Alaska yang mencoba sabar? Ester yang mencoba menjelaskan? Atau Nata yang tak berperasaan?
Semuanya memiliki tanda tanya masing-masing, berjuta-juta kali pria itu meminta maaf tetapi berulang kali dia mengulanginya, hingga sampai dimana Alaska lelah...
Tinggal 2 hari lagi, dan Nata sudah menemani kebosanan Alaska dengan segala caranya, mulai dari video call, panggilan telfon yang berjam-jam lamanya, hingga waktunya untuk diri sendiri ia berikan semua untuk gadis itu.
Dan kini, Nata menelfon gadis itu. Terlihat jauh disana di layar kaca laptopnya, gadis itu tengah memasak bersama dengan Mamanya yang sudah kembali sehat.
Nata hanya bisa tersenyum, tertawa tanpa suara, kemudian kembali dengan wajah datarnya, lalu tersenyum kembali, lalu tertawa. Begitu terus sampai dimana Alaska bertanya tentang hal serius dan Nata bungkam seribu bahasa.
Tentang.
"Nat, kamu percaya nggak. Katanya kembali ke hubungan yang dulu itu sama aja kayak, kamu udah baca buku novel yang kamu punya sampai habis, bahkan sampai kamu tau endingnya kayak gimana. Dan kamu malah baca lagi."
"Kayak gitu. Sampai disini kamu ngerti?" Nata mengangguk, tapi dirinya tak dapat menjawab ucapan dari Alaska.
"Ini bukan pertanyaan kan?" Alaska dari layar kaca sana menggeleng sambil tertawa pelan.
"Aku takut kalau kita kembali seperti dulu, dan endingnya akan sama aja." Nata mengangguk pelan, kemudian melihat gadis itu yang menampilkan wajah gusar dan khawatirnya. Khawatir akan hubungan mereka jika, seandainya mereka kembali menjadi satu. Seutuhnya.
"Kamu nggak mau coba?" Tanya Nata.
"Mau, tapi... kalau endingnya nggak kayak apa yang kita ekspektasi kan gimana?" Nata berfikir sejenak.
"Kata orang ya Las, belum di coba belum tahu. Jadi kalau mau tau harus di coba dulu." Alaska disana mengangguk kecil.
"Mau coba?" Tanya Nata kembali, setelah mereka hening cukup lama memikirkan bagaimana hubungan mereka jika, mereka kembali lagi seperti dulu.
"Mau." Ucap Alaska, membuat sedikit senyuman terukir di wajah Nata.
"Tinggal dua hari lagi kamu ke Jakarta." Ucap gadis itu sambil memeluk boneka berbentuk kentang itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Akhirnya di pake juga boneka yang aku kasih." Ucap Nata sambil memutar kursi duduknya.
"Hehe lucu. Kok kamu pinter sih milihnya." Balasan dari gadis itu membuat Nata terdiam beberapa saat.
"Ester yang pilih." Raut wajah Alaska berubah, kemudian Nata melihat gadis itu tengah menundukkan kepalanya entah apa yang gadis itu lakukan, Nata sendiri juga tidak tahu.
"Las." Panggil Nata, namun tak ada jawaban dari gadis itu.
"Marah?" Tanya-nya lagi.
Kemudian hening menyapa mereka, saat gadis itu tiba-tiba menghilang dari depan kamera, Nata mengusap wajahnya frustasi tak seharusnya dia berbicara begitu kepada gadis itu, tapi jika Nata berbohong bukankah nanti akan kembali menjadi keruh?
Nata memutuskan untuk berdiam diri disana, menunggu sampai gadis itu muncul di depan kamera.
Sekitar 35 menit Nata menunggu gadis itu muncul, namun tak ada sama sekali tanda-tanda bahwa gadis itu akan muncul disana tersenyum, sambil memeluk boneka yang diberikan Nata untuknya, justru dibiarkannya boneka itu disana ditinggalkan oleh pemiliknya yang entah pergi kemana.
"Las aku tutup ya." Ucap Nata setelah dirinya cukup frustasi dengan semua ini.
"Jangan." Nata kembali melihat ke layar laptopnya, ketika gadis itu duduk kembali di kursinya dengan boneka yang ia letakkan di atas pahanya.
"Habis dari mana?" Tanya Nata, menanyakan tentang gadis itu yang pergi begitu saja dari hadapannya.
"Bikin milkshake strawberry." Nata terkekeh, kemudian gadis itu memamerkannya ke arah Nata.
"Mau nggak?" Tawar gadis itu dari sana.
"Mau."
"Cepetan kesini." Ucapnya sambil menyesap milkshake buatannya itu.
"Iya nanti kesana."
"Aku tunggu."
Nata mengangguk, kemudian memperhatikan gadis itu dengan lamat-lamat dari layar kaca laptop, bercermin kepada dirinya sendiri, sudah berapa kali dirinya mengacuhkan gadis serapuh Alaska, padahal yang jelas Alaska membutuhkannya saat itu.
"Maaf Las." Ucapan itu keluar begitu saja dari bibir Nata membuat gadis itu tiba-tiba bertanya tentang mengapa, Nata berbicara seperti itu dan untuk apa.