472, où êtes-vous, sœur?" (permisi suster, dimana kamar nomor 472 berada?) Soal bicara begini? Nata sudah handal, karena sang Papa mengajarinya.
Sedikit informasi, Papa Nata adalah orang Prancis jadi bisa dikatakan kalau Nata adalah blasteran Indonesia Jawa Tengah, dan Prancis.
"Est-ce que tu parles français ?!" (Lo bisa bahasa Prancis?!) Dave yang sejak tadi berdiri di belakang Nata terkejut bukan main, ketika pria di hadapannya itu bisa menggunakan logat orang Paris.
"Sedikit." Ucap Nata kemudian pria itu mendengarkan Suster ini menjelaskan menggunakan bahasa Inggris karena Nata, hanya sedikit mengetahui beberapa kosakata dalam bahasa Prancis.
Setelah bergelut naik turun, ke sana dan kemari. Nata menemukan kamar rawat Mamanya yang ternyata dekat dengan lift.
Nata mengambil nafas panjang, kemudian mengetuk pintu kamar rawat Mamanya itu.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Nata langsung meletakkan jaketnya di atas koper kemudian berjalan dengan langkah kaki cepat, ketika melihat seorang wanita paruh baya yang masih cantiknya itu, berdiri menghadap kota Paris dengan selang infus yang terpasang di tangan kirinya.
"Kangen." Mama Nata yang melihat anaknya ada disini, kemudian tersenyum membalas pelukan anaknya dengan hangat sampai diciumnya pipi, dahi, hidung dan leher pria itu.
"Ih udah gede banget." Ucap Mama sambil mengusak rambut Nata yang tebal. Lalu mata legam hitam Mama melihat ke belakang, saat pria di belakang Nata itu tersenyum sambil meletakkan kopernya di samping koper milik Nata.
"Saya Dave Tante, temen sekolah Nata." Mama yang mendengar itu tersenyum.
"Emang sekolah disana libur? Kok kalian kesini? Jauh lagi."
"Libur Tante, kelas 12 lagi persiapan buat ujian." Ucap Dave.
"Kebetulan Dave orang tuanya asli Prancis Ma, jadi dia ikut sekalian liat kerabatnya." Ucap Nata, dan pria yang di ceritakan itu tersenyum lebar.
"Iya bulenya keliatan soalnya." Ucap Mama terkekeh sambil berjalan ke arah bangsal.
"Papa kemana?" Tanya Nata. Saat sejak tadi tak ia temukan pria paruh baya berada disini.
"Di kantornya." Ucap Mama sambil memijat tangannya sendiri.
"Nak Dave udah makan?" Tanya Mama. Dave yang kala itu tengah fokus ke ponselnya terkejut kecil, ketika Nata berdehem karena sejak tadi. Dave tidak menjawabnya.
"Iya Tante? Maaf abis cek hape." Ucapnya.
"Udah makan?"
"Belum Tante." Ucap Dave tersenyum canggung.
"Cari makan sana sama Nata." Nata mengangguk, kemudian pria itu menggeret kopernya ke sudut ruangan, begitu juga dengan koper Dave. Nata mengambil jaketnya kemudian memakaikannya dengan telaten.
"Mama mau nitip apa?" Tanya Nata saat pria itu sudah bersiap keluar.
"Bunga aja."
"Mawar ya? Oke siap, tunggu agak lama ya ratuku." Ledek Nata pada Mamanya dan itu, adalah salah satu momen terlangka untuk Dave seorang.
Di jalan trotoar yang lebar ini, mereka berdua berjalan dengan udara dingin yang memasuki celah-celah jaket mereka, menusuk begitu dalam sehingga membuat bulu kuduk merinding dibuatnya.
"Adyla gapapa?" Tanya Nata, saat melirik pria di sebelahnya itu fokus pada ponselnya.
"Iya, cuman nangis aja."
"Bucin."
"Alaska nggak lo kabarin?" Tanya Dave sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket.
"Udah."
"Dia bilang apa?"
"Penting banget emang lo harus tau?" Dave menghela nafas jengah, kemudian menatap pria itu yang masuk ke dalam sebuah toko roti.
Lalu Dave melihat ke arah menara Eiffel yang berdiri tegak disana, tersenyum dengan indahnya hingga tak dirasa ponselnya bergetar.
"Apa?"
"Lo udah sampe?"
"Udah, kenapa Las?"
"Boleh fotoin menara Eiffel?"
Dave terkekeh sambil melirik sebentar ke dalam toko roti, Nata masih memilih disana.
"Iya, tapi nanti gue nggak bawa kamera gue." Alaska yang jauh disana mendengus kesal.
"Ah elah pake kamera biasa aja."
"Oke-oke matiin."
"Okeeeee."
Dave membuka kamera dan langsung menjepret menara Eiffel yang lumayan jauh dari tempat ia berdiri.
Kemudian memasukkan ponselnya setelah ia mengirim hasil fotonya yang kualitasnya tak terlalu bagus, karena Alaska memaksanya untuk menggunakan kamera ponsel biasa.
Kemudian, Dave mendapatkan ocehan ini dan itu ketika Alaska tak puas dengan hasil gambar jepretan Dave. Katanya Dave memang tidak becus.
"Terserah deh Las, tapi kok gue heran bisa-bisanya Nata kuat sama lo."
"Hadeh."
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Denata | Jaehyun (SELESAI)
Novela JuvenilAlaska yang mencoba sabar? Ester yang mencoba menjelaskan? Atau Nata yang tak berperasaan? Semuanya memiliki tanda tanya masing-masing, berjuta-juta kali pria itu meminta maaf tetapi berulang kali dia mengulanginya, hingga sampai dimana Alaska lelah...